Sudah hampir jam 10 siang, gadis cantik berambut lurus sedada itu masih terlelap dalam dipan empuk. Sambil memeluk guling, ia terlihat manis dan cantik meski sedang menggaruk lehernya, menguap sekali lagi, sementara matanya masih benar-benar terpejam.
Tidak biasanya Maria tidur sampai sesiang seperti ini. Bahkan ia tergolong wanita yang rajin dan suka bangun pagi. Sibuk mengerjakan tugasnya sebagai pengganti ibu di apartemen bersama Lio. Menyapu, cuci piring, masak, cuci pakaian dan lain sebagainya. Tapi kali ini dia sedang tidak di apartemennya. Dia sedang berada di apartemen super mewah bersama Thompson. Pria tampan yang mengira dirinya adalah kekasihnya.
Semalam Maria harus menemani Thom berpesata dengan teman-temannya di Bar. Dan Maria tidak bisa menolak ketika Thom memaksanya untuk ikut menikmati minuman-minuman keras di Bar itu. Maria bukan tipe gadis peminum minuman keras. Bahkan sejak kecil hingga remaja keluarganya melarang. Dan itulah mengapa, ia akhirnya tidak bisa bangun di pagi hari. Semalam, terpaksa ia minum untuk pertama kalinya. Mabuk membuatnya melupakan tentang segala yang terjadi menimpanya. Malam itu, Maria seakan menikmati minuman-minuman itu. Ia ingin menyingkirkan fikiran dalam kepalanya.
Seorang pria, berwajah rupawan campuran Kore Amerika, berpakaian serba putih masuk ke dalam kamarnya. Sebentar memerhatikan wajah menggemaskan Maria yang masih terlelap. Seketika, pria itu tersenyum. Hatinya berdesri hebat. Ia benar-benar mengagumi dan jatuh hati kepada gadis itu. Ini sama seperti yang ia rasakan saat bersama Rachel.
Tak lama setelah itu, Thom menarik lengan putih Maria. Membuat Maria terduduk, terbangun dan segara menyadari apa yang sedang terjadi. Mengerjapkan matanya berulang, menguap sekali lagi.
"Astaga! Maaf aku kesiangan tuan." Kalimat itu keluar begitu saja begitu menyadari Thom berdiri di depannya.
Thom sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Maria. Sontak Maria terkejut, sedikit menggeser posisi wajahnya. Wajahnya bersemu, matanya membulat.
"Bau mulutmu masih sangat kuat. Sebaiknya kau segera mandi, bersiap-siap. Akan kuajak kau ke rumah nenekku di pinggiran kota Seoul ini."
Thom menarik kepalanya, memutar dan berjalan keluar kamar. Menyisakan Maria yang masih agak sedikit terkejut. Kemudian, selang beberapa saat, akhirnya Maria merapikan tempat tidurnya. Melipat selimut, menarik seprai.
"Tinggalkan itu. Kita sedang di apartemen mewah. Kau hanya perlu memanggil pelayan lewat telfon di atas meja itu, suruh mereka merapikan kamarmu. Sebaiknya kau segera mandi dan bersiap. Agar kita bisa secepatnya berangkat. Dan satu lagi, namaku Thom, bukan Tuan. Oke."
Entah mengapa, pria tampan itu tiba-tiba terlihat lagi di bingkai pintu. Sambil memerhatikan Maria dari tempatnya berdiri. Lantas, kambali berbalik dan keluar kamar.
"Hemmm..."
Maria melepas nafas perlahan. Duduk sebentar di bibir ranjang. Merapatkan belahan baju tidurnya. Sejenak mengingat kejadian kemarin menjelang malam. Di sebelah danau di tengah jalan. Mengingat itu, bibirnya bergetar. Ujung matanya terasa panas. Air matanya berlinang.
Bagaimana dengan Hudan? Adakah yang menemukannya berbaring sekarat di tengah jalan? Sungguh besar hati pemuda itu. Bahkan dia tak sedikit pun mengeluh meski hampir mati karena berusah menolong. Semoga tuhan selalu menyertaimu..
Sebulir air matanya jatuh.
