"Mana Kyungsoo?"
Wu Baekhyun sedang menanti adik bungsunya di gerbang sekolah dengan posisi bersandar dan kaki tersilang. Berulang kali ia berdecak, berulang kali ia celingukan. Namun, sosok tersayangnya itu tak juga muncul.
"Ya, hei, aku lupa namamu. Tapi, sepertinya kau sekelas dengan adikku, tahu dia ada dimana?"
Baekhyun segera menyetop murid laki-laki kelas satu, berwajah culun dengan kacamata tebal melingkar di sepasang matanya—yang ia sinyalir sebagai teman sekelas Kyungsoo. Karena tiba-tiba mendapat pertanyaan dari kakak tingkat sepopuler Baekhyun, justru membuatnya kehilangan kata-kata. Sehingga ia jadi gelagapan dan menggeleng pelan, kemudian melenggang terbirit begitu saja.
"Yaish, bagaimana, sih?" Baekhyun memutar bola matanya, mendadak merasa kesal. "Kemana, Kyungsoo? Ini sudah sore, astaga." Monolognya seketika terhenti saat si mungil tampak dari ujung pelupuk, berlari super kencang demi tak membuat kakaknya lebih lama menunggu. "Nah, itu dia."
Kyungsoo kesulitan mengatur nafas saat sampai didepan Baekhyun, ia tersengal luar biasa berat, ngos-ngosan sambil membungkuk dan memegangi lututnya, belum lagi keringat bercucuran sederas guyuran hujan yang jatuh tepat diatas kepala mereka, Kyungsoo kepayahan.
"Hyung, hah—maaf membuatmu menunggu—hah." Kyungsoo memulai dengan omongan terpatah-patah, tapi ia tetap berusaha supaya Baekhyun tak begitu kecewa. "Aku—uhm, harus membersihkan kelas dulu."
"Hukuman?"
"Nde."
Baekhyun memang tak perlu bertanya lagi darimana asalnya hukuman itu diberikan pada Kyungsoo, toh ia sudah kepalang tahu kalau adiknya ini sering kesulitan menyerap pelajaran. Apalagi dengan adanya beberapa absen sakit atas nama Wu Kyungsoo juga turut mendukung persepsi itu.
"Kyungsoo-ya, ingat tentang kesehatanmu, ya. Jangan berlarian seperti ini lagi." Kyungsoo lantas bisa merasakan elusan lembut tangan Baekhyun ada di kepalanya. "Ayo, pulang. Gerimisnya sudah mulai deras dan aku tidak mau kau sakit."
Baekhyun akhirnya mengajak Kyungsoo untuk segera menuju halte bus, sementara tangan-tangan yang lebih tua memayungi kepala yang lebih muda. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya bus dengan rute menuju rumah Wu datang, sehingga Baekhyun juga buru-buru menuntun Kyungsoo agar mereka bisa duduk sebangku berdampingan.
"Kau tidak sesak, kan, Kyung-a?" Baekhyun mulai khawatir saat Kyungsoo memegangi dadanya. Tapi, demi mengusir kekhwatiran berlebih Baekhyun, Kyungsoo menggeleng pelan, meski dengan susah payah. "Kan seharusnya kau bisa berjalan saja tadi."
Sekarang, saatnya Kyungsoo menunjukkan senyum mautnya. "Aku baik-baik saja, Hyung, sesaknya tidak terasa, nyerinya juga tidak terasa." Baekhyun tahu raut wajah Kyungsoo melulu dipaksakan, selalu begitu. Padahal siapapun bisa lihat kalau anak ini sedang menahan mati-matian jantungnya yang berdegup tak beraturan itu. "Nanti sepulangnya, aku segera minum obat."
Jika meneruskan berdebat dengan Kyungsoo, Baekhyun hanya akan kalah.
"Chanyeol Hyung sedang ada kelas tambahan, jadi tidak bisa menjemput kita." Kyungsoo sadar ekspresi sendu yang Baekhyun tunjukkan seorang diri. "Jongin Hyung juga sedang mengerjakan tugas kelompok." Selebih ini, Kyungsoo hanya memperhatikan kakak yang paling-paling dari dua kakak lainnya.
“Samcheon?”
“Uh, aku tidak mau dijemput Samcheon, sih. Soalnya, aku ingin naik bus berdua denganmu.”
Setelah itu, ada tawa renyah Baekhyun yang membuat Kyungsoo jadi kegelian.
"Aku merindukan Eomma," Cicitan lirih Kyungsoo sempat terbendung air mata di pelupuk, hingga Baekhyun membiarkan kepala adiknya tersampir di bahunya. "Appa. Aku juga merindukannya."
"Bukan hanya dirimu, aku juga, Kyungsoo-ya."