"Whoa, tampannya,"
Kris mengelus sisian wajah bayi mungil digendongan Violet. Keduanya lantas menukar senyum dan tatap penuh haru. Putra pertama mereka lahir di bulan November,di malam berhias kerlip bintang ini. Tangisnya yang menggema di ruang bersalin sama sekali tidak memekakan telinga. Kini, dalam dekap hangat seorang Ibu, malaikat itu perlahan mulai tenang. "Dia pasti mirip denganku. Ya, 'kan?"
Violet beralih lagi pada kelopak mata kecil yang sudah terpejam itu, "Apa kameranya sudah menyala?"
"Tentu saja, momen seperti ini harus diabadikan." Kris mengangguk pada kamera diatas tripod didepan ia dan istrinya. "Kita beri nama siapa, ya?"
Violet tidak bisa berhenti tersenyum. Ia benar-benar sangat bahagia sekarang. Bahkan, untuk menyembunyikan sedetik tatapan kagum pada bayinya saja, ia tak kuasa. Kris tidak masalah sama sekali seberapa lama Violet akan menanggapinya, ia paham betapa luar biasanya kesempatan menimang anak pertama yang menjadi pelengkap keluarga kecil mereka.
Ya, tak pelak, Kris sudah merasa hidupnya sangat baik sampai saat ini.
"Chan—Chanyeol,"
"Apa?"
"Namanya Chanyeol, buah yang matang."
Kris setuju saja dengan nama pilihan Violet. Toh, dengan nama apapun asal tidak berarti buruk—bayi ini tetap milik keluarga Wu.
"Selamat datang, Wu Chanyeol, di dunia ini." Kris membelai pipi kanan Chanyeol kecil dengan telunjuk besarnya. "Kau pasti jadi anak paling hebat yang pernah ada dimuka bumi ini. Appa dan Eomma disini akan selalu mendukungmu," Kemudian, Kris mendaratkan satu kecup dikening sempit putra sulungnya.
Kecupan itu berakhir dan disambung dengan rengkuhan ditubuh Violet, Kris lantas mencium sebelah pipi istrinya. "Terima kasih, Yeobo, sudah memberiku hadiah semenakjubkan ini,"
Violet tersipu sedetik, rona merah diwajahnya berpias. "Aku hanya ingin keluarga kita terus bahagia, selamanya."
"Kita pasti bahagia, Sayang." Kris meyakinkan dengan intonasi lembut. "Istirahatlah. Nanti kita lihat Chanyeol lagi kalau kau sudah membaik,"
Violet menurut dan menyerahkan Chanyeol pada perawat disamping Kris.
"Anda bisa mengunjunginya di ruang bayi,"
Seusai petunjuk itu, Kris dan Violet sama-sama membiarkan perawat tersebut membawa Chanyeol. Sepeninggalnya, Kris dan Violet pun mengeliminasi jarak diantara mereka, satu bisikan Kris ditelinga Violet menandakan bahwa cinta mereka tidak akan kalah oleh apapun di dunia ini.
"Saranghaeyo, Violetta Hwang."
"Eomma,"
Kris menoleh pada Kyungsoo, gumaman itu tertangkap oleh telinganya.
"Eomma,"
Satu lagi. Kris akhirnya memeluk Kyungsoo, erat. Ia salurkan semua kekuatan dan kehangatan yang ia punya pada anak bungsunya ini.
Sementara video disana masih terputar.
"Appa! Appa!"
Chanyeol merengek dan Kris segera menggendong tubuh kecil batita seusia dua tahun itu.
"Eomma!" Chanyeol menunjuk perut Violet yang membesar.
Kris menukar tawanya dengan tawa Violet. Wanita itu sedang menyiapkan sarapan di dapur dan kepalanya menoleh sebentar karena teriakan nyaring putranya.
"Waeyo? Kenapa dengan perut Eomma?" Kris merasa sangat gemas hingga ia mencubit pelan ujung hidung Chanyeol. "Kau penasaran, ya, apa isinya?"
Violet menghampiri suami dan anaknya setelah meletakkan piring-piring berisi roti panggang di meja makan. "Ini adik Chanyeol," katanya.
Chanyeol—masih belum mengerti. Ia bicara seadanya, ia pun berpikir sebisanya. Jadi, mata bening Chanyeol hanya mengerjap meminta penjelasan lain.
