Hari beranjak malam. Daniel dan Hudan meminta Max untuk menepi di SPBU. Mereka berdua harus mengerjakan sholat Magrib. Dan Max juga harus mengisi bahan bakar. Perjalanan masih sekitar 1 jam lagi. Perjalanan yang cukup lama.
Turun dari mobil, kedua pemuda itu mencari tempat yang bisa mereka gunakan untuk beribadah. Daniel bertanya kepada petugas kebersihan. Ia bilang, ada tempat yang cukup untuk mereka gunakan di belakang minimarket. Hudan dan Daniel segera menuju tempat itu, bilang terimakasih. Sementara Max mengisi bahan bakar.
****
Malam itu, hujan turun. Daniel bilang kepada Max agar tetap di sini. Setidaknya untuk beberapa saat lagi. Ia masih memesan makanan. Perutnya lapar. Max tak keberatan. Ia malah bilang terimakasih karena Daniel bersikap lembut meski banyak hal yang seharusnya membuat Daniel dan Hudan marah kepadanya. Mereka berdua duduk di bawah jendela kaca besar kafe yang tersedia di SPBU ini. Sambil menikmati rinai hujan di luar.
Hudan meletakkan beberapa bungkus makanan ringan di meja kasir. Wanita pelayan kasir berseragam merah itu cekatan menghitung semua belanjaan Hudan. Jemari putih lentiknya menari-nari di atas mesin penghitung harga.
"Apakah bisa bayar dengan dolar?" Hudan bertanya, sambil melihat isi dompetnya yang hanya ada uang dolar.
Penjaga kasir itu tersenyum, "iya, tak masalah."
Lepas selesai menghitung, wanita penjaga kasir itu menyerahkan belanjaan serta bon yang harus dibayar. "Semuanya 13 dolar."
Hudan menyerahkan dua lembar 10 dolar. Yang artinya, kasir harus mengembalikan uang kembalian Hudan 7 dolar. Namun, ketika ia menarik dua lembar dari dompetnya, sebuah foto ikut bersama dua lembar itu. Terjatuh di atas meja kasir.
Wanita penjaga kasir menerima uang dan juga melihat foto di atas meja kasir. Dahinya berkerut. Sebentar memerhatikan.
"Foto pacar anda terjatuh?" Ia tersenyum sambil menyerahkan uang kembalian.
Seorang gadis cantik berhijab ungu itu terlihat jelas dalam foto.
Hudan tak segera mengambilnya. "Bukan. Ia temanku. Dan sekarang aku tak pernah melihatnya lagi. Bahkan orang tuanya tak pernah melihatnya lagi."
"I am Sorry.. aku tak bermaksud membuat anda teringat dengan orang yang sudah meninggal." Wanita itu terlihat kecewa dengan pertanyaannya.
Hudan tersenyum. "Dia belum meninggal. Namanya Sarah. Saya orang Indonesia. Dan saya datang ke Meksiko bertujuan untuk mencari keberadaannya. Dia memutuskan los kontak dengan keluarga di Indonesia sejak dua tahun lalu. Itu membuat kedua orang tuanya khawatir. Kabar terakhir, katanya ia berada di kota ini."
"Boleh aku lihat fotonya tadi? Mungkin aku pernah melihatnya." Wanita penjaga kasir berparas cantik itu sekali lagi ramah tersenyum. Manis sekali.
Hudan segera menyerahkan foto di tangannya. Boleh jadi ini akan menjadi sebuah petunjuk.
Sebenarnya, sejak ia tiba bahkan sebelum ke Meksiko, Hudan tak pernah bilang ke Daniel tentang maksud tujuannya. Ia tak enak kepada Daniel. Mungkin jika Daniel tahu tujuannya, Hudan berfikiran akan mengganggu liburan kawannya itu. Tentu Daniel akan membantu sekuat tenaga untuk menemukan wanita itu. Dan tentu itu akan membuatnya melupakan liburannya. Hudan tak ingin itu terjadi. Ia tak mau merepotkan.
