"Saeng-il chukahamnida, saeng-il chukahamnida, saranghaneun uri Chanyeol, saeng-il chukahamnida~"
Nyanyian merdu diiringi tepukan tangan yang dipersembahkan saudara-saudaranya dan—Appanya itu membuat Chanyeol senang sekali. Ia berulang kali menatap satu-persatu mata mereka yang duduk melingkar di meja bulat ini, pandangan itu Chanyeol tujukan sebagai bentuk terima kasih setulus-tulusnya. Kris sangat lega sekaligus bersyukur, akhirnya ia bisa menepati janji yang ia buat sendiri, akhirnya ia bisa melihat secara langsung wajah-wajah bahagia anak-anaknya. Ternyata pinta mereka hanya sesederhana ini Tapi, mengapa sesulit itu bagi Kris untuk mengabulkannya?
Pihak restoran mewah Glorious Glam juga menyiapkan kejutan untuk Chanyeol, persis sama seperti yang Kris inginkan. Bahkan sekarang, semua tatap mata pengunjung hanya terpusat pada meja mereka, jika bukan karena keramaian yang mereka buat, bisa jadi itu karena ada sosok elegan Kris disini—pengusaha nomor satu di industri pertambangan Korea. Tiga pelayan laki-laki itu datang sambil membawakan kue ulang tahun super meriah untuk kemudian diletakkan di meja.
"Selamat ulang tahun, Chanyeol-ssi. Silahkan nikmati kuenya,"
Begitu salah satu dari mereka menyelesaikan ucapannya, ketiganya segera tersenyum sumringah sambil mengundurkan diri.
"Whoa!" Itu pekikan Baekhyun, tentu saja anak kelewat ceria itu sudah terkagum-kagum dengan kue bermandikan cokelat didepannya. "Ayo, Hyung! Segera tiup lilin, lalu potong kuenya,"
"Ya! Ya! Sabar sebentar," Jongin juga tak kalah takjub, tapi ia masih bisa mengendalikan dirinya dua kali lipat lebih baik daripada Baekhyun. "Chanyeol Hyung juga perlu memberi sambutan, atau paling tidak memohon satu permintaan,"
Chanyeol mengangguk sekali, ia terlihat sangat menyetujui saran Jongin. "Nah, ini tidak akan lama. Jadi, aku ingin berterima kasih kepada kalian semua yang sudah merayakan ulang tahunku malam ini. Mungkin, aku tidak akan pernah bisa melupakannya seumur hidupku—atau ini hari paling menyenangkan dalam hari-hariku setelah Eomma tiada," Penggalan kalimat terakhir itu membuat adik-adik Chanyeol menunduk sedih. Tapi, Kris yang duduk tepat disebelah Chanyeol, menguatkan anak sulungnya itu dengan genggaman pasti ditangannya yang terkepal. Jadi, Chanyeol membiarkan hal itu dan tidak berusaha menyentaknya seperti terakhir kali. "Ah, yang jelas, aku bahagia sekali hari ini. Tunggu, aku akan membuat satu permintaan dan segera memadamkan lilin-lilin sialan ini,"
Semuanya tertawa, tawa renyah yang Kris rasakan sangat nyata. Ia mengamati Chanyeol, anak sulungnya itu sudah jauh lebih dewasa sekarang. Ia mampu mengayomi adik-adiknya dengan baik. Ada Jongin, meski terlihat serampangan begitu, hatinya tetap lugu, perasaanya benar-benar murni. Sedangkan Baekhyun, senyumnya tak pernah berhenti terulas, tidak pernah ada sedikit pun kesedihan dalam dirinya, dan terakhir, Kyungsoo, si bungsu yang dewasa sebelum umurnya. Boleh saja fisiknya tidak memungkinkan, tapi, psikisnya selalu bekerja lebih keras jika menyangkut soal hidup orang-orang disekitarnya. Ya, dia sepeduli itu.
Makan malam hari ini benar-benar luar biasa bagi Kris. Ia jadi ingin setiap hari-harinya diisi dengan momen-momen seperti ini—meski sudah pasti, ia tak mampu mewujudkannya. Kris kembali memandangi penampilan jagoan-jagoan kecilnya yang sudah semakin besar. Remaja-remaja tanggung yang sudah pintar merias diri, bahkan tuksedo-tuksedo yang mereka kenakan semuanya tidak ada yang tidak cocok. Ya, Kris menua dan ia tak yakin, sampai kapan ia mampu menemani mereka sampai masing-masingnya mampu berdiri sendiri dengan kokoh dan kuat.