"Hahaha!" Tawa keras Kris malah mengejutkan Chanyeol. "Isi perut Eomma ini," Kris mengelus perut Violet sambil mendekatkan Chanyeol disana. "—adalah manusia kecil. Manusia kecil ini sebentar lagi lahir. Jadi, Chanyeol tidak akan kesepian lagi setelah ini."
Chanyeol memiringkan kepalanya, berekspresi sekenanya. "Uhm."
Violet malah terus tertawa sampai hampir kehabisan nafas. Ia melambai pada kamera yang diletakkan Kris di meja pantry sambil melompat-lompat kecil, kegirangan. "Uri-Chanyeol akan punya adik sebentar lagi,"
"Kurasa dia belum mengerti apa itu adik,"
Violet setuju dengan anggapan Kris. Ia beralih memeluk dua orang tersayangnya dengan mata terpejam. Ia nikmati semua yang ia miliki sekarang dan tidak akan melepasnya sampai kapan pun. Dengan bayi diperutnya ini, Violet semakin yakin bahwa kesempurnaan terus menyertai hidupnya.
Pandangan Jongin blur. Ia melirik kakak dan adiknya, ternyata Chanyeol dan Baekhyun sama-sama menyeka lelehan air mata dipipi masing-masing. Ini baru seperempat video terputar, bagaimana dengan setengah durasinya?
Jongin merangkul Chanyeol dan Baekhyun, ketiganya tidak bisa tidak saling menguatkan. Ini perih. Ini pedih. Tapi, jika terus-terusan terbelenggu masa lalu—sampai kapan mereka bisa leluasa melangkah?
"Yah, laki-laki lagi," Chanyeol mengesah ketika Kris dan Violet sampai di rumah dengan menggendong bayi kecil.
"Kau tidak boleh bilang begitu, Chanyeol-ah." Kris lantas menggandeng Chanyeol dan mengajaknya duduk disofa. "Memangnya kenapa kalau laki-laki?"
Chanyeol mencebik, ia memusatkan pandangannya pada Jongin yang sedang bermain Lego bersama Yun Mi.
"Kau cemburu, ya?" Violet menyerobot dan duduk disebelah suami dan anak sulungnya.
"Nyonya," Yun Mi menggendong Jongin sambil menghampiri mereka bertiga. Matanya berbinar, wajahnya bersinar. "Namanya siapa ini?" Ia lalu menurunkan Jongin.
Violet menimang bayi mungil itu seraya menunjukkannya pada Chanyeol dan Jongin yang memandang bingung. "Baekhyun. Namanya Wu Baekhyun."
Yun Mi tersenyum. Ia senang bukan main, sama seperti Tuan dan Nyonyanya. Keluarga Wu memiliki satu lagi anggota baru dan dengan adanya Baekhyun—ia yakin cahaya keluarga Wu akan semakin berpendar.
"Eomma," Jongin menarik-narik rok yang dikenakan Violet, kemudian telunjuknya menunjuk wajah putih bersih didekapan Ibunya. "Yeppeo,"
Violet tertawa, "Benar, 'kan? Dia lucu. Kau mau menyentuhnya, Jongin-ah?"
Tanpa menunggu apapun, Jongin yang antusias sudah meletakkan jemarinya dikepala Baekhyun kecil.
Setelah Jongin puas mengagumi adiknya, "Hap. Sini," Kris lantas menarik tubuh kecil Jongin agar terduduk bersama Chanyeol dipangkuannya. "Bagaimana? Kalian senang, 'kan?"
Jongin mengangguk, tapi Chanyeol menggeleng.
"Tuan, Nyonya. Saya sudah menyalakan kameranya seperti yang diminta," Yun Mi menunjuk kamera diatas perapian. "Selamat bersenang-senang," Satu bungkukan Yun Mi membawa dirinya kembali ke dapur.
"Kenapa, Chanyeol-ah?" tanya Violet, "Lihat, adikmu lucu, 'kan?"
Chanyeol mengintip sebentar, "Nanti Appa dan Eomma melupakanku,"Lantas, ia memeluk Kris dan membenamkan wajahnya diantara lengan Ayahnya. "Sudah ada Jongin, kenapa ada lagi?"
Balita berumur empat tahun itu malah ditertawakan Kris dan Violet.
