"Apa yang harus kulakukan lagi setelah daging sapi dan beberapa bumbu juga sayuran sudah kuletakkan diatas lembaran adonan tepung? Apa aku sudah boleh menggulungnya?" Maria bertanya kepada Zaenab, tetap fokus dengan masakannya. Wajah cantiknya terlihat serius memegang spatula khusus.
Ini hari ke tiga Maria bekerja di restoran Turki. Setelah pemilik restoran memutuskan menerimanya bekerja. Awalnya, restoran itu hanya mau merekrut orang-orang yang memiliki skil memasak. Dan Maria tidak terdaftar dalam persyaratan itu. Skil memasaknya masih diragukan. Namun, Zaenab bersikeras dan meyakinkan kepada pemilik restoran, jika Maria memiliki bakat terpendam. Dan akan sangat mudah mengikuti jika sedikit saja diajari. Akhirnya pemilik restoran menerima dan menyerahkannya kepada Zaenab. Dengan garis bawah, jika terjadi apa-apa, Zaenab harus bertanggung jawab. Zaenab pun berseru bahagia. Mengangguk menyetujuinya.
"Kau hanya tinggal menambahkan saus ke atas tumpukan daging dan sayuran itu, Maria. Setelahnya, baru kau boleh menggulungnya." Zaenab tersenyum, kemudian kembali fokus dengan masakannya. Para pelanggan sudah lama menunggu.
Setelah beberapa gulung kebab tersaji, Zaenab cekatan memasukkannya ke dalam kemasan yang terbuat dari kertas berlogo nama restoran ini. Sementara Maria yang menutup kemasannya, menumpuk menatanya di meja panjang.
"Bagaimana dengan kebab buatanku ini. Apa sudah bisa ikut di masukkan ke dalam kemasan?"
"No.. Kita belum tahu rasanya, Maria. Lagi pula itu kebab pertamamu. Boleh jadi, rasanya sangat lezat dan boleh jadi terlalu pedas. Orang-orang di kota ini tak terlalu suka pedas." Jawaban yang tak akan menyakiti perasaan orang lain. Zaenab benar-benar mengerti dan pandai memilih kalimat. Dengan sebutan terlalu pedas, yang maksudnya tidak enak, jadi akan terdengar biasa saja. Itu pilihan kata yang bagus.
Seluruh pesanan akhirnya terpenuhi. Maria memasukkan 5 gulung kebab hangat ke dalam kantung plastik. Lantas menyodorkan ke kasir. Tak lama kemudian, pelanggan itu tersenyum dan berlalu setelah menerima pesanan.
Maria kembali sibuk di dapur. Ikut menyiapkan apa saja yang dibutuhkan Zaenab. Meski dia baru bekerja, namun respectnya bagus. Ia seolah mengerti apa saja yang harus ia lakukan. Termasuk membantu apa saja yang dibutuhkan oleh rekan kerjanya.
"Terus, apa yang akan kita lakukan dengan kebab buatanku itu? Apa akan kita biarkan sampai ditumbuhi jamur?" Maria bergurau, tersenyum sambil tetap membantu Zaenab memotong daging.
Sekali lagi Zaenab tersenyum. "Tunggu saja beberapa saat lagi. Mungkin akan ada seseorang yang datang dan mau mencicipi kebab buatanmu yang terlihat gendut menggoda itu." Zaenab ikut bergurau, tertawa melihat wajah cantik Maria terlipat, sebal dibilang gendut kebabnya. Itu bukan hanya sebuah kata gurauan. Yang dikatakan Zaenab benar. Lihatlah, kebab buatan Maria benar-benar gendut. Menggelembung tak rata.
Tak lama setelah itu, pria tampan berkulit putih serta potongan rambut ala mandarin itu menyita perhatian Zenab. Hari ini Hudan terlihat tampan dan cerah. Ia berjalan masuk ke dalam restoran. Kemudian disusul dokter Freddy di belakangnya.
Zaenab segera menyikut lengan Maria berulang. "Tuh, si malaikat penolongmu datang."
Maria menoleh ke arah Zaenab, "maksudnya?"
"Lihat itu.." Zaenab menunjuk.
Maria mengikuti arah telunjuk Zenab. Terdiam sesaat, mengerutkan dahi, fokus memerhatikan. Lantas, tak lama setelah itu, Maria tersenyum. Kehadiran Hudan entah mengapa selalu berhasil membuat hatinya berdebar. Dan tentunya ada rasa gembira tersendiri. Pria itu akan menjadi pusat perhatiannya.
"Bagaimana jika dia yang menjadi target untuk kebab gendutmu itu?" Zaenab memberi usulan. Tersenyum penuh kepuasan.
Maria berseru tertahan. "Itu ide bagus. Hudan pasti akan jujur soal makanan ini. Aku tahu dia pria yang sangat jujur." Maria senyum-senyum sendiri. Tak sabar ingin segera melaksanakan rencananya, dan melihat ekspresi Hudan yang terbuai dengan kelezatan kebab buatannya.
Maria meletakkan kebab itu di atas nampan cantik, sedikit menghiasnya dengan potongan lalapan, lantas dengan kebab yang sudah terhias cantik itu ia berjalan keluar dapur. Baru saja ia keluar dari dapur, tanpa ia sadari, seorang pria sudah berdiri di hadapannya. Maria yang terkejut hanya terdiam terpaku. Hatinya berdebar-debar. Ini jarak yang sangat dekat. Lantas, tanpa sepatah kalimat pun, Hudan mengambil alih nampan berisikan kebab. Sesaat tersenyum, dan berlalu.
"Hei! Itu pesanan orang lain. Kau tak boleh mengambilnya!" Maria berseru kesal. Meski itu hanya berpura-pura. Karena memang itu kebab untuk Hudan. Hanya dia tak mau ketahuan.
Hudan melirik ke arah Zaenab di balik meja panjang dapur. Lantas mengedipkan matanya.
"Zaenab bilang, ini untukku." Hudan sudah menggigit kebab. Tak pedulikan Maria yang masih bersungut-sungut sebal.