Berlin, Jerman, 15 November 2021.
Melintasi lautan manusia, ia mendapati kehadirannya. Ace Diamon—pria dengan iris mata berwarna hijau dan berkulit porselen berkesempatan memasuki aula dan melihatnya secara langsung. Ia kini dinobatkan sebagai ketua divisi Humas Banyan Humanitäre Organisation yang baru sejak beberapa bulan lalu sebelum penerimaan anggota baru dilaksanakan.
Jilbab bertopi hitam, serta pakaian dan jaket dengan warna senada, kini menjadi pusat perhatiannya. Ia memandangi sosok itu dengan lekat, seolah pesonanya menarik ulur dirinya yang digadang-gadang menjadi pemimpin yang bisa mengayomi seluruh anggota.
Manis, cantik, dan memesona, merupakan tiga kata yang bisa mendeskripsikan wanita yang Ace lihat pertama kali di halaman depan gedung organisasi dengan tampang menggemaskan itu. Ahli bela diri, pintar, dan berani, merupakan sifat dan kemampuan yang mendominasi dalam diri sang pujaan.
Kala itu, tepatnya di tanggal 13 Agustus 2021—2 hari sebelum penerimaan dan penyambutan anggota baru—menjadi momen yang tak akan Ace lupakan. Ia yang hendak memasuki gedung utama organisasi untuk menghadap pada kepala pemimpin divisi, menemukan keanehan dari sosok wanita yang entah memiliki tujuan apa bisa sampai di gedung yang sama.
Wanita itu kebingungan, mencoba mencari bantuan dan informasi dari segelintir orang. Termasuk satpam yang berjaga di pintu depan.
Ace yang niatnya langsung ingin pergi ke ruangan kepala pemimpin divisi, malah berhenti dan memandangi wajah bercahaya itu dari kejauhan dan tak memberi pertolongan sama sekali. Ia malah terpaku dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada dan ekspresi dinginnya. Namun, seulas senyuman tersemat di bibirnya kala melihat wanita itu tersenyum. Sesuatu yang teramat langka dirinya lakukan.
Sejak saat itu, Ace sering memantaunya diam-diam setelah mengetahui bahwa wanita itu merupakan salah satu dari anggota baru yang diterima di organisasi ini. Tak berani berpapasan, apalagi menyapa. Ia lebih suka begini, dan berharap bisa berada dalam satu divisi dengannya di suatu hari nanti. Dan harapannya itu tak pernah pudar.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Ace hingga kini masih memerhatikan wanita yang penampilannya selalu mengenakan pakaian serba hitam itu. Penasaran siapa nama dan dari mana asalnya, serta berdoa agar harapannya kali ini terwujud.
Sebab, di aula dengan luas 200 m² ini semua anggota baru dikumpulkan guna dimasukkan dan disebar luas ke berbagai divisi setelah kurang lebih tiga bulan menjalani pelatihan dan ditempatkan di divisi khusus. Mereka akan menemukan teman dan partner baru di luar kuasa mereka—sepenuhnya resmi menjadi bagian dari Banyan Humanitäre Organisation.
Satu per satu, nama ketua divisi disebutkan, yang berarti Ace ikut serta memperkenalkan diri. Ia ikut maju saat namanya disebut, lalu kembali ke tempat semula sembari melirik wanita itu. Namun, aksinya kali ini mendapatkan notice. Wanita itu juga menatapnya, bahkan tersenyum ketika mata mereka saling bertemu.
Sial, dia melihatku.
Ace langsung berpaling ke arah kanan karena gugup. Ia tak menduga akan secepat ini ketahuan.
“Siapa nama wanita itu?” tanya Ace pada salah satu rekan di sampingnya, alih-alih tatapan tadi tak disengaja.
Sementara yang ditanya malah tampak bingung. “Wanita yang mana? Di sini ada banyak wanita,” jawabnya setelah mengitari lautan manusia.
Ace pun mencoba kembali meliriknya. “Wanita yang duduk di baris ketiga kanan dari sini dan mengenakan topi hitam.”
Rekannya kembali mengitari orang-orang yang duduk di tengah aula. “Yang mana?” Berhasil membuat Ace kesal. Bisa-bisanya ia tak melihatnya.
Alhasil, Ace terpaksa mengarahkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah wanita itu. Langsung disadari oleh sang rekan, dan dijawab, “Ah, dia. Namanya Reina, Reina Amelia. Anggota baru dari Indonesia.” Dan untungnya kali ini wanita itu sudah tak menatap Ace lagi. Aman untuk pria itu menunjuknya langsung.
Seketika itu mata Ace berbinar. Re-reina? Indonesia? Dan tanpa sadar seulas senyum kembali tersemat di bibirnya. Namun, hanya sebentar.
“Kenapa? Kau menyukainya?”