Aku bersenandung senang sembari menggenggam kalung yang tadi diberikan kak Sakura. Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa terbebas dari pesona Ezuki Himawari. Hanya dengan membayangkannya saja sudah bisa membuatku merasa sangat bahagia. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk segera memamerkan wajah berhasil move onku kepada Ezuki.
“Lihat saja! Mulai saat ini aku akan melupakanmu, Ezuki Himawari. Laki-laki di dunia ini bukan hanya kamu saja,” desisku terkekeh bak penyihir jahat.
Aku membulatkan tekad dan dengan tergesa-gesa memakai kalung itu ke leherku seraya memikirkan siapa yang bisa kujadikan targetku yang pertama. Untuk percobaan pertama tentu saja aku tidak mau kalau sampai harus gagal. Berhasil dipercobaan pertama jauh lebih baik dan melegakan juga pastinya lebih menghemat waktu.
“Aku sudah bosan menyukai laki-laki bertipe dingin seperti Ezuki. Aha, lebih baik aku menyukai laki-laki ceria dan hangat seperti kak Aso saja. Kalau tidak salah zodiaknya....”
Aku memejamkan mata dan mengingat zodiak kak Aso.
“Libra.”
***
Sesaat setelah aku memejamkan mata, aku mendengar suara kasak kusuk di sekitarku. Suara keramaian yang tidak mungkin ada di kamarku. Ketika aku membuka mata, aku sudah mendapatkan diriku berada di taman bermain yang sangat ramai.
“Kenapa aku ada di sini? Dan kenapa aku hanya sendiri?” tanyaku bingung.
Aku semakin merasakan firasat buruk ketika menyadari kalau aku hanya seorang diri. Orang-orang yang ada di sekitarku semua saling bergandengan tangan, masa hanya aku sendiri yang jomblo.
Aku menyeret langkahku dengan putus asa. Seharusnya saat ini aku bersama dengan kak Aso, bukannya berjalan seorang diri ditengah-tengah pasangan yang sedang kasmaran. Aku menghela nafas kecewa. Sepertinya sihir dari kak Sakura gagal lagi untuk yang kesekian kalinya.
“Hahaha. Jadi seperti itu?”
“Ah? Itu dia.”
Semangatku kembali terpompa begitu mendengar suara tawa kak Aso yang renyah. Kak Aso berdiri tidak jauh dari tempatku berdiri. Sosoknya yang tampil dengan baju kaos dan topi berwarna merah benar-benar terlihat mencolok. Tapi, tidak sesuai dengan ekspektasi, aku yang tadinya ingin tersenyum sumringah justru membelalakkan mataku. Hal yang ingin kupertanyakan adalah kenapa kak Aso bersama dengan perempuan lain? Posisiku di sini sebagai apa? Kekasih asli atau malah selingkuhan?
Aku masih terpaku di tempatku berdiri, belum berani bergerak untuk mendekat. Rasanya aku ingin berbalik pulang ke rumah dan tidur. Baru percobaan pertama saja aku sudah merasa gagal. Kalau aku memaksakan diri untuk bergabung bersama dua orang yang terlihat bahagia itu, entah kenapa aku merasa seolah-olah aku adalah orang ketiga yang merangsek masuk untuk menghancurkan kebahagiaan orang lain.
Aku masih cengo seperti orang bodoh ketika aku mendengar suara kak Aso memanggil namaku seraya melambaikan tangannya. Aku berjalan gontai tanpa semangat menuju kak Aso yang memberi isyarat untukku segera mendekat. Aku kembali melihat sekilas ke arah perempuan yang berdiri di samping kak Aso. Perempuan itu terlihat cantik dan anggun sekali.
Aku kembali berpikir apa perempuan itu sainganku? Ini benar-benar diluar dugaan. Bahkan pria serampangan dan berisik seperti kak Aso saja seleranya tipe Princess begitu. Benar-benar membuat patah semangat saja, terutama untuk kaum kentang sepertiku.
“Kamu kenapa? Sakit?” tanya kak Aso lembut.
Tangannya menyentuh keningku dengan wajah cemas. Perlakuan sederhananya itu berhasil membuat bunga-bunga layu di hatiku seketika bermekaran. Aku kembali bersemangat, gaeeees. Aku yakin posisiku di sini adalah sebagai kekasih asli kak Aso bukan selingkuhan aka pelakor jahara. Tentu saja aku harus percaya diri. Bukan begitu?