“Hmmm …. Ooooo, Iya, iyooo … iya, iyo … iya, iyoooo ….”
Semua mata langsung tertuju pada Max.
Bagaimana tidak? Pria yang awalnya duduk tenang di kursinya, kini mulai bergumam tak karuan. Bibirnya bergetar, mengucapkan kata-kata tak bermakna yang lebih ke arah mantra. Nadanya mistis, cukup membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya berdiri. Sayangnya Max tidak berhenti sampai di situ, perlahan-lahan kepala mulai bergerak ke sana kemari, diikuti badannya yang juga bergetar tak terkendali. Persis! Max benar-benar terlihat seperti orang kehilangan akal.
“Lho, ini ritualnya sudah dimulai to, Bu?” bisik seorang bapak-bapak gendut berkumis pada istrinya yang duduk tepat di sebelah.
“Psssst ...!” desis Max. Matanya menatap si bapak dengan sangat tajam, peringatan tegas agar semua orang menjaga sikap. Di saat yang penting seperti ini, Max tidak akan membiarkan siapapun, termasuk clientnya sendiri, mengganggu konsentrasinya. Ia butuh keheningan, suasana yang sangat khusuk untuk mendukung pekerjaannya yang tidak pernah mudah.
Untungnya peringatan Max berhasil. Lihatlah semua orang yang duduk di hadapan Max! Mulutnya langsung terkunci rapat. Bagai anjing yang dipukul majikannya, sudah pasti bapak berkumis itu tidak berani untuk bersuara ataupun mengganggu Max untuk yang kedua kalinya. Bukan hanya Si Bapak, bahkan kedua wanita yang juga duduk manis bersamanya pun, sudah pasti tidak akan ada yang berniat mengusik konsentrasi Max lagi.
“Oooo … iya iyooo … iya iyooo .…”
Max kambali membisikkan mantra andalannya. Kepalanya kembali bergerak kesana kemari, juga tangannya yang perlahan mengeluarkan tarian-tarian tak lazim. Gerakannya benar-benar aneh, dan tak butuh waktu lama, pria itu kembali terhanyut dalam kegilaannya sendiri.
“Pett!”
S-sial, apa lagi ini?
Hampir saja ketiga tamu Max berteriak. Tak ada yang menyangka, ruangan yang tadi terang benderang, berubah jadi gelap menyeramkan. Seketika lampu berkedip-kedip, ditambah lagi aroma bunga melati yang mulai menusuk hidung.
“Brrrr, B-Bu, Pak, kok d-dingin sekali?” ujar perempuan muda yang memperkenalkan diri sebagai anak dari bapak berkumis dan istrinya. Jujur, dia tidak salah. Udara di ruangan ini memang berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Bukan hanya itu saja, bahkan meja di depan mulai bergoyang perlahan. Semuanya terasa kacau, bagai dilanda gempa bumi.
“Oh, t-tidak, apa yang sedang terjadi?” bisik si bapak pada anggota keluarganya. Matanya tak bisa lepas dari tingkah Max yang semakin gila, bak tarian tak terkontrol yang semakin lama semakin cepat.
“Wooo... UWOOO …,” teriakan Max menggema semakin lama semakin keras, hingga akhirnya, pada puncak kegilaan tertinggi ….
“DAK!” Max menggebrak meja, dan kegilaannya berhenti.
Kini, semua orang di ruangan bertanya-tanya dalam hati. Apa ritualnya sudah selesai? Atau jangan-jangan ….
“Hmmmm …,” gumam Max perlahan. Serak dan menakutkan. Matanya mulai terbuka hingga membuat semua orang di ruangan terkejut setengah mati. Lihatlah bapak gendut berkumis yang tadi sempat mengganggunya, pantatnya sampai melompat dari tempat duduk saat melihat mata Max berubah jadi putih seutuhnya.
“Hmmmm,” geram Max lebih keras, layaknya binatang buas yang siap menangkap mangsa.
“P-Pak …? B-Bagaimana ini?” tegur ibu sambil menggenggam tangan bapak. “A-aku takut! A-apa … sebaiknya k-kita … p-pulang aja?” tanyanya terbata-bata. Tidak hanya mulutnya, tangan juga badannya juga sudah mulai dingin bahkan mulai ikut gemetar.
“I-iya, Pak. N-Nita setuju dengan Ibu. Kita k-keluar aja,” sahut anak perempuan mereka. Wajar, siapa yang tidak ngeri berhadapan dengan seseorang yang bermain-main dengan makhluk dari dunia lain? Mana suasana di ruangan ini, mulai dari ornamen pajangan di tembok, hingga patung-patung kuno yang berjejer di sudut sana, semuanya terlihat benar-benar … horor.