This is Home!

pinklabel
Chapter #2

Chapter Two

Jongin benci situasi dimana dosen-dosen ini tengah memojokkannya. Sekarang mereka duduk saling berhadapan, ada hujaman tatap menyelidik sehingga ia bersumpah ingin melarikan diri. Tapi, tentu mustahil—Jongin disini justru menunggu si penyelamatnya.

"Apa Ayahmu terlambat lagi?” Salah satu dosen—berkaca mata bulat pun bertubuh bulat—bertanya. “Jongin Wu, mahasiswa yang perlu kami urus bukan hanya dirimu.”

Jongin malah membatin keras-keras, “Siapa suruh mereka melakukan itu?” Tapi, tidak akan Jongin suarakan keras-keras juga.

“Ayah saya bilang kalau sudah di jalan, Saem.”

Kali ini, dosen wanita berambut sebahu mendukung Jongin dengan sebuah anggukan, “Ya. Tidak apa-apa, Jongin-a. Bahkan hanya dengan menyempatkan waktu untuk datang kemari sudah sangat kami hargai.” Jongin akhirnya sempat melihat bahwa dosen ini baru saja menyikut rusuk rekan bulatnya yang seenak jidat bicara tadi.

Sekian detik, Wu Yifan—si pihak pembela yang Jongin nantikan—telah mendorong pintu ruangan penuh intimidasi ini dan buru-buru menghampiri tempat anak keduanya dan para dosennya.

"Ah, joseonghamnida. Saya ada banyak meeting tadi."

Si dosen wanita tersenyum ramah, setelah kedua dosen tersebut membungkuk, mereka juga mempersilahkan ia untuk duduk bersebelahan dengan si terdakwa alias Jongin.

“Terima kasih sudah datang kemari dan menyempatkan waktu ditengah kesibukan Anda, Tuan Wu.” Jongin baru saja membaca tag nama si dosen ini—ia tidak kenal karena dosen ini merupakan petinggi kampus yang hampir tidak pernah mengajar di kelas manapun—wajar, jika Jongin baru kenal jika namanya adalah Victoria. “Maaf sekali karena harus memanggil Anda untuk mendiskusikan beberapa hal tentang Jongin,”

Kris hanya bisa mengangguk sekali, baru setelah itu ada beberapa berkas yang tersaji di hadapannya sehingga Jongin melengos, antara pasrah antara masa bodoh.

"Jadi, selama satu semester ini, Wu Jongin terhitung sangat sering absen pada kelas-kelas yang telah diambilnya."

Setelah menyimak sekilas pemberitahuan dari si dosen bulat—oh, namanya adalah Shin Dong—Jongin penasaran akan reaksi Ayahnya, jadi dia memberanikan diri untuk melirik sebentar pada Kris. Naasnya, tidak tersirat ekspresi apapun, entah marah entah maklum, tidak tampak semuanya. Jongin jadi bisa menyimpulkan kalau keadaan tak beres ini pasti menjadi pertanda buruk di akhir nanti.

"Kau kemana saja memangnya?"

Namun, secara tiba-tiba, Kris malah reflek menyuarakan isi pikirannya, perkara kelalaian Jongin ini tidak bisa ia nomor duakan. Sehingga Kris memandang Jongin sarat ingin tahu sekarang—mengejarnya—tapi, sayang, karena hanya buangan muka yang dia temukan.

"Nah, ini grafik kehadiran dan nilai setiap mata kuliah yang diambil Jongin."

Kris beralih pada kertas tipis yang disodorkan Shin Dong dan betapa tidak habis pikirnya Kris, karena hampir keseluruhan tempat di lembaran itu bercoreng warna merah, hampir di setiap kolom di lembaran itu hanya diisi tanda minus.

"Anda yakin ini semua nilai yang diperoleh anak saya?"

