Setelah insiden itu—dimana kakaknya yang paling sabar membentaknya, Baekhyun enggan menukar tatapan atau sekadar menyapa Chanyeol. Meski ia ingat betul tentang pesan Ibunya, bahwa jangan sampai ada pertikaian diantara mereka, sekecil apapun bentuknya. Menurut Baekhyun, ia benar-benar sakit hati sekarang. Entah karena pola pikirnya yang masih kekanakan atau memang Chanyeol sudah keterlaluan.
"Cih, seenaknya saja membentakku," Ingatan tentang hari itu pun masih bersarang dikepala Baekhyun, membuatnya terpekur tak terima. "Memang apa salahnya mengatakan itu? Toh, Kyungsoo juga tidak paham."
Jongin hanya menghela nafas berat, ia tidak bisa merespon apa-apa terkait keluhan adiknya ini. Ia juga tidak bisa membela siapapun, karena menurut Jongin—yah, tidak ada pihak yang salah maupun benar.
"Ya, kan, Hyung?" Ketika mata sipit Baekhyun tertumbuk pada tatapan nyalangnya, Jongin merasa tersadarkan secara tiba-tiba. "Sudah kuduga, kau tidak menyimak semua omonganku,"
Baekhyun menyeruput minuman sewarna pelangi yang Jongin benci—karena rasanya terlalu manis—itu. Kemudian ia bersandar sambil melipat dua tangan didepan dada, kali ini tidak lagi memandang Jongin yang duduk kikuk didepannya. Baekhyun mengalihkan seluruh atensinya pada pemandangan diluar jendela, pada orang-orang yang berlalu-lalang di trotoar.
"Yah, tapi, tetap saja. Sampai kapan kalian membiarkan aksi mogok bicara ini berlarut-larut terus?"
Baekhyun mengedik, "Masa bodoh. Aku tidak akan bicara apapun sampai Chanyeol Hyung yang meminta maaf duluan,"
Jongin jadi mengulum senyumannya. Ia merasa gagal menjalankan misi ini. Ya, ia membentuk sebuah partner dengan Kyungsoo untuk mengembalikan keadaan seperti semula, mengembalikan dimana seharusnya kebersamaan mereka berada, mengembalikan hal berharga itu ketempat asalnya. Untuk saat ini, mungkin Jongin hanya bisa berharap, semoga Kyungsoo bisa membujuk Chanyeol untuk mengalah dan meminta maaf lebih dulu.
Jadi, pada dasarnya, mereka semua tetap manusia—yang punya sisi egois.
"Kau mau kue?" Jongin sengaja memberi topik baru. "Kau paling suka brownies, kan? Mau yang biasa atau yang fudgy?"
Baekhyun merasa tak percaya Jongin semudah ini memberinya ruang. "Apa uang saku Jongin Hyung lebih banyak dariku?"
"Tentu saja!" Jongin memekik, kegirangan entah berkat apa. "Aku 'kan sudah kuliah. Kau itu masih bocah ingusan di sekolah,"
Baekhyun memutar bola matanya, sudah terlalu malas menghadapi sikap Jongin yang ajaib. "Oh, kalau begitu, aku mau yang fudgy saja,"
Sepeninggal Jongin menuju etalase kafe, Baekhyun mengerling jahil pada ponsel hitam milik kakaknya itu. Tidak biasanya Jongin menaruh sembarangan barang-barang miliknya, apalagi sebuah ponsel—berbeda dengan Baekhyun, yang sudah empat kali ganti layar ponsel. Jadi, Baekhyun pikir, Jongin tidak akan marah kalau ia melihat sebentar foto siapa yang dipasang sebagai wallpapernya.
Namun, Baekhyun malah merutuk. Seharusnya, ia tak perlu melakukan ini. Mustahil. Baekhyun malah menaikkan dua alisnya disusul dengan kernyitan keningnya.
"Bukankah ini kakak cantik yang ada di kelas Star-A?"
Pacar Jongin Hyung pasti bukan Krystal Jung yang itu.
Baekhyun terus menyuarakan pikirannya dalam batin, ia masih asing dengan kenyataan ini. Wajah familiar itu, senyum magis itu—semuanya milik Krystal Jung yang satu akademi dengannya. Tidak salah lagi.
