Theresia

Be. One
Chapter #34

Bab 33 Plat Nomor

"Kenapa kamu memaksa ikut, Maria. Bukankah kamu harus berkerja?" Hudan bertanya. Setelah hampir 20 menit tak ada suara yang keluar dari mereka.

Maria tetap memerhatikan depan. Lantas mendekapkan tangannya. Ini masih terlalu pagi. Masih begitu dingin. Ketika berangkat ke rumah Hudan untuk memberikan beberapa potong kebab buatannya, ia tak sempat membawa jaket. Hanya celana panjang dan Hoodie tipis lengan panjang. Itu tak cukup menghangatkan tubuhnya.

"Aku ingin membantu. Aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu." Jawab Maria sekenanya.

Hudan menghela nafas. Jawaban Maria memang tak salah. Tapi Hudan menganggap hal itu bukanlah jawaban yang tepat. Sementara ia tetap fokus ke depan. Tapi ia menyadari jika gadis di sebelahnya sedang kedinginan. Merasa kasihan, Hudan membuka jaket coklatnya, lantas memberikannya ke Maria. Menyisakan kaos hitam ketat lengan panjang. Sebenarnya kaos itu bukan kaos singlet yang memang akan ketat ketika di pakai setiap orang. Namun memang karena bentuk tubuh Hudan yang berisi dan lebih terkesan berotot. Membuat setiap kaos yang dikenakan mengetat.

"Pakailah. Kamu juga harus mengkhawatirkan dirimu sendirikan." Hudan meniru kalimat Maria.

Maria hendak menolak, namun Hudan sudah melemparkan jaket itu ke pangkuannya. 

"Tapi bagaimana denganmu?" 

"Aku tak terlalu kedinginan. Terimakasih semalam kamu sudah berbaik hati menyelimutiku." Ia fokus ke jalan.

Pagi masih buta. Jalanan kosong. Lampu-lampu di gedung-gedung, rumah, jalanan dan papan iklan itu masih menyala. Namun, udara pagi ini masih terasa lembab. Cuacanya juga buruk. Awan hitam masih menggumpal. Sejak hujan reda setelah Hudan menyelesaikan Sholat Subuh pagi tadi, awan hitam belum juga terurai.

Maria mengenakan jaket coklatnya Hudan. Merasa lebih baik. Tubuhnya terasa lebih hangat. Kemudian ia sejenak memerhatikan wajahnya dari kaca spion. Masih terlihat baik. Tidak terlalu buruk berantakan. Maria mengikat rambut, mengucir kuda. Lantas kembali memerhatikan ke depan. Ruang kabin mobil lengang. Hanya terdengar suara deru mesin mobil SUV dokter Freddy.

"Boleh aku bertanya?" Maria menoleh ke Hudan.

Hudan tetap fokus. "Tentang?"

Maria menekuk kepalanya, "kenapa sejauh ini, kamu melakukan banyak hal berbahaya hanya demi untuk menyelamatkanku? Apa hanya sebatas menolong? Maksudku, apa kamu tidak memiliki tujuan lain? Misalnya seperti ingin menjualku atau.. "

"Hanya berniat menolong, tak lebih." 

Sebelum kalimat Maria tuntas, Hudan memotongnya. 

Maria terdiam. Beralih memerhatikan ke luar jendela kaca mobil. Kalimat Hudan membuatnya kecewa. Padahal ia ingin sebuah jawaban yang sama seperti apa dalam fikirannya. Namun Hudan berkata sebaliknya.

"Baiklah. Sudah cukup aku bertanya. Sepertinya kamu tak suka diajak bicara. Aku minta maaf." Maria merapatkan bibirnya, tatapannya menrawang.

Hudan menghela nafas, sekilas menoleh ke arah Maria. Lantas kembali fokus ke depan. "Apa ada yang salah dengan kalimatku?"

Hudan menyadari wajah kesal Maria. 

Maria menggeleng, tetap memerhatikan depan. "Tak ada yang salah."

Memang tidak ada yang salah dengan kalimatmu. Tapi ada yang salah dengan hatiku. 

Hudan tersenyum. "Apa perlu diganti kalimatnya. Karena aku takut kehilanganmu misalnya. Atau aku tak bisa hidup tanpamu." Hudan nyengir, bergurau.

Maria tersenyum. "Tak perlu. Aku tak pantas untuk kalimat itu."

Hudan terdiam. Memerhatikan jalanan lengang di depan.

Mobil SUV hitam melesat membelah jalanan kosong. Menuju ke arah selatan. Ke arah padang jagung raksasa. Sementara hari sudah beranjak terang. Kesibukan kota sudah mulai terlihat. Mobil-mobil satu persatu sudah melesat. Hudan lebih kuat menekan pedal gasnya. Membuat mobil berjalan lebih cepat. Roda-roda berputar kencang. Mereka harus sampai secepatnya. Karena sebenarnya, Eddy dan Cemberly sudah merencanakan kepergiannya di hari ini. Mereka akan pergi ke Texas. Masih ada rumah kosong milik mereka di Texas. 

"O ya, terimakasih untuk kebab-kebab gendutnya." Hudan tertawa kecil. Teringat betapa lucu dan aneh kebab buatan Maria.

Wajah Maria seketika terlipat. Sebal dengan apa yang Hudan katakan soal kebab-kebab lezat buatannya. Padahal dia sudah berusaha keras soal menggulung dan menyesuaikan isinya. Meski masih terlihat gendut, tapi itukan memang masih tahap belajar.

Lihat selengkapnya