There You Are in My Book

Tamagohanniku
Chapter #2

Seperti serat jagung di sela gigi, benar-benar tidak nyaman.

Marelien pernah mengalami hal mendebarkan dari pada sekarang, yaitu ketika guru Sekolah Dasar menyuruhnya menyanyi tanpa persiapan sambil memainkan gitar. Dia berhasil menyanyi tanpa kencing di celana, tapi gitarnya tidak dipetik sama sekali. Keadaan saat itu mirip seperti sekarang, mirip tapi berbeda. Bedanya dia mengalami mulas dan mual disamping Kanara, persamaannya dia berdebar tak karuan. Kanara diam saja, jadi Marelien tak ada pilihan selain diam juga. 

Dulu mereka sering mengobrol. Sanking seringnya, Kyoko jadi kesal karena merasa diabaikan. Kalau diingat lagi, bagaimana bisa, ya dia menyukai pria ini. Ah, mungkin karena senyumnya yang ramah. Oh matanya, dia jatuh cinta pada mata itu. Kanara adalah pria baik, walau dia terkadang cuek dan banyak diam, tetap saja dia baik. Kanara adalah tipe orang yang mau mengobrol dengan seseorang walau baru dikenalnya. Seperti dulu. Seperti saat pertama kali dia kenal dengan Marelien. Berasal dari Indonesia dan daerah yang sama, sama-sama mempunyai hobi membaca dan menonton film. Ternyata, dia jatuh cinta pada semua hal di lelaki ini. 

Marelien membiarkan Kanara berjalan di depannya, setelah beberapa langkah Marelien mengikuti langkah Kanara dari belakang, menyamakan kaki. Seperti anak itik. Dia senang dengan pemikiran ini, karena sesungguhnya walau dia tidak bisa berjalan di samping Kanara, setidaknya dia bisa terus berjalan di belakang, menatap punggung lelaki itu, melihat jejak langkah atau bayangannya yang panjang. Dia mungkin tidak bisa memiliki Kanara, tapi dia bisa menghibur diri dengan cara seperti ini. 

POK! “Aduh!” Marelien memegang dahinya yang dipukul tadi, melihat Kanara berdiri menghadapnya sudah berhenti berjalan. “Apa?”

“Kamu ini ngapain?”

Marelien membalik Kanara “Abaikan saja aku. Sudah, jalan lagi sana” 

Kanara berjalan lagi. Marelien seperti terkena setrum 1000 watt, bibirnya bergetar dadanya berdentum-dentum. Perlakuan apa tadi itu, pikirnya dengan muka sudah memerah. 

“Gimana novelnya, Tama?” Kanara memanggil nama depan Tamagohaniku. Telur nasi daging, Kyoko bilang nama ini norak sekali. 

“Buntu” Gumam Marelien. 

“Sudah menentukan Ending?”

“Belum.”

Happy Ending lagi?”

Happy Ending. Dia belum tahu kemana arah penyelesaian konflik nanti. Apakah nanti dia juga memakai segala perasaannya pada Kanara untuk novel lagi, atau mengakhiri kisahnya sebagai tokoh menyedihkan mengharapkan cinta. Dia memang menggunakan seluruh cerita hidupnya di dalam novel. Segala hal yang di alami bersama seseorang yang disukainya. Dan itu berhasil, ia berhasil membuat pembaca senang dengan tokoh-tokohnya. Banyak pembaca yang mengirim Pesan bertanya apakah segala kisah di dalam buku adalah benar-benar kisah nyata. 

Kalau boleh dia menjawab jujur, ya itu kisah nyata, tapi bukan pada pengakhiran cerita. Dia menghayalkan kisah bahagia, walau sebenarnya bukan. Nyatanya, lelaki yang sekarang sedang berjalan di depannya ini bukan miliknya. Dia hanya menggambarkan bahagia dalam bukunya, menggambarkan bahwa lelaki ini adalah miliknya di dalam buku. Dia menciptakan kebahagiaan dari tulisan walau kisah sebenarnya bukan seperti itu. Dia menghibur diri dengan itu semua, dari sakitnya patah hati dan pengharapan cinta selama bertahun-tahun. 

“Mungkin” Jawabnya setelah lama diam. “Belum tahu juga”.

Sama seperti dia belum tahu bagaimana perasaan Kanara padanya. Apakah bila nanti dia mengungkapkan perasaan, mereka akan baik-baik saja, atau malah berjalan semakin menjauh mengalahkan jarak mereka sekarang, jarak dua meter ini. walau begitu, tetap saja perasaannya hanya sebelah, hanya dia yang merasakan suka. 

Itu 'kan menurutmu, belum tahu menurut Kanara bagaimana, kan?

Kata-kata Kyoko mengiang di telinganya. Dia melihat punggung kanara, haruskah dikatakan sekarang? Lalu kalimat apa yang pertama dia katakan? Marelien berhenti berjalan, melihat segala hal dari Kanara, apa yang menyebabkannya menyukai pria itu. 

Kanara berbalik, memandang bingung “Elin? Kenapa berhenti?” Melihat ke toko tepat di mana Marelien berdiri “kamu mau beli sesuatu?”

Marelien tersenyum sedih. Ternyata begitu, bukan hanya mata, senyum atau sikap. Dia menyukai segala hal dari pria ini; suara, caranya bertanya, langkahnya, bayangannya, dia menyukai semuanya. 

“Elin?”

“Berdiri di sana” kata Marelien ketika Kanara maju mendekat. “disana saja, sebentar”

Kanara melihat sekitar, jalan di gang ini memang tidak ramai, tapi tetap saja, semua mata tertuju pada mereka “Di sini rame, lho, nanti kita ditabrak” Saat Marelien tidak menjawabnya, Kanara terdiam berubah serius. Marelien memandang mata itu. 

“Aku senang bisa mengenalmu” Suaranya serak, dia berharap suaranya menghilang saja sekalian. Tapi kalau menghilang, Bagaimana Kanara bisa tahu perasaannya. “Aku senang bisa mengenalmu” Ulangnya dengan mantap.

“Aku juga... aku juga.” Jawab Kanara pelan. “aku juga senang”

“Aku senang kamu mau mengobrol denganku”

“Aku juga”

“Kanara” Aku menyukaimu. Katanya dalam hati. Kanara diam saja, Marelien meremas tangannya “aku menyukaimu” Gumamnya.

“Aku tidak dengar”

Marelien menelan ludah, menarik nafas “Aku—“ 

“Kanara!” Panggil seseorang “loh? Elin?” 

Marelien berbalik mencari asal suara tersebut. Betapa terkejutnya dia, Salbia sedang berjalan ke arah mereka berdua sambil menenteng tas belanjaan. Marelien menelan segala keberanian dan menginjak-injak harapan ketika melihat Salbia tersenyum kearahnya. 

“Kalian ngapain?”

“Ah, jumpa dijalan. Mau pulang” Jawab Marelien cepat. Mengabaikan tatapan Kanara padanya. “Apa itu?” 

Lihat selengkapnya