Ya, dia wanita yang Baekhyun taksir.
-ooo-
"Kakakmu itu sampai sebegitunya. Dia tidak mau pulang denganmu karena aku yang menjemput. Padahal, biasanya menempel terus seperti perangko."
Kyungsoo hanya mengamati dumelan Chanyeol itu sampai Paman Han alias Han Jin Il akhirnya membukakan pintu pagar.
"Mungkin Baekhyun Hyung masih marah, Hyung." Kyungsoo lalu meraih tas ranselnya yang ada dibangku belakang, lalu, melepas sabuk pengamannya. "Apa Hyung tidak mau membicarakannya dengan Baekhyun Hyung?"
Chanyeol sudah memarkirkan Audi kesayangannya di garasi dan mencabut kunci mobilnya. Namun, ia tak ingin turun dulu karena Kyungsoo masih menunggu jawabannya. "Aku hanya kelepasan waktu itu,"
Dalih itu sebenarnya disesali Chanyeol.
"Hyung melakukan itu untukku, 'kan? Hyung membentak Baekhyun Hyung karena aku, 'kan?"
Chanyeol menoleh cepat pada Kyungsoo, adik bungsunya itu malah memainkan tali ransel sambil memandang lurus-lurus. "Sudah kubilang, aku hanya kelepasan membentak, Kyungsoo."
"Hyung hanya tidak ingin aku tahu lebih banyak tentang rahasia yang kalian sembunyikan."
Kyungsoo kemudian cepat-cepat menuruni mobil dan menutup pelan pintunya. Namun, Chanyeol segera menyusul Kyungsoo dan mencegah pergerakannya. Mereka tepat didepan pintu rumah sekarang.
"Kami tidak merahasiakan apapun darimu, Kyungsoo." Chanyeol berusaha menepis pikiran-pikiran buruk Kyungsoo. "Sungguh. Aku membentak Baekhyun, yah, karena dia memang keterlaluan. Dia membentak Appa lebih dulu, 'kan?"
Fakta itu memang benar. Tapi, fakta lain menyusul—mengapa Ayah mereka tidak menjelaskan lebih lanjut dan tahu-tahu saja memutus pembicaraan itu tanpa titik terang? Semuanya membuat Kyungsoo bingung.
"Aku percaya, Hyung. Kau melakukan itu karena Appa dibentak Baekhyun Hyung," Meski pada dasarnya masih ada janggal. Karena mereka—tiga kakaknya juga sering membentak Ayah mereka, tapi, kenapa baru sekarang Chanyeol merasa tidak terima? "Tenang saja, Hyung, aku tidak berpikiran macam-macam."
Jika Kyungsoo banyak pikiran, anak itu bisa kapan saja limbung. Semua anggota keluarganya hanya membiarkan Kyungsoo tak mengetahui apa-apa daripada membuatnya harus mengalami serangkaian pengobatan menyakitkan itu lagi.
"Ya sudah, ayo, pesan pizza saja. Aku tidak mau kau memasak lagi, Kyungsoo-ya."
Kyungsoo mengangguk sekali. "Kalau begitu, Hyung yang pesan, ya. Aku akan ganti baju sebentar,"
"Setuju! Kau mau tambahan keju atau yang biasa saja?"
Kyungsoo menimang sebentar, "Tambahan keju, Hyung," Ia lalu tersenyum, menularkannya juga pada Chanyeol. "Oh, apa Hyung punya uang? Mau patungan saja?"
Chanyeol tergelak, "Ya! Bocah sepertimu lain kali harus ganti mentraktir yang lebih tua, oke?"
"Pasti, Hyung! Jangan khawatir," Kyungsoo menerima tangan besar Chanyeol yang mengacak rambutnya, "Oh ya, belikan untuk Samcheon dan Imo sekalian, Hyung,"
Dengan satu anggukan Chanyeol, Kyungsoo sudah berjalan menuju kamarnya.
Chanyeol masih berdiri disini. Tatapannya terpusat pada Jin Il yang sedang menyiram tanaman didepannya.