Chanyeol memejam sebentar dengan batin mengucap doa, kemudian ia meniup lilin-lilin ramping itu dengan satu embusan.
"Yay!" Kyungsoo bersorak, "Akhirnya kuenya bisa dimakan!"
Seruan itu tiba-tiba saja menyentak Kris. Ia merutuki kebodohannya karena melupakan tentang kekurangan Kyungsoo. Kyungsoo bahkan sudah menyodorkan pisau untuk digunakan Chanyeol memotong kuenya, tapi, ia lalu sadar bahwa semua pasang mata sedang saling melempar tatapan bingung.
"Ah, Kyungsoo-ya." Kris menginterupsi dan membuat Kyungsoo meletakkan kembali pisau tersebut ke tempat semula dan kini memandang Ayahnya lamat-lamat. "Kita pesan yang lain untuk Kyungsoo saja. Bagaimana?"
Oh. Kyungsoo baru paham. Ia lalu tersenyum, seakan menyalurkan ketenangan pada mereka.
"Tidak usah, Appa. Uh, kalian bisa memakannya saja. Tidak perlu memedulikan aku, aku bisa makan ini saja," Kyungsoo mengangkat piring saladnya, "Ini juga enak, kok, tidak kalah enak dengan kue Chanyeol Hyung,"
Hati mana yang tidak mengiba ketika suara lemah itu mendominasi ruang kekecewaannya sendiri. Kyungsoo terpaksa harus merelakan liurnya yang sudah sangat ingin mencicip kue berlapis gula-gula itu, tapi, tentu ia tidak mau membuat semua orang disini merasa khawatir dan itu akan menyebabkan acara seindah ini buyar.
Kyungsoo harus mengalah, bagaimana pun.
"Tapi, apa sepotong saja akan sangat berbahaya?" Baekhyun tentu tidak tega melihat adiknya harus mengubur dalam-dalam impian sejuta bintangnya ini. "Tidak apa-apa, kan, Appa? Setelah itu, Kyungsoo bisa minum obatnya,"
Kris menimang sebentar. Ia sendiri juga tidak tahu apa akibatnya jika ia melanggar perintah Dokter. Bagaimana jika sekali ia memperbolehkan Kyungsoo memakan makanan pantangannya, lalu anak itu akan pergi meninggalkan mereka selamanya? Bagaimana jika sepotong kue itu cukup mematikan untuk merenggut nyawa Kyungsoo? Tidak. Kris tentu tidak ingin kehilangan Kyungsoo.
"Sudahlah, Hyung. Aku tidak apa-apa, kok. Lagipula, menghindarinya jauh lebih baik daripada aku harus merasakan nyeri didadaku,"
"Benar, Baekhyun. Appa hanya takut—Appa, Appa, tidak mau Kyungsoo mengalami sakit itu lagi," Kris usai memberi Baekhyun pengertian, kini ia beralih menatap Kyungsoo tanpa jeda. Tapi, Kyungsoo seolah menahan sesuatu disana, sesuatu yang terasa perih dibatinnya, dan ia mengalihkan itu semua dengan suapan-suapan sayuran saladnya. "Kyungsoo-ya, sebagai gantinya, kau boleh memesan makanan tambahan untukmu. Bagaimana?"
"Atau, kita tidak akan memakan kue ini disini," Chanyeol memberi masukan sambil mengedip pada Baekhyun—meminta adiknya yang satu itu untuk memahami situasi. "Lagipula, kita juga sudah kenyang,"
Jongin juga turut memberi Baekhyun kerlingan karena ia paling tahu seingin apa Baekhyun memakan kue Chanyeol. Jadi, ia menambahkan, "Yap. Aku setuju, lebih baik kita memakannya di rumah daripada perut kita meledak disini," lalu, ia menyusul kalimat itu dengan tawa yang terdengar kering.
"Kenapa?"
Kris mengecek reaksi anak-anaknya yang lain, ketiganya ternyata sama-sama bingung.
