This is Home!

pinklabel
Chapter #11

Chapter Eleven

"Selamat pagi,"

Sapaan Siwon segera membuat semua penghuni kamar Kyungsoo berdiri dari duduknya. Kris menyambut Siwon dengan satu bungkukan diikuti dengan anak-anaknya yang melempar senyum penuh sopan santun. Paman dan Bibi Han pun segera memisahkan diri untuk sekadar memberi waktu pada mereka. Jadi, keduanya memilih keluar kamar dan menunggu sampai Dokter ramah itu menyelesaikan kunjungannya.

Siwon mendekat pada ranjang Kyungsoo, "Ji Eun-ssi, tolong cek tensinya,"

Ji Eun—perawat wanita yang selalu ikut kunjungan pagi dengan Siwon ini—mengangguk sekali sembari meneliti sebentar kantong infus Kyungsoo dan segera menyiapkan tensimeter untuk dililitkan pada lengan Kyungsoo.

Setelah menunggu beberapa saat, Ji Eun cukup terkejut dengan hasil yang tampak dialat itu.

"Apa ada indikasi Hipotensi, ya, Uisa-nim?"

"Kenapa memangnya?"

"Ritme jantungnya jauh sekali dari angka enampuluh," Ji Eun tidak mungkin salah lihat. "Hanya tigapuluh disini."

Siwon lalu memusatkan tatapannya pada selang kecil yang memberi sirkulasi udara melalui hidung Kyungsoo. Selanjutnya, ia beralih mengecek pulse oximeter ditelunjuk Kyungsoo, saturasi oksigen dalam darahnya juga tak sesuai harapan Siwon semula. Kemudian, ia mengamati sebentar temperatur tabung oksigen itu, lalu mengangguk-angguk beberapa kali setelah bergelut dengan sebuah keputusan.

"Oksigennya naikkan sedikit saja,"

Ji Eun segera mematuhi perintah Siwon dengan berpindah tempat menuju gerumbulan Kris dan tiga anaknya. Ia sempat membungkuk untuk meminta jalan, lalu mereka segera meminggirkan tubuh masing-masing, dan membiarkan Ji Eun memutar gas oksigen itu.

Siwon akhirnya menempelkan stetoskopnya didada Kyungsoo, lamat-lamat telinganya mendengar detakan jantung itu, tanpa irama. Sehingga sedikit banyak membuat Siwon mengerutkan keningnya, agak-agak sanksi dengan pendengarannya sendiri.

"Benar. Detaknya malah melemah, benar-benar lemah sekali," Siwon mengangkat alis sembari menjauhkan stetoskopnya dari dada Kyungsoo dan kembali menyampirkannya didadanya sendiri. Ia hampir tak mendengar detak jantung Kyungsoo yang semalam bagai gemuruh perang itu. "Neurobionnya batalkan, Ji Eun-ssi."

Ji Eun kembali menyimpan suntikan dan cairan dibotol sangat kecil itu.

"Apa itu berarti buruk, Dokter?" Kris buru-buru menyuarakan kepanikannya tatkala Siwon tampak jauh lebih frustasi sekarang.

"Tadinya, saya akan menyuntikkan Neurobion untuk menghambat darah tinggi yang juga memicu pacuan jantung Kyungsoo mengencang semalam. Tapi, barusan, detaknya benar-benar hampir tidak terdengar."

Penjelasan Siwon itu ikut dicerna oleh tiga otak lain dibelakang Kris. Mereka saling memandang dengan tatapan sarat kepanikan, sama seperti Ayahnya.

"Tidak apa," Siwon buru-buru memberi penghiburan. "Kalau besok pagi iramanya masih selemah ini, kita bisa melakukan ECG saja. Bagaimana menurutmu, Ji Eun-ssi?"

Ji Eun berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk sekali, "Ya, lebih baik memang segera melakukan ECG, Uisa-nim."

