Hujan masih deras. Sudah hampir jam 11. Mereka berdua terus berlari menyusuri trotoar. Kaki Maria yang belum seutuhnya sembuh, membuat pergerakan mereka berdua sedikit terhambat. Dan mereka harus terus berlari di bawah hujan deras. Mereka tak tahu harus berlari ke arah mana. Yang jelas, Hudan harus membawa Maria jauh dari jangkauan orang-orang itu. Ingin sebenarnya menghubungi Daniel, namun ia baru sadar jika ponselnya tertinggal. Maria pun tak membawa ponsel.
15 menit berlari, mereka tiba di pertokoan yang berbaris sejauh mata memandang. Mereka memutuskan untuk berhenti di salah satu toko yang masih buka. Siapa tau mereka akan menemukan tempat bersembunyi.
Sebuah toko butik sederhana. Menjual beberapa macam pakaian pria wanita itu menyita perhatian mereka berdua. Karena memang hanya toko itu yang masih buka. Maria melihat tulisan OPEN tergantung di pintu toko. Di sebelah manakin usang.
"Toko anda masih buka?" Maria bertanya.
Seorang wanita tampak berjalan menuju pintu, menghampiri mereka berdua. Usianya sudah lebih dari 60. Tatapan matanya seperti tak menyangka dengan apa yang sedang ia lihat. Sudah sekian lama, akhirnya ada dua orang yang mau datang dan akan membeli baju di tokonya.
"Silahkan, dengan senang hati." Wanita itu tersenyum lebar. Ini sebuah anugerah baginya.
Akhirnya mereka berdua masuk ke dalam toko itu. Hujan sudah mereda. Jam sudah lewat tengah malam. Hudan dan Maria sudah berganti pakaian. Mereka membeli sepasang baju dan langsung memakainya. Tak mungkin mereka terus mengenakan pakaiannya yang basah kuyup itu. Atau akan kedinginan sepanjang malam.
Mereka memutuskan untuk sejenak tetap di dalam toko. Hingga beberapa saat. Sementara wanita itu menyalakan api di perapiannya. Mereka sempat terheran. Bagaimana dalam toko butik terdapat perapian? Mungkin hanya toko ini yang memiliki perapian.
Hudan dan Maria duduk di sofa kayu. Sling berjauhan. Wanita pemilik toko tak keberatan jika mereka singgah sebentar. Dan ini sangat menguntungkan bagi mereka berdua. Selain mereka bisa beristirahat, mereka juga aman dari kejaran Bruc.
"Terimakasih sudah mau berkunjung ke toko sederhanaku ini." Wanita itu duduk di kursi kayu, dekat perapian. Wajahnya tertimpa terang cahaya dari perapian.
"Sudah hampir satu tahun terakhir, toko ini tak pernah sekalipun didatangi pembeli." Wanita itu melanjutkan ceritanya.
Suasana lengang sesaat. Dahi Maria berkerut.
"Kenapa hal itu bisa terjadi?" Maria bertanya. Cerita wanita itu sungguh sangat lain dari yang lainnya.
Hudan hanya sesekali melihat ke arah wanita itu. Ia lebih sering memerhatikan ke luar kaca pintu toko. Berjaga-jaga jika orang-orang Bruc datang lagi. Namun ia tetap mendengar apa yang wanita itu katakan.
"Entahlah, sejak kematian putriku setahun yang lalu. Toko ini kehilangan pelanggan. Sebenarnya, putrikulah yang mendirikan toko ini. Ia berusaha keras dan akhirnya mendapatkan jumlah pelanggan yang cukup fantastis. Semua pelanggan terpuaskan dengan apa yang putriku jual. Bahkan mereka akan datang dan datang lagi di lain waktu. Itu pencapaian tertinggi selama toko ini berdiri. Termasuk fasilitas yang ada di sini, perapian, kursi duduk dan beberapa fasilitas yang lainnya adalah ide putriku. Ia benar-benar memerhatikan apa yang dibutuhkan para pelanggan. Hingga akhirnya hal itu terjadi." Wanita itu menghentikan ceritanya, menoleh ke arah halam depan toko ini. Tampak guratan wajah yang bersedih.
