Max bahagia.
Lihatlah senyuman lebar yang tergantung di pipinya, menandakan bila hatinya sedang bergembira. Setelah semua tamu-tamunya pulang, kini saatnya menghitung semua ‘cuan’ yang dikumpulkan sejak pagi. Untuk pria dengan prinsip ‘sederhana’ sepertinya, menghitung uang di malam hari adalah hiburan tersendiri.
Oh, senangnya.
Lelah memang, namun uang yang dihasilkannya hari ini mencapai target. Jumlah yang cukup, setidaknya Max tidak perlu terlalu pusing dengan urusan finansial untuk satu bulan ke depan.
“Wuih, kayanya ada yang happy banget, Bos,” sahut seorang pria yang keluar dari ruangan sebelah. Wajahnya ikut berbunga-bunga saat melihat sahabatnya menghitung setiap lembar uang hasil jerih payah mereka.
Tentu saja menipu bukan pekerjaan mudah, untuk lebih meyakinkan client-clientnya, Max butuh sedikit bantuan. Bono adalah sahabat Max sejak SMA, dia yang selalu bisa dipercaya untuk melakukan tugas-tugas rahasia. Mutualisme, begitulah Max mendeskripsikan hubungannya dengan Bono. Simbiosis yang sama-sama saling menguntungkan.
Lain dengan Max, pekerjaan Bono tidak terlampau sulit. Ia hanya melakukan segala sesuatu sesuai ‘ Standar Operasional Prosedur’ yang diberikan Max. Lampu yang tiba-tiba berkedip, aroma bunga melati yang menusuk hidung, bahkan udara yang tiba-tiba berubah jadi dingin, itu adalah pekerjaan utamanya.
Mudah bukan? Bono cukup duduk manis di ruang kontrol, memantau situasi dari kamera CCTV, lalu menekan tombol yang benar di saat yang tepat, lalu sisanya biar Max yang kerjakan.
“Yoi,” sahut Max dengan riang gembira. Ia segera mengambil satu lempit uang kertas dari tangannya, menghitung setiap lembar dengan seksama, dan memberikannya pada sahabatnya.
“Gimana Bro? Pastinya ikut Happy juga dong?”
“Pas! Seperti biasa, selalu senang bekerja sama denganmu, Maxy,” jawab Bono seraya mengambil uang yang diberikan Max. Percayalah, senyumnya langsung tersungging setelah merasakan betapa tebal gajinya hari ini. “Jujur, kaget banget waktu Si Ibu nanya tentang resep mie ayam. Untung, lo bisa jawab, Bro,” lanjut Bono.
“Tentu! Riset, Bro! Riset! Berapa kali harus gue bilang, mengenal client kita itu penting! Harus detaill sampai ke hal-hal kecil. Ya, semoga saja resep mie ayam yang gue baca dari Mbah Google, sesuai dengan resep rahasia ala keluarga, ya tapi … kalau pun tidak … ga peduli juga sih.”
“Hahaha, Maxy, Maxy, Maxy, kamu memang juara!” sahut Bono sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Harus diakui, untuk urusan riset dan ‘mengenal’ client, Maximus memang jagonya.”
“Tentu. Itu bukan perkara sulit. Agak sedikit beruntung, karena beberapa video Si Kakek masih ada di sosial media cucunya. Ya, setidaknya gue jadi tahu cara dan logat bicaranya, juga cara manggil mantunya dengan sebutan ‘Buntelan Kentut’.”
“Mantab Maxy, ya, kuakui kamu memang terbaik! Um, ngomong- ngomong, Bro? Malam ini ada acara? Ikut yuk! Biasa, anak-anak ngajak hang out.”
“Nah, titip salam aja. Cape, mau pulang, terus tidur sampai pagi.”
“Ya sudah kalau begitu. Sampai besok, Bro.”
“Bye, have fun!”
Max memandang Bono hingga sosoknya hilang dari pandangan. Akhirnya selesai sudah kegiatan hari ini, dan Max perlu bersiap untuk pekerjaan lain di esok hari. Hari baru, client baru, yang itu berarti ia harus mengumpulkan informasi yang baru pula. Hari ini clientnya hanya pemilik kios mie ayam, tapi untuk yang berikutnya, profilnya cukup menarik.
“Konglomerat dari Grup Tekhwa,” bisiknya saat membaca profil siapa client baru yang menghubungi karena berminat menyewa jasanya.
Jujur, pekerjaannya kali ini sangat beresiko. Berhadapan dengan client spesial, membutuhkan konsentrasi yang luar biasa pula. Jika Max berhasil, maka uang dan kesuksesan akan menunggunya, namun bila gagal, maka habislah dia. Konglomerat tidak akan mentolerir siapapun yang menipu mereka. Habis, jika ketahuan, Max akan benar-benar habis.”
“Hmmm, Apa sebaiknya ditolak saja?”
Ingin rasanya Max menyerah dan menghindar dari kasus ini, sialnya … uang muka yang dijanjikan, sulit untuk ditampik. Nominal dengan banyak digit, tidak mungkin bisa ditolak penganut sistem materialistik. Konglomerat tidak akan segan bayar mahal, bila pelayanan memuaskan. Uang bukan masalah bagi mereka, belum lagi promosi cuma-cuma di kalangan kelas atas bila berhasil. Sialnya resikonya juga berbanding lurus dengan imbalan. Max harus riset lebih dalam, bukan hanya untuk mengenal siapa arwah yang akan mereka panggil, tapi juga menebak kira-kira apa yang akan mereka bicarakan padanya.
“Tok, tok, tok.”
Aish, apa lagi ini?