This is Home!

pinklabel
Chapter #10

Chapter Ten

"Hei. Ayo, bangun semuanya," Violet mengguncang pelan masing-masing bahu Baekhyun dan Kyungsoo yang sama-sama masih meringkuk didalam mimpi. "Eomma sudah masak sarapan kesukaan kalian, loh."

Violet lalu menyibak tirai dan membiarkan berkas hangat matahari menyeruak masuk.

"Ouh, Eomma, silau." Baekhyun, yang ranjangnya berada didekat jendela adalah target pertama yang menggeliat sedikit demi sedikit dan membuang jauh-jauh dengkurannya. "Eomma, jebalyo—tutup lagi, ah, lima menit, lima menit lagi aku akan bangun,"

Baekhyun sedang berusaha mengerjapkan matanya, tapi, tetap gagal. Ia berakhir dengan menjejak selimut dan merentangkan dua tangannya, kemudian tidak ada pergerakan berarti.

"Oh, ayolah, Baekhyun." Violet merajuk seraya tak putus asa menggoyangkan badan Baekhyun secara terus menerus. "Kyungsoo juga, ayo, bangun, Kyung-a." Sejenak, Violet beralih pada Kyungsoo dan mendapati bahwa anak bungsunya juga masih memejamkan mata.

"Arraseo, aku bangun, Eomma," Baekhyun terburu menegakkan diri sambil mengucek kedua matanya. "Kyungsoo-ya, ayo, bangun." Ia juga ikut meneriaki seseorang yang masih membungkus dirinya dengan selimut diranjang sebelah.

"Kyung—" Violet beralih pada Kyungsoo, tapi, anak itu bergeming. "—hei, ayo, bangun."

Baekhyun yang memandang adegan didepannya dengan perasaan was-was tidak sabar lagi, ia jadi ikut maju mendekat. "Kyungsoo," Begitu tatapannya bertemu dengan mata sendu Ibunya, Baekhyun berusaha lebih keras mengguncangkan badan Kyungsoo. "Kyung-a, ayo—"

"Panggilkan Appa," Saat mengatakan itu, tatapan Violet berubah kosong. Ia lalu duduk ditepian ranjang dan menepuk pipi Kyungsoo. "Baek, panggilkan Appa,"

"Wa—wae?" Tapi, yang menyembulkan kepala disana adalah Jongin. "Kenapa Kyungsoo?"

Baekhyun masih mematung, ini pertama kalinya ia melihat Kyungsoo pingsan tanpa sepengetahuan siapapun. Biasanya, sesaat setelah Kyungsoo pingsan, semua orang segera menyadarkannya dengan tepukan dipipi atau membauinya dengan aroma-aroma mint.

"Jongin-a, tolong panggilkan Appa,"

"Tapi, Appa baru saja berangkat ker—"

"—Bilang ke Samcheon untuk siapkan mobil sekarang," Violet lalu meletakkan tangan kanannya didada kiri Kyungsoo, "Nafasnya tidak teratur, ia pasti kesakitan tadi malam atau baru tadi pagi. Jadi, kita ke Rumah Sakit sekarang. Baek, kau diantar Jongin saja, ya, ke sekolahnya."

Baekhyun memundurkan langkah. Rasanya, ia seperti diserang ribuan lebah yang menyengat ulu hatinya. "Eomma, apa—apa itu salahku?"

"Aniya," Violet buru-buru meluruskan, "Bukan salahmu, Baek, bukan salahmu. Ayo, cepat, Jongin. Kau juga kenapa masih disana?"

"A—ah, ya." Jongin terburu melesat demi menjalankan perintah Ibunya.

"Aku tidak mau sekolah," Baekhyun beringsut semakin jauh dari posisi Violet dan Kyungsoo disana. "Ba—bagaimana menyadarkan Kyung—astaga, dia pasti sudah lama pingsannya,"

"Coba kau tekan ibu jari kakinya, yang sebelah kanan." Baekhyun menurut, ia melakukan itu dan Kyungsoo sempat menggelinjang kaget seketika itu juga. "Ini cara pintas tapi tidak boleh terlalu sering dilakukan. Pelajari baik-baik, ya, Baek, ingat baik-baik. Ini cara spontan, tapi, efeknya bisa mengejutkan jantung Kyungsoo juga, jadi, tetap hati-hati."

"Eungh—Eo—Eomma,"

Perlahan, Kyungsoo membuka matanya yang berkunang, lalu ia juga merasakan sisa-sisa nyeri didadanya yang ternyata belum sepenuhnya hilang. Subuh tadi, tiba-tiba dadanya memang sangat sakit, ia menahan erangannya dengan menutup mulut, lalu memilih untuk meredam pesakitannya agar tak membuat Baekhyun kesiangan. Jadi, ini yang terjadi, ia tahu-tahu sadar dari kegelapan dan orang-orang sudah mengerumuninya.

