Theresia

Be. One
Chapter #1

#1 Prolog

Pukul 19.48, hujan deras membungkus. Tetesan air berirama di atap-atap. Udara terasa lembab. Kaca jendela dan lantai teras berembun. Angin sesekali bertiup lembuat. Membuat orang-orang terpaksa harus merapatkan jaketnya. Tak membiarkan tubuhnya terasa lebih dingin. Sementara sebuah kereta baru saja berhenti di stasiun Sanford Florida ini. Setelah sebelumnya sempat singgah di stasiun Winter Haven. Melakukan perjalanan hingga berjam-jam. Mengantarkan penumpang ke tempat tujuan masing-masing. Pintu kereta terbuka. Beberapa orang keluar dari masing-masing gerbong. Terseok melangkah membawa barang-barang dan tas besar. 

Seorang gadis cantik berjilbab ungu yang duduk di salah satu kursi panjang peron itu menutup Al Qur'an kecilnya setelah kereta benar-benar berhenti. Kemudian memerhatikan sekitar. Ia belum juga beranjak. Meski ia benar-benar tahu jika sudah tiba waktunya untuk masuk ke dalam kereta. Namun ia masih menunggu di peron. Ada seseorang yang harus ia temui sebelum ia meninggalkan kota ini. Sarah mulai gelisah ketika petugas mengumumkan persiapan bagi penumpang berikutnya. Sekali lagi matanya mengedar, memerhatikan ke lorong di kanan dan kirinya. Mencari-cari sosok yang ia tunggu sejak tadi. Lantas ia menghela nafas, menekuk kepalanya. Masih belum ada tanda-tanda kedatangannya.

Waktu masih tersisa 4 menit sebelum kereta berangkat. Seseorang yang ia tunggu belum juga terlihat. Sebenarnya tak masalah jika pun orang itu tidak datang. Karena sebenarnya, orang yang ditunggu Sarah-lah yang menginginkan pertemuan ini. Namun, rasa-rasanya Sarah akan merasa bersalah jika tak menemuinya. Orang yang di tunggunya benar-benar berharap kepadanya.

Akhirnya ia memutuskan untuk beranjak. Waktu sudah hampir habis. Peron di padati para penumpang berikutnya. Berdesakkan masuk ke dalam gerbong. Sambil membawa tas dan beberapa barang yang dibawa, mereka terlihat terburu-buru. Sarah ikut berbaur dengan para penumpang lainnya, membantu membawakan tas nenek-nenek yang kepayahan membawa beban berat.

"Terimakasih, nak. Sudah berbaik hati membantu nenek." Nenek itu tersenyum.

Sarah ikut tersenyum. Mengangguk dan kemudian menggeser tubuhnya dari muka pintu, memberi jalan bagi penumpang lain. Tampaknya ia masih saja menunggu. Terlihat dari wajahnya yang berubah semakin gelisah. Namun bagaimana lagi, kereta sudah dinyalakan. Mesin lokomotif menderu, siap untuk di pacu. Kapten masinis memper erat topinya, memasang wajah berwibawa, menekan beberapa tombol dan menarik tuas. Kereta sudah benar-benar siap.

Sarah menjajakan satu kakinya ke dalam gerbong kereta. Seiring dengan itu, tangan seseorang menyentuh bahu dan menariknya ke belakang. Membuat Sarah harus keluar gerbong lagi.

Lihat selengkapnya