Then Here I Am

El⁷
Chapter #2

BAB - 2

Audri merasakan kejanggalan pada rumahnya pagi ini.

Biasanya pukul setengah tujuh seperti ini, suara televisi sudah memenuhi ruang tengah bersahutan dengan teriakan mama yang menyuruh Keira untuk cepat berangkat sekolah.

Ya … walaupun menyebalkan, sisi keibuan pada diri mama tak lantas hilang begitu saja.

Audri bangkit dari tidurnya, menyambar handuk yang tergantung di dekat jendela. Dirinya harus cepat bersiap, kalau tidak ingin menjadi bulan-bulanan Pak Saptono di kelas nanti.

Dosen mata kuliah statistika itu senang sekali mem-bully mahasiswanya yang datang terlambat dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup membuat keringat dingin bercucuran.

Audri menyernyit ketika dirinya keluar kamar dan mendapati ruang tengah kosong. Masa sih remote tv itu rusak betulan? Audri menggedikkan bahu. Tanpa mau berpikir lebih panjang lagi, Audri bergegas menuju kamar mandi.

Tiga puluh menit kemudian, Audri sudah berada di halaman dengan totebag tersampir di bahu kanannya. Dia tengah menunggu ojol yang dipesannya. Audri termenung memikiran kejanggalan yang dia rasakan dari pagi.

Keira tentu saja sudah berangkat sekolah, tapi dimana mama?

Sejak kejadian kemarin, dirinya memang terlibat perang dingin dengan mama, tapi biasanya mamanya tetap akan terlihat sepanjang hari walaupun mengabaikan eksistensinya di rumah

“Mbak, mau berangkat nggak nih?”

Audri terkesiap melihat bapak ojol yang ternyata sudah berada di dekatnya.

“Eh … iya, Pak.” Audri menyambar helm yang diangsurkan bapak ojol itu, sedangkan bapak ojol tertawa kecil.

“Jangan lupa dikancing helm-nya, Mbak. Takut terbang ke bawa angin.”

Audri balas tertawa kecil. “Iya, pak. Siap.”

“Mbaknya lagi banyak pikiran ya? Dari pas saya sampai, mbaknya bengong aja di pinggir jalan. Padahal udah saya panggil beberapa kali.”

“Eh, masa pak?” balas Audri sambil naik ke boncengan bapak ojol.

“Iya, Mbak. Untung aja yang datang saya, coba kalo orang jahat, pasti udah diculik.”

Audri terkekeh. “Mana ada yang mau nyulik saya, Pak. Saya makannya banyak.”

Lho, iya to? Ya, kalau saya jadi penculiknya saya juga pikir-pikir lagi kalau mau nyulik mbaknya.”

Kini Audri benar-benar tertawa. Sedang bapak ojol mulai melajukan motornya membelah jalanan.

Sepanjang perjalanan itu pula dirinya banyak bercakap-cakap dengan bapak ojol yang ramah itu.

Kadang hal-hal kecil terasa begitu lucu. Bagaimana mungkin orang asing seperti bapak ojol terasa seperti sudah dekat puluhan tahun, sedang keluarga malah seperti orang asing yang bahkan tidak pernah bersapa sama sekali?

Audri mengenyahkan pikiran yang menyelinap itu, sembari terus mendengarkan cerita bapak ojol yang bercerita tentang dirinya yang baru saja mendapat makanan gratis dari salah satu pelanggannya.

***

“Ayolah, Dri. Beli. Tinggal dikit, ayo jadi penglaris gue lah.”

Audri menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat Ema-teman satu jurusanya, yang menatapnya dengan wajah memelas sambil menyodorkan dagangannya.

Kelas terakhir yang harus Audri ikuti telah berakhir lima belas menit yang lalu. Dia sengaja keluar belakangan karena masih sibuk membahas tempat dengan anggota kelompoknya yang hari ini berjanji untuk berkumpul mengerjakan tugas.

Sialnya, saat keluar dia harus berpapasan dengan Ema yang tengah berkeliling menawarkan barang dagangannya.

Lihat selengkapnya