"Sakit, ya? Apa masih nyeri?"

Violet terlihat terlalu tenang menghadapi ini—sampai-sampai Baekhyun berpikir, bagaimana ia bisa mengatasi ini jika Ibunya tiada?

Kyungsoo mengangguk lemah, "Jantungku, ugh, rasanya seperti diremas-remas, Eomma."

"Eomma tahu, Sayang. Sabar sebentar, ya." Violet lalu mengelus kepala Kyungsoo, membuatnya tidak berpikiran macam-macam. "Tidak apa-apa, Baekhyun, kau bisa pergi sekolah dan ijinkan Kyungsoo tidak masuk sekolah hari ini, ya."

Baekhyun menggeleng pelan, "Aniyo, aku ikut, kata Eomma aku harus memperhatikan ini,"

"Eomma—hah. Mobilnya sudah siap," Jongin datang tergopoh dan segera menghambur pada Kyungsoo, "Ya, ya—kau tidak apa-apa? Kenapa bisa sadar? Ah, maksudku, bagai—"

"—Jongin-a," Jongin segera menangkap kedipan Ibunya, lalu mensejajarkan diri disebelah Baekhyun. "Kau bisa berjalan, Kyung-a? Mau digendong saja?"

"Aku tidak mau ke Rumah Sakit," Setelah mendapat beberapa waktu memulihkan diri sebentar, Kyungsoo melanjutkan, "Aku bisa sekolah, kok, aku sudah tidak apa-apa. Serius,"

Jongin dan Baekhyun sama-sama menghembuskan nafas panjang.

"Kenapa? Kenapa?" Satu lagi seseorang datang dengan raut bingung, "Aku barusan—uhuk—buang air besar. Kenapa ini?"

Jongin dan Baekhyun kembali menukar tatapan diselingi embusan nafas panjang.

"Yeol, ayo, bawa adikmu ini ke mobil. Kita ke Rumah Sakit,"

"Andwe, Eomma,"

"Oke. Tidak usah ke Rumah Sakit. Tapi, kalau nanti kambuh lagi, Eomma tidak peduli, ya? Kalau pingsan lagi, biarkan saja, ya?" Itu bukan sebuah penawaran, tapi sebuah ancaman. Kyungsoo jadi tidak berani memandang Ibunya lagi. "Bagaimana?"

Kyungsoo menyimpan lagi senyumannya.

"Ayolah, Kyung-a, turuti Eomma, lagipula ini demi kebaikanmu," Jongin ikut membujuk, meski ia tak begitu yakin siasatnya ini akan berhasil. "Kau tega, ya, memangnya, membuat Eomma sedih begitu?"

"Eomma juga tega," Kyungsoo bersikeras, "Kan aku bilang aku sudah tidak apa—"

"Ya! Kau itu barusan pingsan! Ya! Tidak apa-apa darimananya? Itu kau tampak pucat, juga keringat dingin terus mengucur, dadamu itu pasti nyeri, kepalamu juga pasti berdenyut, lalu apalagi—ha? Apa? Apa? Kau mau menahannya, hah?!"

Kini, semua mata memandang Chanyeol yang baru saja kehabisan nafas karena berteriak sekaligus menuding pada Kyungsoo—yang seketika itu menciut.

"Whoa," Baekhyun bertepuk tangan. "Kau baru saja ngerap, Hyung?"

Meski Chanyeol tidak tahu apa-apa, tapi dari secuil kalimat Ibunya yang menyatakan bahwa Kyungsoo baru saja kesakitan dan tak sadarkan diri, ia jadi meluap-luap tatkala tahu adiknya ini ternyata sangat bebal.

"Kau pikir khawatir itu enak?" Chanyeol melanjutkan lagi, "Kau pikir terus-terusan kepikiran dengan kondisimu yang tidak menentu itu enak?"

"Hyung," Jongin menyetop, "Ayo, ayo. Ke Rumah Sakit sekarang,"

Violet pun ikut menyadarkan diri, "Ya, ayo, Kyungsoo. Kau mau lihat Chanyeol berubah jadi setan lagi?"

Setelah mendapat anggukan Kyungsoo, semua yang ada disana melega.

"Appa mana?"

Namun, satu pertanyaan itu membuat Violet kembali tak tenang. Benar, dimana suaminya disaat genting seperti ini? Benar, kemana suaminya disaat anaknya sakit seperti ini? Hilang, dengan dalih ada urusan kantor yang mendesak dipagi buta.


Kris meraup wajahnya. Ingatan itu terbersit lagi. Saat-saat dimana ia selalu mendapat pesan dari istrinya yang memberitakan bahwa Kyungsoo masuk Rumah Sakit dan ia baru membaca pesan itu saat malam tiba tanpa ada penyesalan appaun. Biadab. Kris pikir dia memang seorang bedebah.