"Oke, aku juga berpikir seperti itu," Siwon sempat mengetukkan jari-jarinya dipinggiran ranjang Kyungsoo. "Pengaruh obat tidurnya hampir habis, jadi sebentar lagi, Kyungsoo akan sadar."

Kris terkesiap sesaat setelah Siwon mengatakan berita itu untuknya. Ia hanya mengangguk seraya mengelus rambut Kyungsoo pelan-pelan dan matanya tak bisa teralih ke lain tempat selain menuju wajah pucat Kyungsoo.

"Kami akan menunggunya sebentar," Hari ini, Siwon benar-benar tak terlihat tenang. "Ah, ya. Tolong sering-sering beri Kyungsoo air hangat nanti, ya."

Kris lagi-lagi hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia sempat menoleh kebalik punggungnya sebentar dan mendapati kakak-kakak Kyungsoo itu berkutat dengan pikiran masing-masing bersama dengan ekspresi super keruhnya.

"Dokter,"

Siwon segera memenuhi panggilan itu dengan satu senyuman.

"Apa adik saya bisa sembuh?"

Baekhyun—si pemilik pertanyaan—bersuara selirih mungkin.

"Kau sudah melihat sendiri bagaimana perjalanan Kyungsoo sampai hari ini, Baekhyun." Siwon memberi Baekhyun tatapan berarti. "Kyungsoo bahkan bisa bertahan dengan sangat baik—jadi, dia pasti akan membaik sesegera mungkin."

Baekhyun tahu Dokter ini tidak akan sepenuhnya menjawab pertanyaan—yang ribuan kali ia lontarkan padanya setiap Kyungsoo dirawat disini. Baekhyun juga tahu mengenai hal ini, bahwa sembuh bukanlah prioritas disini, setidaknya membaik adalah setepat-tepatnya ungkapan.

"Tenanglah, Baekhyun." Ji Eun—yang sudah kembali disebelah Siwon—ikut melempar senyuman sumringah pada Baekhyun. "Kalau Kyungsoo saja yakin, kau harusnya juga bisa lebih dari yakin."

Baekhyun terpaksa harus puas dengan respon orang-orang ini.

"Eungh—"

Kyungsoo melenguh dan semua pasang mata disana was-was menanti pergerakan selanjutnya.

"Jangan buka matamu dulu kalau memang belum bisa, Kyungsoo." Siwon berbisik ditelinga Kyungsoo, kini ia siap sedia dengan jarak tigapuluh sentimeter saja dari pasiennya itu. Sementara Ji Eun menggeser dirinya sambil masih memeluk catatannya, ia juga ikut mengamati dengan mata jelinya. "Bagaimana nafasnya? Apa sudah lebih baik?"

Kyungsoo kepayahan menganggukkan kepalanya, "A—Appa,"

"Appa disini, Kyung-a." Kris segera mendekatkan dirinya pada Kyungsoo yang mencari-cari keberadaannya. Kyungsoo juga merasakan genggaman tangan besar Kris dipergelangan tangan kanannya yang mengepal itu. "Appa disini, Appa disini."

Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun juga turut mengerubungi Kyungsoo. Tapi, Siwon mengisyaratkan dengan satu tangan terangkat, isyarat agar mereka mundur beberapa langkah.

"Tolong jangan berkumpul dan menutup udara sekeliling. Ya? Kyungsoo bisa sesak lagi,"

Ketiganya buru-buru menuruti perintah Ji Eun dan tidak memprotes lebih lanjut. Tatapan jarak jauh mereka ini hanya akan menyiratkan kebingungan diatas rata-rata, mereka bahkan berdiri sejajar tanpa memindahkan diri sama sekali setelahnya.

Kyungsoo berusaha, ia berusaha membuka matanya perlahan. Ia lalu berusaha mengedarkan pandang dan mendapati cahaya matahari yang menyilaukan dari jendela besar itu. Kamar ini lagi. Suasana kamar ini lagi. Tidak terhitung berapa kali ia terbaring disini dengan orang-orang yang kalang-kabut mengelilinginya, juga dengan selang infus, selang oksigen dihidungnya, dan pulse oximeter ditelunjuknya.