****
Tiba di lobi hotel, Maria yang sudah berdandan kasual, celana jeans dan jaket cokelat selutut serta rambut diikat kuda, mengedarkan matanya ke sekitar. Mencari Thom yang katanya sudah menunggu di depan lobi. Namun Maria belum juga melihatnya. Sempat dalam hatinya merasa kesal.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil sport, bermerek Masrati keluaran terbaru, berwarna merah marun mendadak berhenti persis di depan lobi. Perlahan atap mobil itu terbuka otomatis, terlipat dan akhirnya mobil sempurna tak beratap. Dan saat itulah akhirnya Maria melihat Thom di kemudi mobil mewah berwarna merah marun itu.
Sambil melangkah mendekat, Maria sempat menelan ludah. Sempat berfikir, bagaimana dia punya kendaraan mewah di dekat hotel? Meski dia sangat kaya, mana mungkin hanya ingin pergi ke rumah neneknya ia langsung membeli mobil baru? Entahlah..
Thom membukakan pintu. Maria segera masuk. Tak berselang lama, akhirnya mobil Masrati merah itu perlahan bergerak meninggalkan lobi. Suaranya yang berisik juga tampilan mobil yang terkesan mewah, membuat mata-mata orang yang berlalu-lalang sempat sesaat memerhatikannya. Dan tanpa mereka sadari, beberapa orang sedang memerhatikan pergerakan mereka dari kejauhan.
"Kenapa tidak ada satu pun bodyguard yang ikut?" Tanya Maria membuka obrolan.
"Tak ada yang perlu di khawatirkan. Rumah nenekku akan selalu aman. Bahkan nuansa disana sangat tenang. Letaknya persis di sebelah danau kecil. Juga di kelilingi dengan pepohonan pinus. Rumah itu sangat nyaman dan jauh dari bahaya. Tata letak rumahku di Meksiko, aku sedikit terinspirasi dengan rumah nenekku." Thom menjelaskan sambil tetap fokus ke jalan.
Mobil merah itu terus melesat membelah jalanan. Central kota Seoul memang begitu indah. Selain suasananya, bangunan dan struktur penataan serta alat-alat transportasi teratur rapih. Keindahan lain juga terlihat di toko-toko, restoran dan beberapa tempat berbelanja yang tertata rapi di sepanjang jalan. Poster-poster iklan bertuliskan Mandarin itu juga memperkuat ikon dan menambah keindahan kota ini. Maria, gadis Amerika itu benar-benar menikmati pemandangan ini. Bahkan ia tersenyum, memejamkan matanya, membiarkan rambutnya berkibaran tertiup angin. Dan Thom sekali lagi terpesona, diam-diam memerhatikan Maria yang terpejam. Lantas desrian hatinya terjadi lagi. Sungguh, ia merasa nyaman di dekat gadis ini. Senyuman saat bersama Rachel dahulu.
"Kamu lapar?"
Thomp memelankan laju mobilnya. Agaknya dia akan menepi.
"Ada makanan enak di pinggir jalan di sebelah sana. Waktu kecil nenekku sering mengajakku pergi ke kota ini hanya untuk makanan itu. Dulu aku menyebutnya Bola Udang. Dan itu menjadi makanan vaforit sejak kecil. Aku ingin mencobanya lagi. Kamu pasti suka." Thom menawarkan.
Maria hanya mengangguk, tak berkomentar. Sementara perlahan mobil Masrati merah itu menepi dan berhenti persis di sebelah toko aksesoris. Tempat menjual makanan yang dia maksud harus di tempuh jalan kaki. Tempatnya agak masuk. Di lorong yang terapit gedung-gedung. Lorong itu memang benar-benar ramai, terpadati para penjual makanan-makanan. Juga tempat wisata kuliner bagi para pelancong atau wisatawan. Para pendatang dari berbagai negeri.
Merek berdua berjalan beriringan, berjalan diantara keramaian. Disekitar, banyak turis lokal juga turis-turis lain. Mengantre menunggu giliran berbelanja makanan. Sementara si penjual sibuk mengolah makanan dagangannya, membujuk para pelanggan untuk bersabar.