Keluarga Han memang sudah seperti keluarganya sendiri. Mereka selalu ada setiap kelima lelaki di rumah ini membutuhkan bantuan, mereka selalu sigap jika Kyungsoo tiba-tiba kambuh—apalagi Bibi Han alias Han Yun Mi—wanita senja itu selalu jadi orang pertama yang panik dan terburu melakukan CPR dadakan, sepengetahuannya, seadanya.
Maka, Chanyeol tidak perlu bertanya lagi mengapa Kyungsoo sangat peduli pada mereka.
-ooo-
Kris pulang dan mendapati anak-anaknya masih berkumpul di ruang keluarga—cih, keluarga apanya.
Tapi, ada atmosfer lain yang ia rasakan, mereka seperti punya dimensi baru, mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tidak menyadari kehadiran Kris ditengah-tengah keempatnya.
"Ini, TV-nya yang menonton kalian?" Kris akhirnya meraih remote TV digenggaman Kyungsoo yang melonggar, kemudian mematikan acara reality show itu. "Kenapa wajah kalian kusut begitu?"
Namun, Baekhyun yang lebih dulu berdiri dari duduknya dan melirik Kris sinis. Ia lalu memilih untuk menuju ke kamar, enggan memancing perdebatan lagi jika pada akhirnya ia akan sakit hati. Tersisa Chanyeol, Jongin, dan Kyungsoo yang saling memandang bingung.
"Kalian ada masalah dengan Baekhyun?" Kris lalu duduk disebelah Kyungsoo, "Sepertinya dia sensitif sekali,"
"Sejak tadi Baekhyun Hyung duduk disini juga diam saja, Appa," balas Kyungsoo, tidak berani menatap mata dua kakaknya yang lain. Mereka pasti tidak suka interaksi semacam ini. "Uh, nanti biar aku ajak Baekhyun Hyung bicara baik-baik,"
Kyungsoo bahkan tidak berani menyalahkan Chanyeol.
"Ya, Hyung," Jongin menyikut Chanyeol, "Baek begitu karena ia kesal padamu, tahu. Kau itu tidak pernah membentaknya sekali pun,"
Chanyeol memajukan bibirnya dan balas meninju lengan Jongin, "Salah sendiri punya mulut tidak bisa diatur,"
"Tapi, Appa juga salah," Kris tiba-tiba menyumbang suara serak, "Baekhyun marah karena omongan Appa,"
Tidak ada yang berani menyahut lebih lanjut.
Sampai akhirnya, Chanyeol tiba-tiba berdiri karena bel rumah mereka berbunyi. "Itu pasti paketnya," Kemudian, ia melesat menuju pintu dan menerima paket dari si kurir pengiriman paket.
"Paket?" Kris memiringkan kepala, "Tumben sekali dia pesan-pesan paket,"
Jongin juga ikut terkejut, "Padahal biasanya Chanyeol Hyung paling malas belanja online, katanya nanti tidak sesuai gambar lah, tidak sesuai harga pasar, dan banyak alasan lain,"
Selanjutnya, Chanyeol sudah bergabung lagi dengan sekotak berbungkus kertas sewarna cokelat itu, ia melempar-lemparnya sebentar sambil tertawa. "Aku keatas dulu," Kemudian, si jangkung itu sudah pergi dari pandangan mereka dan ternyata, ia masuk kekamar Baekhyun.
"Dasar," Jongin mencibir, "Ternyata bisa menyentuh juga kelakuannya,"
"Ya! Hyung! Memang sudah seharusnya begitu, tahu," Kyungsoo adalah orang pertama yang tidak terima dengan cibiran Jongin, "Mana bisa Chanyeol Hyung tahan tidak bicara dengan Baekhyun Hyung?"
"Benar, sih," Jongin menyetujui, "Kalau begitu, kau yang harus tidur, Kyungsoo-ya."
Kyungsoo menggeleng, "Kan masih ada Chanyeol Hyung yang bicara dengan Baekhyun Hyung, aku tidak mau merusak momen itu, Hyung,"
Jongin baru ingat kalau Kyungsoo tidur sekamar dengan Baekhyun. Namun, "Appa," ia jadi ingin membicarakan ini.