"Rapat akan segera dimulai, Tuan," Suara lembut Yoona dari pintu sana membuyarkan momen frustasinya. "Pihak tender juga sudah hadir,"

Kris mengangkat sebelah tangan, tanda bahwa ia mengerti isi peringatan sekretarisnya.

Kemudian, hari-hari sibuknya kembali berlanjut.

-ooo-

"Apa kau kenal Baekhyun sebelum pacaran denganku?"

Krystal berhenti menyeruput susu kocoknya, lalu ia memandang wajah Jongin lamat-lamat.

"Baekhyun itu adikku, itu, yang waktu makan malam duduknya disebelahmu,"

Krystal memiringkan kepalanya sebentar, "Aku ingat kalau Baekhyun itu adikmu, Jongin-a, tapi aku bahkan baru mendengar namanya saat kita makan malam bersama. Sebelumnya, aku tidak tahu siapa dia. Serius."

"Aku bukannya menuduhmu macam-macam," Jongin menyatukan kedua tangannya diatas meja, kini ia tampak gelisah. "Apa kau familiar dengan wajahnya?"

"Uh," Krystal memainkan sedotan digelasnya sambil berpikir keras, "Sepertinya aku sering melihat dia di akademi. Dia sering lewat didepanku saat aku duduk menunggu kelas sebelumnya selesai, dia juga sering membeli minuman di vending machine yang tempatnya dekat dengan tempatku duduk. Tapi, kami tidak pernah benar-benar menyapa,"

Jongin berdecak, "Apa kau merasa ada yang aneh dari tatapannya saat melihatmu?"

"Mwoya?" Krystal tak habis pikir kemana arah Jongin membawa pembicaraan mereka. "Aneh bagaimana? Aku hanya sekilas bertemu tatap biasa dan—"

"—sepertinya Baekhyun memang suka padamu, Krys."

"Hah?"

Jongin tidak berani bertumbuk tatap dengan mata penasaran Krystal.

"Maksudmu bagaimana?"

"Yah," Jongin menggaruk belakang kepalanya, merasa kikuk. "Sebenarnya aku belum tahu pasti, tapi hanya dengan melihat gelagatnya saja, dia sudah kelihatan menyimpan rasa, sih."

Krystal menggeleng-gelengkan kepalanya, masih berusaha keras mencerna omongan Jongin yang ia rasa melantur ini. "Mana mungkin? Darimana kau dapat kesimpulan seperti itu?"

"Menurutmu, bagaimana cara mengatasinya?" Bahkan, Jongin sengaja mengabaikan pertanyaan Krystal sebelum ini. "Duh, aku benar-benar bingung, Krys."

Krystal jadi tak enak hati melihat Jongin mengacak-acak rambutnya sendiri. "Mm, bagaimana, ya?" Krystal lalu meraba tengkuknya, merasakan bahwa disana terdapat beban baru yang seolah datang menyambutnya. "Kau sudah coba tanya padanya? Bicara berdua saja?"

"Dia menghindariku, entah malu entah marah—ah, tidak tahu,"

"Kalau aku yang bicara dengannya, bagaimana?"

Jongin mengerjap heran, "Lalu, kau mau bilang apa? Kalau dia menolak bertemu denganmu?"

"Aku akan bilang sesuatu yang kau tidak perlu tahu, Jongin-a." Krystal tersenyum, membayangkan rencananya sudah amat matang didepan mata. "Bagaimana dia bisa menolak? Aku akan membuat pertemuan kami senatural mungkin, jadi, aku akan menemuinya di akademi saja."

"Kapan?"

"Besok," Krystal menyeruput minumannya sebentar, "Oh ya, jangan lupa jemput kita berdua setelahnya di akademi. Lalu, kita bertiga bisa jalan-jalan lihat kembang api di—"

"—seyakin itu jika rencanamu pasti berhasil?"

Krystal mengangguk berkali-kali, "Lagi pula, adikmu itu kelihatannya baik, kasihan. Maksudku, saat kita jalan-jalan bertiga nanti, jangan tinggalkan dia sendiri. Jangan sampai dia hanya menonton kemesraan kita, itu, sih, jelas-jelas makin membuat hatinya panas,"

"Kau mau bilang apa, sih, memangnya? Aku jadi penasaran, tahu." Jongin memandang raut wajah Krystal yang alih-alih balik memandangnya, malah terlihat begitu tertarik dengan apa yang ada dipikirannya. "Tunggu, kau tidak mungkin akan menduakanku, 'kan? Maksudku, kau tidak sedang ingin mengajak adikku jadi pacarmu juga, 'kan?"

"Ya! Michyeosseo?"

"Yah, siapa tahu,"

Jongin melengos sambil mengerucutkan bibirnya.

"Bukan. Aku hanya akan bilang sesuatu yang membuatnya memahami kondisi kenapa kau harus bersamaku,"

Lihat selengkapnya