Satu-satunya hal yang paling Kyungsoo takutkan saat kembali kemari adalah saat dia tidak sadarkan diri dan terpaksa harus menggunakan patient monitor, sebuah alat yang memantau seluruh kinerja organnya. Maka, semua orang disini akan terus-terusan menatap layar itu, berharap-harap cemas agar grafik detak jantung itu tak berubah jadi datar melintang.

Tidak. Kyungsoo mengusir jauh-jauh pemikirannya. Ia tidak separah itu.

"Hyung, tidak se—sekolah?"

Kyungsoo tersenyum saat menemukan siluet Baekhyun tersembunyi diantara Chanyeol dan Jongin. Ia tahu, sejak semalam Baekhyun adalah orang nomor satu yang tak bisa menghentikan tangisnya, padahal kejadian ini sudah ia lihat tidak hanya sekali. Sedikit banyak, Kyungsoo punya rasa bersalah itu. Ia yang menyebabkan serangan-serangan bertubi pada psikis Baekhyun.

"Bagaimana aku bisa konsentrasi di sekolah?" Baekhyun menyekat nafasnya lagi, sekuat tenaga ia menahan isakan yang sudah ada diujung tenggorokan. "Aku akan disini terus pokoknya,"

"Halo, Kyungsoo. Kenapa kita bertemu lagi, hm?" Ji Eun segera mengisi kekosongan dengan nada suara skeptisnya. "Kau tidak ada bosan-bosannya menemui kami,"

Kyungsoo susah payah menukar tatapannya dengan tatapan Ji Eun—perawat kesayangannya di Rumah Sakit ini. "Ji Eun Nuna lagi, aku bo—bosan." Kemudian, ada selipan tawa lemah lewat bibir bentuk hati itu.

"Kyungsoo-ya," Siwon memanggil, "Bagaimana perasaanmu hari ini?"

Kyungsoo mengatur kedipan matanya, sangat lamban saat ia membuka lalu menutupnya lagi. Namun, mata sayunya itu ia paksa berbinar, seakan petunjuk atas pertanyaan Siwon barusan, bahwa ia benar-benar sudah membaik.

Siwon terkekeh, "Tidak, tidak. Uisa tidak percaya."

"Aku hanya la—lapar, Uisa."

"Sebentar, Kyungsoo. Serius dulu," Kali ini Siwon menyuarakan permohonannya. "Rasanya jantungmu bagaimana? Masih nyeri?"

"Sudah tidak, ta—tapi, masih berdeb—ar."

Siwon mengangguk, tanda paham. "Oke. Tidak apa-apa, Kyungsoo-ya." Ia lalu mengedip cepat pada Ji Eun. "Norepinephrine saja, dua mcg dosisnya."

Sesuai perintah Siwon, Ji Eun mengubek sebentar deretan botol-botol super kecil didalam kotak persegi panjang berbahan aluminium yang turut ia bawa kemari. Ji Eun menemukan cairan bening itu dan segera memasukkannya ke jarum suntik, kemudian menyentil ujung jarumnya sekali demi memastikan cairannya sudah masuk seluruhnya.

"Obatnya masuk, ya, Kyungsoo." Aba-aba Ji Eun disetujui Kyungsoo. Perawat itu menusukkan jarum suntiknya melalui selang infus ditangan Kyungsoo dan membuat dua cairan bening itu akhirnya saling menyatu. "Yap. Selesai."

Sementara Ji Eun membereskan peralatannya, Siwon beralih memandang pada Kris dan anak-anaknya. "Setelah ini Kyungsoo bisa makan, lalu minum obatnya." Setelah mendapat anggukan dari Kris, ia memundurkan langkah. "Kami permisi,"

"Terima kasih, Dokter." sahut Kris, sesegera itu membalas bungkukkan badan Siwon dan Ji Eun diikuti anak-anaknya.

