This Feeling Makes Me Fall

Rina Amelia
Chapter #2

02. Become Awkward

“Kamu tidak perlu menganggap saya atasan. Anggap saya sebagai seniormu saja.”

Mendengar itu, Reina spontan menoleh dan mengerutkan kening. Menatap Ace penuh kebingungan. Heran, ia pun bertanya, “A-apa maksud Anda, Pak? Saya tidak mengerti.”

“Apa yang tidak kau mengerti? Cukup anggap saya seniormu!”

Reina semakin dibuat heran. Memang apa bedanya itu? Ace tetaplah ketua divisinya, lalu maksudnya apa? Apa yang harus dirinya lakukan dengan menganggap Ace seniornya? Dan tujuannya?

Bingung, Reina masih menatap Ace dengan dahi mengerut, tidak dengan Ace yang kini kembali menatap berkas di depannya. Ia terlihat fokus, tetapi sadar jika wanita pujaannya itu kini tengah memerhatikan wajahnya. Berusaha terlihat tenang, walau jantungnya berdebar-debar.

Bahkan dalam hatinya, Ace berkata, Setelah itu anggap saya temanmu. Baru setelahnya anggap saya masa depanmu. Ia ingin sekali tersenyum, tetapi berusaha ditahan.

Sampai akhirnya, Reina memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi dan kembali fokus pada tugas yang diberikan. Ia kembali mengalihkan perhatiannya pada layar laptop dan berkas. Dan di titik inilah Ace diam-diam tersenyum setelah sekian detik menahan.

“Berapa usiamu?” tanya Ace tiba-tiba, kembali mengalihkan perhatian Reina.

Reina pun dengan mantap menjawab, “Dua puluh dua, Pak.”

Ace mengangguk-angguk dengan tatapan yang kembali mengarah ke berkas. “Namamu Reina Amelia, bukan?”

“Benar.”

“Kau sudah punya pasangan?”

Pertanyaan kali ini spontan membuat Reina kembali berhenti melakukan pekerjaannya dan menatap penuh Ace. Begitu pun dengan Ace yang kembali menoleh, tak kalah menatap penuh Reina. Mata mereka kembali saling bertemu selama beberapa detik, sampai akhirnya Reina melirik ke arah lain.

Entah apa alasan atasannya itu bertanya begitu, tetapi Reina tak bisa menjawabnya. Jadi, pada akhirnya ia balik bertanya, “Tapi maaf, Pak. Memangnya apa korelasinya soal itu? Saya rasa, saya tidak bisa menjawabnya. Itu cukup privasi untuk saya.”

Ace yang mendengar jawaban itu seketika diam. Lantas kembali mengalihkan perhatiannya. “Hanya ingin bertanya. Tapi jika saya tebak, kau pasti belum memilikinya,” ujarnya.

Kali ini memilih tak menanggapi, walau rasa canggung kian Reina rasakan. Pasalnya, ia sedikit takut pada Ace. Takut karena perspektif wanita itu pada sang atasan di awal kuranglah baik. Selebih lagi menanyakan sesuatu yang sifatnya tidak berhubungan dengan dunia kerja di saat-saat dirinya sedang berusaha stay cool mengerjakan rekapan. Jelas membuatnya kian terlihat jelas kikuk dan bingung, serta ingin cepat-cepat keluar.

Karena sebelum adanya hari ini, Reina pernah melihat dan bertemu Ace—benar-benar untuk pertama kalinya saat rapat—entah disadari Ace atau hanya dirinya. Di hari itu, para anggota baru diizinkan bergabung pada rapat organisasi secara bergilir untuk melihat sendiri bagaimana atasan dan rekan-rekan mereka ke depannya, serta proses adaptasi dengan dunia organisasi.

Mereka coba untuk dilatih terbiasa dan cekatan, serta mencari tahu siapa saja yang berani membuka suara. Dan di saat Reina mendapat giliran, ia masuk pada rapat yang dipimpin oleh Ace.

Ace yang tidak pernah Reina lihat selama datang ke gedung, membuat wanita itu sempat terpukau dengan pesonanya. Namun, itu hanya beberapa detik sebelum gertakan menggema ke seisi ruangan.

“Apa-apaan ini?! Kalian diminta membuat laporan, bukan karangan cerita! Apa seperti ini cara kalian membuat sebuah laporan kinerja? Apa kalian tidak mengandalkan teknologi untuk memperluas wawasan?”

“Saya tidak ingin tahu, buat ulang laporan ini sebelum kalian benar-benar mempresentasikan dan melaporkannya! Kalian bekerja untuk banyak orang, jadi perluas jangkauan! Saya tunggu hasilnya besok! Harus besok!”

Lihat selengkapnya