"Apanya yang kena—"
"Kenapa kalian harus melakukan itu?" Kyungsoo masih tetap menikmati saladnya, "Kalau kubilang aku tidak apa-apa, maka, aku tidak apa-apa."
Bahkan Kyungsoo berani menghentikan kalimat Chanyeol yang belum selesai itu. Bahkan Kyungsoo tidak memandang lawan bicaranya sekarang. Ini terang sebuah salah paham, atau lagi-lagi, Kyungsoo merasa sensitif hari ini.
Tapi, Kris enggan menyangkal bahwa Kyungsoo sedang terlihat kesal saat ini. Entah kesal pada siapa, entah kesal pada apa. Mungkin ia kesal karena tidak bisa memakan kue yang sudah ia idam-idamkan itu, mungkin juga ia kesal karena mereka semua terlalu menganggapnya begitu lemah.
Tunggu, Kris rasa pilihan kedua adalah kemungkinan paling besarnya.
"Kalau begitu, biar Appa bayar tagihannya dulu,"
Kris berusaha tidak membiarkan atmosfer canggung ini berlanjut lebih lama. Karena itu yang terbaik yang bisa ia lakukan saat ini. Sebaiknya, tidak menambah masalah dan membuat Kyungsoo semakin marah. Bisa-bisa, dadanya akan nyeri lagi dan mereka semua kelimpungan seperti yang sudah-sudah.
Tidak. Ini adalah momen bahagia keluarganya yang langka. Maka, sebisa mungkin Kris harus memberi kesan yang berharga.
Ya, harus.
-ooo-
Hujan deras.
Baekhyun memperhatikan bulir-bulir jernih itu membasahi kaca jendelanya, sedangkan Kyungsoo mengerjakan beberapa soal latihan dibukunya. Mereka duduk berdekatan, Kyungsoo duduk dimeja belajarnya dan Baekhyun duduk disofa beludrunya. Keduanya memang larut dalam kesibukan masing-masing, tidak ada obrolan sama sekali. Namun, Baekhyun bukan tipe orang yang betah dengan suasana setenang ini, jadi, ia memutuskan untuk membuka obrolan.
"Kalau kesulitan tidak usah dipaksakan, Kyungsoo."
Kyungsoo enggan konsentrasinya diganggu, tapi, mana mungkin ia mengabaikan kakak yang selalu membantunya mengerjakan semua PR-nya. Kyungsoo terburu meletakkan pensil dan menutup bukunya, kemudian menoleh cepat pada posisi Baekhyun disebelahnya.
"Hyung, menurutmu, kalau ada seseorang yang tiba-tiba memberikan sesuatu padahal kita tidak memintanya, apa itu artinya ia punya maksud terselubung?"
Baekhyun menimang sebentar sambil memiringkan kepalanya, lalu, berdeham serius, "Apa kau baru saja mengalaminya?"
Ada seraut wajah Kyungsoo yang menyiratkan malu, tapi, ia mengangguk. "Aku hanya merasa aneh saja, Hyung. Masa, ya, aku tidak pernah bilang akan meminjam catatannya, tapi, dia tahu-tahu saja meminjamkannya padaku,"
"Perempuan?"
Kyungsoo lagi-lagi mengangguk, merasa antusias. Karena baginya, bagaimana bisa Baekhyun tahu?
"Woah! Uri-Kyungsoo rupanya sudah dewasa dan mau bermain pacar-pacaran, ya," Kali ini, malah Baekhyun yang bereaksi berlebihan sampai-sampai membuat Kyungsoo menautkan alisnya, heran. " Coba, coba, apa dia cantik?"
Kyungsoo menggeleng kuat-kuat sekarang, ia mulai mengerti arah pembicaraan ini. "Ah, Hyung. Bukan begitu maksudku,"
"Yah, tidak ada maksud apa-apa. Itu artinya dia menyukaimu, Kyungsoo,"
Dia menyukaimu,
Kyungsoo tidak boleh percaya. Apalagi dengan mulut besar Baekhyun. Ternyata Baekhyun sama sekali tidak menjawab rasa penasaran Kyungsoo, malah-malah, ia jadi lebih memikirkan masalah sepele ini.