Sementara di luar, sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti persisi di depan minimarket. Seorang pria berbadan tinggi besar tergesa masuk ke minimarket. Terus berjalan ke arah kasir. Tanpa di sangka, tangan kirinya mengeluarkan pistol dari balik jaketnya. Sontak membuat semuanya terkejut dan panik, berlari dan sembunyi.
"Keluarkan semua uang dalam mesin itu jika kau sayang kepalamu!!" Pria itu mengacungkan pistol ke arah kepala wanita penjaga kasir. Persis di sebelah tempat berdiri Hudan.
Semua orang hanya bisa melihat dari kejauhan. Termasuk orang-orang di luar mini market. Pria itu bersenjata. Dan tak segan-segan akan menarik pelatuk pistolnya jika ada yang bergerak. Dari gurat wajahnya memang dia tak sedang main-main.
Takut-takut wanita itu mengeluarkan semua uang dalam laci mesin penghitung uang. Tangannya gemetar. Wajahnya cemas.
"Cepatlah!!!" Suara Pria itu menggantung di langit-langit. Tak ada satu pun yang berani berbicara.
Setalah semua uang dikeluarkan, wanita itu menyodorkan tumpukan uang kepada Pria bersenjata. Menaruhnya di atas meja kasir. Pria itu segera membuka kantung kainya, memasukkan uang-uang itu ke dalam kantung.
Sementara Dari luar belum ada tanda-tanda pertolongan. Satpam atau pihak securyti belum juga terlihat. Entah mereka pergi kemana. Malam ini, seperti tak ada siapapun.
Hudan melirik ke Pria bersenjata di sebelahnya, mulai berhitung. Ia sedang asyik memasukkan uang-uang ke dalam kantung. Tak sabaran, bahkan beberapa lembar terjatuh. Saat itulah, saat pria itu lengah, berusaha mengambil lembar uang yang jatuh, dengan gesit Hudan menggeser kaki kanannya, seraya menangkap pergelangan tangan pria bersenjata. Memutar dan sekuat-kuatnya ia menendang kepala pria bersenjata tersebut. Membuat tubuh tinggi besar pria itu berdebam.
Pistol terlepas. Seseorang di belakang mengambilnya, segera mengacungkan pistol ke arah pria yang terjatuh di atas tumpukan kardus.
"Berdirilah dan angkat tanganmu!" Dengan lantang pria yang mengambil alih pistol menyuruh perampok itu agar menyerah, mengangkat tangan.
Tak butuh waktu lama, dua polisi datang tak lama setelah itu. Segera meringkuk pria perampok, membawanya ke mobil. Menyisakan wajah lega orang-orang di sekitar.
"Terimakasih.." ucap wanita penjaga kasir itu kepada Hudan, sambil memperbaiki anak rambutnya yang berantakan.
"Apa hal semisal tadi sering terjadi?" Hudan merapikan bajunya.
Kejadian ini terjadi begitu cepat. Bahkan setelah sudah selesai pun seakan masih belum seutuhnya percaya.
"Lumayan sering. Tapi biasanya mudah di tangani. Karena banyak security-nya. Mungkin karena hujan, mereka tak masuk kerja."
"Oh begitu.." Hudan kambali menunjuk foto. "bagaimana dengan wanita dalam foto tadi? Apa kau pernah melihatnya?" Hudan seperti tak tertarik dengan hal yang baru saja terjadi. Ia malah teringat dengan foto.
"Sekitar beberapa hari yang lalu, aku melihatnya berbelanja disini. Aku sangat ingat karena hanya dia yang kutemui, wanita dengan krudung. Ia juga bertanya apakah ada tempat untuk mengerjakan ibadah disini. Dan karena tak ada tempat lagi, aku memberinya tempat di gudang."