Ruang meeting super mewah itu lengang sesaat. Thom melihat lembaran-lembaran kertas yang baru saja di keluarkan oleh sekretarisnya dari amplop cokelat. Lantas dahinya berkerut, banyak hal yang harus ia kerjakan untuk urusan bisnis kali ini. Namun, di sisi lain, ia sedang tak berselera. Ini bukan soal kesehatannya, lebih ini soal perasaan hati. Yang entah mengapa begitu subur mengakar di hatinya. Gadis itu, wanita penjaga kasir, berhasil membuat pria tampan kaya raya ini terbuai dengannya. Dan lihatlah, betapa kacau hatinya selepas sadar jika gadis itu sudah tak ada lagi di sisinya. Ia seperti merasakan kehilangan untuk kedua kalinya. Perasaan-perasaan itu membuatnya limbung dalam kegusaran. Ia berusaha menepis dan menerima, namun setiap kali ia mencoba, semakin kentara wajah cantik mengurai senyum merekah indah itu di setiap sudut matanya. Sekali lagi Thom menghela nafas, menghirup kopinya yang sudah mulai dingin. Tak lama setelah itu, ia meninggalkan ruang meeting, keluar begitu saja tanpa sepatah kata. Jelas itu membuat semua anggota meeting kebingungan. Sekertaris pun mengangkat bahu ketika beberapa mata menatapnya penuh pertanyaan.
Christian dan Armand yang sedari tadi menunggu Thom di luar ruangan, melihat bosnya yang tiba-tiba keluar dan terus berjalan, akhirnya mereka mengikuti Thom dari belakang. Mereka berjalan menuju lift terdekat. Christian segera menekan tombol lantai paling dasar, lantai di basemen. Thom ingin segera pulang.
"Bagaimana dengan meeting hari ini, tuan muda?" Tanya Christian ketika lift mulai turun.
Thom tak menjawab. Ia masih terbawa dengan hatinya. Banyak hal yang benar-benar merusak konsentrasi. Bahkan sejak pertama kali ia tersadar dari koma. Saat gadis itu tak lagi ada di sisinya. Rasa ini seperti saat pertama kali kehilangan Rachel.
"Entahlah, aku sedang tak ingin bicara soal pekerjaan."
Lift terus turun, melewati beberapa lantai. Hanya mereka bertiga dalam lift itu. Tak ada bodyguard lain. Cristian dan Armand sudah lebih dari cukup untuk mengamankan tuan muda Thom.
Tiba di basemen, mereka bergegas menuju mobil. Tak ada pertanyaan atau pembicaraan. Mereka masuk ke dalam mobil tanpa sepatah kata yang keluar.
*****
Masih begitu pagi. Pukul 09.24. Jalanan di central kota ini lumayan penuh. Mobil-mobil terlihat sibuk memadati setiap jalan. Kesibukan kota menggeliat pada waktu seperti ini. Dan akan surut jika sudah menjelang malam. Waktunya orang-orang pulang dari tempat bekerjanya. Sementara kesibukan di malam hari lebih terasa santai. Bukan soal pekerjaan yang harus dilakukan super segera, melainkan hanya sekedar mencari hiburan. Supermarket, restoran, kafe dan tempat-tempat hiburan lainnya yang dominan menjadi tujuan di malam hari.
"Kita ke bar tempat biasa, Cris. Aku perlu menenangkan diri."
Kalimat yang keluar begitu saja dari Thom seketika menyisakan banyak pertanyaan dalam benak Cris dan Armand. Apakah ini sama seperti yang pernah terjadi 5 bulan yang lalu? Saat Thom mengurung dirinya setelah kehilangan Rachel. Apakah sama luka ini dengan saat itu? Cristian memerhatikan wajah Thom dari sebelah kanan. Mencari betapa buruk keadaan hatinya.
"Apa ini soal Maria?" Pertanyaan Cris sesaat setelah kabin mobil lengang.
Thom membuang pandangannya ke luat jendela mobil. Memerhatikan kesibukan kota ini.
"Tak perlu sebut nama wanita itu lagi. Aku sudah tak punya urusan dengannya. Aku punya masalah sendiri dalam hati. Bukan soal wanita. Dan kau tak perlu bertanya lebih jauh. Kau hanya perlu menemaniku, Cris."
Penjelasan Thom akhirnya membuat Cris terdiam. Tentu dia tak akan bertanya lebih detail lagi. Bosnya benar-benar tak ingin diganggu dengan pertanyaan.
Tiba di bar, mobil segera di parkirkan. Lahan parkir lumayan luas. Meski sudah begitu banyak mobil yang terparkir, namun masih ada spais yang cukup untuk mobil mereka.
Tempat yang istimewa, klasik dan berkelas. Itulah penggambaran dari bar Mulligan's MX, salah satu bar berkelas di kota ini. Dan itu tempat favorit Thom jika sedang ingin minum. Banyak teman hiburan di dalamnya. Simulator golf misalnya. Atau wanita cantik penghibur. Dan beberapa hiburan lainnya. Tentunya sangat berkelas.
Thom keluar dari mobil, di susul Cris dan Armand dari belakang. Staf yang berjaga di muka pintu menyapa ramah, mempersilahkan. Lantas, mereka bertiga mengambil tempat duduk di sudut ruangan paling dekat dengan jendela besar. Cris segera memanggil pelayan, memesan minuman dan makanan yang biasa di pesan Thom. Sebagai kaki tangan Thom, ia sudah benar-benar hafal dengan hal yang di sukai bosnya.
Pelayan mengangguk setelah semuanya terpesan. Lantas kembali ke bartender, menyiapkannya. Masih saling diam. Tak ada kalimat diantara mereka bertiga. Thom hanya membuang arah matanya ke luar jendela. Sementara Armand terlihat siaga. Berjaga-jaga jika terjadi kemungkinan-kemungkinan tak terduga. Di bar ini, siapa saja bisa menjadi ancaman bagi Thom.