Their Encounter

Giulian
Chapter #1

Kata Tercanggung Abad Ini

Perasaan di musim semi berayun pagi itu. Sesaat setelah melewati pintu kaca minimarket dekat kosnya, Zanna diam, memandangi sosok yang berdiri di depan freezer, terlihat memilih jenis es krim lewat matanya. Laki-laki itu seharusnya sedang tidak berada di kota ini, kan?

Lama terpaku dengan isi kepalanya yang berhamburan, Zanna berjalan menghampiri laki-laki itu dengan anggukan kecil, menyakinkan diri dengan pilihan kata yang akan dia pakai.

***

2014.

Friski, seorang kakak kelas yang memiliki perangai misterius. Dia tidak dingin, tidak juga cuek, hanya seseorang yang irit bicara.

'Bukankah cuek dan irit bicara sama saja?'

Pertanyaan itu keluar sesaat setelah Zanna mendengar penjelasan Yana, teman kelasnya, yang kebetulan sedang tergila-gila pada 'Kak Friski' dan dengan sukarela menceritakan segala hal tentang kakak kelas itu.

"Kau tahu, Na? Nggak ada gunanya kita jadi cewek kalau nggak suka sama dia."

"Kenapa?"

"Mungkin klise, kau bisa menemukan orang sepertinya dalam novel favoritmu, tapi balik lagi, dia bukan fantasi, kau bisa melihatnya di depanmu setiap hari, tentu saja ketika kau masuk sekolah. Ah, kenapa aku membahas hal remeh ini? Ehem, kak Friski itu ... tuh kan jadi lupa!"

"Kalau dia sehebat itu, kau tidak mungkin lupa."

"Ah! Kesimpulannya, dia itu ... pusat kota."

Mata Yana berbinar-binar, tangannya bertaut seolah sedang mendambakan kemustahilan. Dan ya, dia sedang berangan-angan menggandeng tangan seorang Friski yang ... katanya sangat manis kalau tersenyum, jika saja laki-laki itu seramah harapannya.

"Pusat kota?"

"Yap, bukankah setiap orang selalu ingin ke pusat kota?"

"Wah...aku tidak tahu kalau kau se-"

"WOW itu, kan?"

Zanna mengangguk, mengiyakan saja. Toh, Yana tidak akan menanggapi ucapannya dengan serius. Sekarang, Zanna malah penasaran akan sosok Friski yang katanya seperti pusat kota itu. Pasti ada alasan, kenapa Yana yang notabenenya adalah tipe seseorang yang menaruh hatinya di mana saja, memberi gelar seperti itu pada seorang laki-laki.

***

Perpustakaan di waktu istirahat pertama memang yang paling tenang, pasalnya kebanyakan memilih makan ketimbang belajar 'lagi'. Berbeda dengan murid kelas dua belas, mereka tetap berhadapan dengan setumpuk buku seolah itu adalah makan siang mereka.

Zanna melirik gadis berkacamata tak jauh di depannya ngeri, sekaligus takjub.

'Itu buku atau tempat perang?' Pikirnya melihat buku-buku yang disusun seperti barikade.

Pemandangan itu bisa saja menjadi dirinya dua tahun kedepan. "Untuk diriku dua tahun lagi, semangat ya, kau pasti bisa mengalahkan si Maniak Angka."

Kalau saja bukan karena tugas logaritma yang susahnya kebangetan, dia pasti sudah menikmati sepiring bakwan dan siomai didampingi es teh yang menjadi idola anak sekolah menengah atas pada umumnya.

"Kuharap Matematika tidak ada." Ujarnya sembari bersandar pada kursi, kepalanya menengadah, memperhatikan putaran kipas angin yang menempel di langit-langit.

Detik berikutnya dia tertegun, bukan karena ucapan orang di belakangnya yang tidak sesuai dengan moto belajarnya, tapi karena hal lain. Sejak kapan suara manusia, terdengar ... setampan itu?

"Kalau cara berpikirmu seperti itu, kau ... dua tahun mendatang, tidak akan tertolong lagi. Matematika itu raja dari segala ilmu pengetahuan. Jadi, cobalah untuk menyukainya."

Lihat selengkapnya