"Hyung jahat." Jongin memberengut pada Chanyeol. Produksi kata-katanya masih terbatas.
"Kalian semua ini 'kan anak-anak Appa dan Eomma, bagaimana pun, kalian tetap dapat kasih sayang kami secara adil. Chanyeol mengerti maksud Appa, 'kan?"
Chanyeol terduduk lagi. Ia mengangguk sekali dan menerima elusan Violet dikepalanya.
"Eomma juga tetap menyayangi Chanyeol, Jongin, juga Baekhyun. Kalian bertiga adalah harta terbaik Eomma," Violet lalu memandangi Kris, meminta dukungan. "Makanya, sesama saudara, tidak boleh saling membenci begitu." lanjutnya.
"Yap. Kalian tidak usah takut. Oke?"
Kris segera memeluk Chanyeol dan Jongin dalam dekapannya begitu mereka menyetujui omongannya, hingga dua anak itu kesesakan sesaat dan meronta ingin dilepaskan.
"Andwe, kalian tidak boleh lari. Pokoknya, Appa mau memeluk kalian selama mungkin."
Violet tersenyum sumringah, matanya tertumbuk pada mata sipit Baekhyun yang berkedip sekali dua kali. Anak bungsunya ini benar-benar suka tertawa, benar-benar tawa yang tidak pernah surut. Violet bahkan yakin, sejak diperjalanan pulang sampai saat ini, Baekhyun terus tersenyum—senyum kecil yang tampak sangat menenangkan.
Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun banjir air mata. Mereka bahkan sudah terisak sesenggukan. Tapi Kyungsoo masih berada dalam dekapan Kris, tangannya menggenggam erat tangan Ayahnya.
"Kau masih mau melanjutkannya?" tanya Kris, hati-hati.
Kyungsoo mengangguk, lemah. "Aku masih ingin melihat wajah Eomma,"
"Chanyeol, Jongin, Baekhyun," Ketiganya menoleh untuk memenuhi panggilan Kris. "Kalian masih mau melanjutkannya?"
Jongin mengintip Kyungsoo, adik bungsunya malah tidak menangis sama sekali—tidak seperti ia dan saudara-saudaranya yang sudah sembab tak karuan. Ia lalu berujar, "Kalau Kyungsoo masih mau, kita tidak masalah."
Kris beralih lagi pada Kyungsoo, "Jangan terlalu dipikirkan, jangan membebani pikiranmu. Hanya—lihat. Kalau kau stress, itu bisa berdampak pada jantungmu. Kau tahu itu, 'kan?"
"Aku baik-baik saja, kujamin."
Pernyataan barusan memberikan lampu hijau agar video kembali terputar.
Rerumputan hijau dibelakang rumah selalu menjadi tempat berkumpul paling menyenangkan bagi keluarga Wu. Kris sedang merekam Chanyeol yang asik mengejar Jongin, ia bahkan mengikuti pergerakan lincah mereka dengan seksama. Sementara Baekhyun duduk nyaman dipangkuan Violet, mereka berayun pelan di ayunan putih dibawah pohon Ek.
"Ya! Berikan bolanya, Jongin-a!"
"Andwe! Hyung harus menangkapku!"
Seruan-seruan itu saling bersahutan seiring dengan cepatnya kaki-kaki telanjang mereka memacu langkah. Pada akhirnya, Kris kepayahan mengikuti dua bocah yang sudah berlarian menjauhi kamera yang dipegangnya.
"Hahhh." Kris mengesah, keras-keras. Ia lantas menyorot pada Violet dan Baekhyun seraya berjalan dan duduk disana. "Baekhyun-ah, kalau nanti sudah bisa jalan yang benar, kejar kakak-kakakmu itu, ya?"
Mata sipit Baekhyun mengedip dua kali, lalu ada senyum lebar terulas diwajahnya. "Shireo,"
Kris akhirnya mengarahkan kamera pada wajah mereka bertiga agar bergabung dilayar. "Uh, kenapa tidak mau?" tanyanya kemudian.
"Baek mau kejar adik Baek,"
"Mwoya?" Violet mendelik sambil tertawa, lantas memeluk Baekhyun mungil, gemas. "Kau mau adik perempuan, ya?"
"Adik laki-laki biar bisa menendang pantat Chan dan Jong,"