"Ya? Kenapa Jongin?" sahut Kris, sesegera itu agar Jongin tak mengira ia sedang diabaikan.
"Uh, besok malam Appa pulang jam berapa?"
Bukan hanya Kris yang tercekat, tapi, Kyungsoo juga merasa aneh dengan pertanyaan itu. Mana mungkin Jongin peduli? Mana mungkin Jongin penasaran? Tidak ada yang menanyakan hal remeh itu pada Kris selain Kyungsoo.
"Jam delapan, mungkin," Kris memandang Jongin dalam-dalam, ia mencari-cari dimana letak pinta anak keduanya itu bermuara. Ia tak mungkin bertanya hal itu, tanpa ada maunya. "Appa bisa makan malam di rumah,"
Matanya berbinar dan wajahnya berseri, Jongin terlihat sangat senang? "Boleh kuajak—uhm, seseorang, makan malam dengan kita?"
Kris melempar tatapan bertanya-tanya pada Kyungsoo. Tapi, ternyata, Kyungsoo juga tidak mengerti hasil akhir dari perbincangan ini. "Yah, boleh saja. Tapi, siapa memangnya?"
Jongin menggaruk belakang kepalanya, agak tersipu. "Keka—"
"Pacar Jongin Hyung, ya?" Kyungsoo buru-buru memotong dengan ekspresi heboh dan Jongin jadi melemas tak bergairah. "Woah, daebak. Hyung benar-benar mengabulkan permintaan kami,"
"Permintaan apa?" Kris memandang penuh rasa ingin tahu.
"Jongin Hyung janji padaku dan Baekhyun Hyung untuk mengenalkan pacarnya pada kita, Appa." Kyungsoo menjelaskan seolah-olah ini cerita tentangnya, "Appa, jangan larang Jongin Hyung pacaran, ya?"
Kris terkekeh, "Siapa yang akan melarang?"
"Waktu terakhir kali Kyungsoo di rumah sakit, Appa bilang lebih baik tidak pacaran dulu sebelum masa sekolah kita selesai,"
Kris kembali tertawa, "Appa bilang sekolah, 'kan? Jongin 'kan sudah kuliah," Kyungsoo lalu mencebik, "Jadi, yang masih belum boleh pacaran itu Baekhyun dan kau, Kyungsoo,"
"Aku memang tidak mau pacaran dulu,"
Jongin memperhatikan pembicaraan semulanya yang berubah haluan. "Jadi, Appa? Janji pulang sebelum makan malam, oke?" Ia menyerobot cepat.
Kris mengangguk berkali-kali, "Appa akan pulang sebelum makan malam, Jongin." Ia lalu berdiri dan melanjutkan lagi, "Kalau sudah mengajaknya kemari, itu artinya kau harus serius. Laki-laki harus mempertanggung-jawabkan segalanya, ingat? Jangan pacaran yang aneh-aneh, ya."
Wejangan Kris itu hanya dibalas satu anggukan singkat oleh Jongin, "Aneh-aneh? Appa pikir aku akan menghamilinya?"
Kris menaikkan dua bahunya, "Mana tahu, apapun bisa terjadi," Kemudian, Kris menepuk bahu Jongin sekali. "Appa harus mandi, kalian cepat tidur, ya. Kyungsoo besok sekolah, Jongin besok kuliah. Ayo, sana, cepat tidur," Ia berujar sambil berlalu menuju lantai dua.
Tapi, langkah Kris terhenti, "Oh ya, Kyungsoo, sudah minum obat?"
Kyungsoo benci mendapat pertanyaan yang sama setiap hari. Orang-orang di rumahnya ini, apa tidak paham seberapa warasnya Kyungsoo untuk tidak melewatkan obatnya? Ya, Kyungsoo tahu sekhawatir apa mereka, tapi, tidakkah kau merasa jenuh harus menjawab pertanyaan yang hadir sejak saat kau mulai bisa bicara sampai saat ini?
"Aku masih ingin hidup, Appa,"
Balasan sarkastik itu disambut tawa oleh Jongin. "Memang obat itu yang membuatmu hidup, Kyung-a?"