Theresia

Be. One
Chapter #5

Bab 4 Penjaga kasir itu bernama Maria

Gadis itu menerima pesanannya. Dua kebab daging dari restoran Turki langganannya. Itu makanan favorit semenjak dua tahun terakhir. Ketika baru pindah dari Houston, Texas. Demi pekerjaannya, ia rela pindah ke kota ini. Bagaimana pun, posisinya sekarang adalah sebagai tulang punggung dari kakak laki-lakinya yang sudah tak bisa bekerja lagi. Kaki sebelah kirinya harus diamputasi karena sebuah peristiwa 4 tahun silam.

Pelayan kasir tersenyum setelah menyerahkan kantung plastik berisi dua kebab daging. Gadis cantik dengan sragam minimarket itu membalas senyum, segara berlalu. Keluar restoran, belok kanan dan menuju apartemennya yang tak jauh dari restoran ini. 

Ia asing dengan penjaga kasir restoran Turki itu hari ini. Baru pertama kali melihatnya. Biasanya yang menjaga di kasir adalah kawannya, Zaenab. Perempuan kelahiran Turki. Karena berlangganan, dengan sendirinya mereka berdua akrab melalu potongan-potongan kalimat sebagai penjual dan pembeli. Zaenab adalah muslim yang menyenangkan. Usianya sudah tak muda lagi. Ketika Maria pernah berkunjung ke rumahnya, ternyata ia sudah punya dua anak. Dan hari ini dia tak masuk. Padahal, Maria berharap akan bisa bercerita tentang kejadian yang baru ia alami di minimarket beberapa jam lalu. Pasti Zaenab akan sangat antusias.

Maria tetap menyebrang jalan meski masih hujan. Bagaimana pun, ia harus segera tiba di apartemen. Kakaknya pasti sudah menunggunya. Lebih lagi ia pasti khawatir jika kejadian di minimarket beberapa jam lalu sudah diberitakan di TV. Kakaknya tak pernah lepas dari TV sepanjang hari. Itu adalah aktivitas yang bisa ia lakukan semenjak kehilangan kaki kirinya.

Tiba di partemen, Maria mengetuk pintu. Lantas, ia akan menunggu untuk beberapa saat. Sampai kakaknya membukakan pintu. Ia mafhum tentang kondisi kakaknya yang berkursi roda.

Mendengar itu, Lio segera bergegas memutar roda kursi, menuju pintu masuk. Sambil tersenyum, laki-laki berusia 29 itu membukakan pintu. Sepanjang hari, waktu ini lah yang paling dinanti-nanti. Adik perempuannya yang baik hati itu adalah hal paling berharga yang ia punya saat ini. Bahkan, suatu hari, sempat terlintas dalam fikiranya. Bagaimana jika nanti Maria sudah menikah? Dan tak akan ada lagi banyak waktu bersamanya? Pastilah dunianya seperti tanpa cahaya. Gelap tanpa canda tawa lagi. Tapi, Lio segera menepis hal itu. Bagaimana pun, ia tak harus seegois ini. Ia juga harus bisa bahagia ketika melihat adiknya bahagia. Itu hal yang terus menjadi bahan fikiranya sepanjang hari.

"Maafkan Maria." Gadis cantik berambut lurus itu tersenyum. Bajunya basah kuyup.

"Astaga! Kenapa kau memaksakan pulang jika masih hujan. Seharusnya kau tunggu sampai hujan reda." Lio segera menarik lengan Maria masuk ke dalam.

"Tak apa, kak. Hanya baju basah." Maria mendorong kursi roda kakaknya.

"Bagaimana jika nanti kamu sakit? Kau lihat sendirikan, kondisiku seperti ini. Bagaimana caranya aku bisa turun dari apartemen untuk membeli obat di apotek?" Entah mengapa, air mata lelaki itu mengalir.

Lihat selengkapnya