"Sebuah insiden terjadi di toko ini. Sejumlah buronan bersembunyi di toko. Polisi mengepung toko, namun putriku menjadi sandera. Dan saat buronan itu terdesak oleh kepungan polisi, akhirnya ia memutuskan menembak putriku dan mengakhiri hidupnya setelah itu."
"I am Sorry.., anda tak perlu ceritakan kejadian itu jika anda tak merasa baik." Maria tak enak hati.
"Tak apa, ini adalah sebagian wasit putriku. Ia bilang, jika masih ada pelanggan yang datang, ceritakanlah kejadian ini. Dan saat ini lah waktu yang tepat menceritakan kisah itu. Karena, setelah kematian putriku, baru kalian berdua yang singgah di sini." Wanita itu memperbaiki posisi duduk.
Sebuah mobil bak tua bermerek Chevrolet berhenti di depan toko. Seseorang keluar dari mobil, berjalan menuju toko. Hudan terlihat bersiap. Berjaga-jaga jika anak buah Bruc yang datang.
Seorang pria berbadan sedikit gemuk membuka pintu toko. Terdengar suara gemertak lembut dari pintu kaca. Hudan bersiap, Maria mendekat ke Hudan.
"Tak perlu khawatir nak. Itu suamiku. O iya, kami minta maaf yang sebesar-besarnya. Kami harus pulang. Dan toko harus kami tutup." Wanita itu mengemas barang-barang yang akan dibawa pulang. Sementara suaminya masih menyimak dua orang di depan perapian itu.
"Mereka pelanggan?" Pria itu bertanya kepada istrinya.
"Mereka belum menjadi pelanggan. Hanya kebetulan saja membeli pakaian di toko ini." Tangannya lincah memasukkan barang-barang ke tas.
Pria itu mengagguk. "Terimakasih"
Sudah hampir jam satu malam. Dan toko ini baru akan ditutup. Memang pemilik toko ini sudah terbiasa tutup hingga lewat tengah malam. Sepanjang itu, mereka berharap, ketika tak ada lagi toko yang buka, orang-orang yang berlalu-lalang di tengah malam akan melihat dan membeli di toko mereka. Namun itu hanya sebuah harapan. Yang nyatanya sama sekali tidak sesuai dengan harapan. Sampai pagi tiba pun, tetap tak ada yang singgah. Hanya mereka berdua.
Hudan dan Maria harus keluar dari toko. Membawa kantung plastik berisi pakaian basah mereka. Sebelumnya, Hudan sempat ingin meminjam ponsel wanita pemilik toko. Untuk menghubungi Daniel. Namun mereka berdua tak punya. Dan akhirnya, mereka kembali berjalan setelah mobil bak tua bermerek Chevrolet itu perlahan menjauh dari toko. Melesat membelah jalan malam di kota ini.
"Apa kau punya rencana lain?" Maria bertanya.
Mereka berjalan menyusuri jalanan kota. Berharap ada taxi yang bisa mereka tumpangi. Atau kendaraan apapun yang bersedia memberi tumpangan. Sayangnya hari sudah lewat tengah malam, sudah tak banyak kendaraan yang lewat. Hanya sesekali. Itu pun tak pernah berhenti ketika mereka mengacungkan tangan, sebuah kode ingin menumpang.
Jalanan di kota Meksiko terhitung luas. Bahakan, lebar jalan bisa mencapai 12 sampai 15 meter. Setiap toko atau restoran atau tempat-tempat yang memiliki pelanggan, pasti memiliki tempat parkir yang luas. Tak banyak kendaraan bermotor lewat. Kebanyakan mereka menggunakan mobil.
"Entahlah, aku tak tahu tentang Meksiko." Jawabnya, sambil terus memerhatikan jalan.
Meski sedang berjalan berdua di tengah malam. Hudan tak pernah menjadikan itu sebagai kesempatan untuk dekat dengan Maria. Bahkan sejak bertemu dengan Maria, ia lebih sering buang muka. Tak pernah lama menatap dan berbicara dengannya. Hanya seperlunya saja. Ia sudah lama belajar agama. Tentu sudah sangat mafhum dengan hal ini. Sikapnya itu dengan sendirinya akan menjauhkan dia dari nafsu manusiawinya.