"Tapi, Hyung, omong-omong, apa Jongin Hyung punya pacar?" Kyungsoo memelankan suaranya, sembari sesekali menengok ke pintu. Ia harus waspada jika saja pintu itu tiba-tiba terbuka dan subjek pembicaraannya hadir disana. "Hyung lihat bagaimana Jongin Hyung akhir-akhir ini selalu senang—senang yang keterlaluan,"
Baekhyun awalnya tertawa keras-keras, tapi, pernyataan Kyungsoo barusan juga tidak bisa dibilang salah. "Masa, sih?" Meski ia sanksi, tapi beberapa putaran adegan yang menampilkan ekspresi bahagia Wu Jongin itu benar-benar patut dicurigai. "Ah, kalau pun memang ya, nanti juga Jongin Hyung memperkenalkannya pada kita. Tapi, perempuan gila macam apa yang mau jadi pacar Jongin Hyung, ya?"
Keduanya lalu terahak bersama, saling membagikan gelak yang sama, dan sengaja melupakan fakta bahwa Jongin jauh lebih tua daripada mereka. Karena bagaimana pun, momen saat menertawakannya sangat-sangatlah menyenangkan. Bahkan Baekhyun sampai memegangi perutnya dan memukul-mukul bahu Kyungsoo.
Namun, tanpa ada ketukan, pintu kamar mereka sudah terbuka. "Kalian membicaraknku, ya?" Jongin disana. Tanpa dipersilahkan, ia sudah bergabung dengan dua adiknya dan berdiri ditengah mereka. "Ya! Katakan, apa yang kalian bicarakan tentangku?"
Kyungsoo kepayahan mengatur nafasnya, lalu, ia terengah sambil mencoba untuk memulai pembicaraan—tapi, gagal.
"Ya, Kyungsoo, kau bisa sesak nanti. Sudah-sudah, hentikan. Jangan tertawa terus. Ya, Baekhyun, hentikan tawamu, Kyungsoo nanti—"
"Apa Hyung benar-benar punya pacar?"
Pertanyaan ambigu Kyungsoo itu disambut delikan kaget dari Jongin. Ia tidak tahu apa mereka hanya menebaknya atau memang benar-benar bisa membaca gelagatnya.
"Jongin Hyung, kalau mau berbohong, tidak ada gunanya. Kami sudah menganalisis caramu bicara, caramu menghadapi sesuatu yang remeh dan biasa—tapi, kau malah merespon semua itu secara ajaib," Baekhyun mengangkat satu tangannya, lalu beralih dengan meraih lengan Jongin didepannya. "Hyung, kenapa ada perempuan yang mau denganmu? Aku tidak tahu, apa dia beruntung atau malah sial. Ahahaha!"
Baekhyun terkikik lagi dan Jongin memutar bola matanya malas.
"Kalian setidak percaya ini, ya?" Jongin meremas tangan Baekhyun yang tersampir dilengannya, kemudian ikut tertawa sebentar. "Yah, aku juga tidak menyangka, sih."
"Hyung, kenalkan pacar Jongin Hyung, boleh?" Kyungsoo merajuk sambil melempar tatapan memelas yang tak bisa Jongin tolak. Meski pada dasarnya, ia juga tidak tahu, apa Krystal mau terlibat sebegini jauh dengan keluarganya. "Yah, tidak mau, ya?"
Jongin menghentikan lamunan sesaatnya, lalu, menyunggingkan senyum lima jari. "Boleh. Kapan-kapan akan kubawa kemari, kukenalkan pada kalian, pada Chanyeol Hyung, pada Appa juga, pada Jin Il Samcheon dan Yun Mi Imo, pada tetangga-tetang—"
"Ya, Hyung!" Baekhyun memekik sambil melepas pegangannya di lengan Jongin. "Kau ini memang tidak waras, ya."
Tapi, Jongin cukup senang melihat Baekhyun dan Kyungsoo tertawa selepas ini, meski tawanya ada diatas penderitaannya, itu tak masalah sama sekali.
"Oh ya, Appa memintaku untuk mengecek obat-obatmu, Kyungsoo. Apa sudah habis?"
Kyungsoo lalu melarikan diri menuju laci nakasnya. Seperti yang diperintah Jongin, ia menunjukkan botol-botol kecil yang kini tersisa satu atau dua pil saja. Ia menunjukkannya pada Jongin dan Baekhyun sekaligus seraya mengedikkan bahunya.