Meski kalimat tanya itu berdasar tuduhan, Kris enggan mengakui Jongin disalahkan sedemikian rupa. Sekiranya begitu karena ia tak mau marga Wu sedikit bercampur kekalahan berkat ulah Jongin.

"Kami sudah sering memberi kesempatan untuk ujian susulan, tapi sayangnya, Jongin tidak pernah hadir."

Crap.

Kris bisa merasakan belati panas sedang mati-matian menyobek ulu hatinya. Ini sungguh memalukan bagi seorang Wu Yifan yang terpandang dengan martabat super agung. "Baiklah. Kalau begitu, saya berjanji akan lebih intensif lagi mengawasi Jongin dalam pembelajarannya. Saya mohon bantuan Anda semua,” Kris akhirnya berdiri—memutuskan sendiri bahwa ia enggan mendengar lebih lanjut berita menyakitkan dari dosen-dosen Jongin ini—dan membungkuk dalam-dalam sebagai permintaan maaf. “Saya juga akan memastikan agar Jongin tidak mengulang kejadian seperti ini lagi,”

“Ah, kami seharusnya yang mohon maaf karena telah gagal mendidik Wu Jongin, Tuan. Kami bukannya sedang menyalahkan siapapun disini, satu-satunya hal yang perlu diperbaiki adalah—apakah Jongin masih ingin meneruskan studinya?” Victoria tiba-tiba beralih memandang Jongin dan seketika juga membuat Kris menegak kembali. “Saem rasa sepertinya Jongin tidak pernah berniat—”

“—mungkin Jongin hanya sedang terlalu stress, Victoria-ssi.”

Jongin mendengus ketika Ayahnya—dengan sengaja—memotong jalur ucapan dosennya. Ya, menurutnya, itu bukan hal baru, mengingat seorang Wu Yifan harus tampil sempurna dan tidak pernah bisa mentolerir secuil kecacatan apapun. Jadi, menurut Jongin—yang sudah terbiasa—perilaku Ayahnya yang suka menonjolkan kepalsuan ini memang tidak patut dipertanyakan lagi.

Lantas, Victoria tidak bisa menyanggah selain dengan memamerkan senyum dan anggukan. Sementara Shin Dong tidak bisa sebaik Victoria dalam menyembunyikan keterkejutannya, sehingga ia terang-terangan mengangkat alis sambil memiringkan kepala—duaratus persen merasa sanksi.

Oh, ayolah, bahkan Jongin yang hidup belasan tahun dengan Kris pun juga tak luput dari perasaan semacam itu.

Pada akhirnya, jabat tangan diawali oleh Kris dan segera disambut Shin Dong baru kemudian Victoria. Ini berarti, pertemuan mereka sudah selesai, meski tanpa titik temu yang seharusnya dipahami masing-masing pihak. Tapi, sudah Jongin bilang, yang Ayahnya pedulikan bukan hal ini. Toh, biarpun para dosen bersikeras ingin menceritakan masalah yang terjadi antara Jongin dan kelas-kelas perkuliahannya atau sekadar berkeluh kesah perkara alasan sebenarnya mengapa Jongin tidak pernah serius saat belajar—bukankah Kris bukan menekankan hal itu?

Satu hal yang Kris percayai adalah—dia tidak menerima kegagalan dalam bentuk apapun.

"Joseonghamnida, jika selama ini Jongin banyak menyusahkan Anda. Kami pamit dulu, gomapseumnida.

"Ya, Tuan Wu. Terima kasih juga atas kunjungan Anda kemari."

Berikutnya, Kris dan Jongin segera mengundurkan diri. Jongin tidak berminat untuk bersopan santun dengan membungkukkan separuh badan, jadi dia memilih untuk memacu langkah secepat angin sedang Kris menyusulnya dengan kaki-kaki tergopoh. Jongin baru saja akan berlalu menuju mobilnya, tapi satu tarikan kasar dari Kris seketika membalik tubuhnya.

Lihat selengkapnya