Sepeninggal Siwon dan Ji Eun, Kyungsoo berusaha menarik sudut-sudut bibirnya lagi. Ia membiarkan kakak-kakaknya menyentuh tangannya dan kembali merubungnya, mereka sengaja melupakan fakta bahwa ini bisa membatasi pergerakan udara disekitarnya. Tapi, Kyungsoo tidak peduli. Ia lebih peduli pada keberadaan orang-orang ini didekatnya. Ia lebih peduli bahwa orang-orang ini tidak perlu mengkhawatirkan keadaannya.

"Chanyeol Hyung dan Jongin Hyung—tidak kuliah juga?" Jeda itu Kyungsoo gunakan untuk menarik nafas. "Aku sudah tidak apa-apa," Kemudian, ia hembuskan perlahan. "Appa juga tidak ker—kerja?" Ia mengulang tarikan nafasnya, "Aku bisa dijaga Samcheon dan Imo." Lalu, kembali membuang udara itu.

Keempat kepala disana serentak menggeleng.

"Ma—maaf, aku membuat kalian panik lagi,"

Setelah kalimatnya, Kyungsoo bisa merasakan hujaman tatapan kesal bukan main dari mereka.

-ooo-

"Minum air hangat lagi, ya, Kyung-a?"

Kyungsoo menganga ketika Yun Mi lagi-lagi ingin menjejalinya dengan segelas air hangat untuk kesekian kali. Sejak sepagian tadi, Kyungsoo sudah melalap habis bergelas-gelas air hangat sesuai anjuran Dokter. Tapi, sungguh, jika untuk meminumnya segelas lagi, perut Kyungsoo mungkin akan menggembung.

"Perutku sudah kembung, rasanya penuh, Imo." Kyungsoo meloloskan ekspresi mengiba pada Yun Mi yang duduk disebelah ranjangnya. "Nanti lagi saja, ya?"

Yun Mi akhirnya meletakkan kembali termos itu diatas nakas. "Baiklah. Kalau butuh apa-apa, cepat bilang pada Imo, ya." Senyumnya terulas tulus. "Kau mau istirahat lagi?"

Kyungsoo mengangguk, "Tapi, apa Paman dan Imo sudah makan? Ini sudah jam duabelas,"

"Kenapa harus mementingkan kami, Kyung-a? Kau—kau sendiri yang lebih utama,"

Kyungsoo menggeleng, "Tidak, usia kalian itu adalah usia-usia rentan penyakit, tahu."

"Astaga," Yun Mi malah tertawa, "Sempat-sempatnya kau memikirkan orang-orang tua seperti kami. Tenang saja, Imo dan Samcheon akan pulang setelah ini."

Kyungsoo tersenyum riang, meski masih dengan tatapan sayu dan wajah pucat. "Imo, kalau Chanyeol Hyung atau Jongin Hyung atau Appa pulang, titipkan DVD Eomma dilaci meja belajarku, ya."

Yun Mi menyanggupi itu dengan satu anggukan patuh. "Sekarang, sana, pejamkan matamu, tidur lagi. Jangan berpikir macam-macam dulu," Tangan keriputnya menggenggam jemari Kyungsoo yang ia satukan membentuk kepalan. "Imo akan menyusul Paman diluar, lalu kami pamit pulang pada Tuan Wu didepan. Sampai jumpa, Kyung-a, nanti kami kemari lagi." Yun Mi melepas genggamannya sekaligus menyeka airmata dipelupuknya. "Pokoknya, kau harus cepat pulang."

Kyungsoo mengibaskan satu tangannya yang diinfus, isyarat agar wanita beruban itu cepat meninggalkannya sendiri di kamar. "Hati-hati, Imo!" Ia tetap menyerukan suara seraknya sesaat setelah pintu itu ditutup.

Baru saja Kyungsoo berniat terjun menuju alam mimpi, ada langkah-langkah terbirit yang memenuhi pendengarannya, disusul dengan munculnya tiga sosok laki-laki yang kini sudah kembali sibuk merusuh diranjangnya.

Lihat selengkapnya