Ia mengangkat wajah. Matanya sayu, bibirnya kecil. Begitu cantik, tapi pucat pasi. Kurasa, ia lebih muda dariku. “Maukah kamu menjadi teman?”
Oh, Tuhan, kurasa baru saja aku meminta seorang teman.
“Ya,” ucapku pelan, “tentu saja, aku juga sedang butuh teman.” Kusunggingkan senyum kecil di wajah.
“Terima kasih.” Ia tersenyum. Cantik.
Nasib. Punya teman, tapi beda dunia. Sudahlah, mungkin ini kelebihan seorang indigo seperti aku. Bisa berteman dengan seseorang dari dunia lain.
Aku mendekati dan duduk di sampingnya. Yeah, inilah teman baruku. “Siapa namamu?” tanyaku, sembari menyodorkan tangan kanan. Berharap bisa kujabat tangannya.
“Clara,” jawabnya singkat. Ia meraih tanganku.
Hei! Aku bisa bersentuhan dengan hantu. Bahkan, aku bisa merasakan lembutnya tangan Clara. “Dari mana kamu berasal? Apakah kamu juga tinggal di sini?” Aku semakin penasaran.
“Ini rumahku.” Hanya itu yang terlontar dari mulutnya, sembari mengelus lembut Teddy Bear dalam pelukannya.
“Tapi, keluargaku baru saja membeli rumah ini. Apa kamu keberatan aku tinggal di sini?”
“Tidak.” Clara menatapku. “Ini rumahku, juga rumahmu.”
“Terima kasih, Clara.” Entah kenapa, aku senang berteman dengannya. Hm, daripada berteman dengan Jessie yang angkuh. “Bisakah kamu bercerita tentang masa lalumu?” tanyaku ragu.
“Tentu saja.” Clara kembali mengelus bonekanya. “Keluargaku, pemilik pertama rumah ini. Ayahku yang membangunnya, tetapi saudara tiri Ayah iri. Saat bangun tidur, aku terbiasa langsung membangunkan orangtua. Namun, suatu saat kulihat saudara tiri Ayah dan teman-temannya sedang mencelakakan orangtuaku. Aku hanya bisa menangis melihat tragedi itu.” Clara meneteskan air mata dengan tatapan nanar.
Aku pun membelai lembut pundaknya.
“Saudara tiri Ayah mengetahui aku sedang berdiri di ambang pintu, tapi tidak mengacuhkanku. Dia segera mengambil semua harta benda yang ada di rumah ini. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya di dekat orangtuaku yang bersimbah darah. Aku menangis sampai air mataku habis. Aku putus asa, kemudian bunuh diri di depan tubuh orangtuaku.” Clara memeluk erat Teddy Bear-nya.
“Maafkan, aku tidak bermaksud membuatmu sedih.” Aku memeluk Clara.
“Tidak apa, Teman.” Clara menatapku dengan tatapan sayu.
“Yeah, Teman ....”
Tuhan memang Maha Pemurah. Baru saja berdoa agar aku punya teman dan langsung! Terkabul. Yeah, meskipun temanku yang satu ini benar-benar berbeda. Aku bersyukur memilikinya. Punya teman seperti Clara.
“Ellen, turun, Sayang,” perintah Mama. “It’s dinner time!”
“Iya, Ma.” Aku beranjak dari tempat tidur. Kulihat, Clara dari tadi bermain dengan Teddy Bearnya di sudut kamar. “Clara, turun, yuk!” ajakku, “temani aku makan malam”.
Clara tersenyum, lalu beranjak.