This is Home!

pinklabel
Chapter #18

Chapter Eightteen

"Whoa, sebentar lagi uri-Kyungsoo-ya akan masuk SMA," Violet menyenggol lengan kiri Kyungsoo bersama senyum jahilnya. Mereka ada di dapur sekarang dan sedang memasak untuk makan malam. Kyungsoo disini untuk menyaksikan kemahiran Violet dalam mengolah bahan-bahan itu dan menyulapnya menjadi hidangan terlezat seantero bumi. "Kau tidak mau mencoba kursus-kursus lain sebelum sekolah dimulai? Sekolah vokal atau bahkan sekolah memasak?"

Kyungsoo menggeleng tanpa dilihat Ibunya karena Violet sedang memasukkan beberapa bumbu ke dalam panci sup dan mengaduk-aduknya sesaat. Sehingga Kyungsoo menambahkan sebuah kalimat agar bisa didengar Violet. "Aku bisa belajar masak hanya dengan melihat Eomma, kok," Lantas Kyungsoo membuka mulutnya ketika sesendok kuah disuapkan Violet padanya. Kyungsoo mengoreksi sebentar sambil berulang kali mencecapi rasanya, kemudian mengangguk antusias dan senyum lebar yang menular pada Violet. "Ini sudah enak, Eomma, serius."

"Benarkah?"

Kyungsoo akhirnya mematikan api kompor, "Masa Eomma tidak percaya denganku?"

"Yah, siapa tahu kau bilang begitu untuk membuat Eomma senang saja,"

Kyungsoo membantu Violet melepas celemeknya dan meletakkan kain itu di meja pantry. Mereka akhirnya saling berhadapan, saling menumbuk tatapan. Mata bulat Kyungsoo mengerjap beberapa kali dan mata sipit Violet—yang serupa milik Baekhyun—tampak tenggelam karena wanita itu sedang tersenyum. Violet beralih memegangi dua bahu Kyungsoo, lalu menyapukan tangannya untuk membersihkan debu yang menempel disana.

"Anak bungsu Eomma ternyata sudah besar, ya?" Kyungsoo meraih tangan-tangan Violet yang tersampir dipundaknya, lantas menyatukan keduanya dalam genggaman tangannya. "Sabar, Kyungsoo-ya. Nanti kalau sudah tujuhbelas tahun, Dokter Choi akan mengoperasi jantungmu. Eomma dulu juga melakukan operasi yang sama seperti itu,"

Kyungsoo menggembungkan pipinya, merasa bingung. "Lalu, kenapa Eomma harus operasi lagi bulan depan?"

"Karena operasi juga tidak bisa menjamin jantung Eomma sembuh selamanya," Violet tak memungkiri bahwa ia barusan blak-blakan mengekspos ketakutannya sendiri. "Karena kalau sudah selesai operasi bukan berarti tidak ada masalah-masalah lain yang membuntuti,"

Violet enggan menjelaskan lebih lanjut perkara seberapa serius lubang—yang sudah berhasil ditutup, tapi kini secara tiba-tiba menganga lagi—di jantungnya. Semakin besar ukurannya, semakin berbahaya akibatnya. Aliran darah berlebih menuju paru-paru membuat jantung Violet bekerja dua kali lebih keras. Jika dibiarkan, kondisi itu bisa merusak dua organ vital miliknya.

Tapi, tetap saja, operasinya nanti tidak benar-benar menjamin ia akan seratus persen pulih.

"Itu artinya percuma, Eomma, lebih baik tidak usah operasi kalau akhirnya akan mati—"

"—Sshh, paling tidak, operasi bisa mengulur waktu sampai masa takdir kita yang sesungguhnya datang," Entah. Violet tidak tahu barusan bicara apa. Ia hanya asal. Ia hanya sembarangan. Sebuah bentuk menghibur diri karena yang akan mengalami semua itu adalah dia sendiri. "Jadi, Eomma jamin, operasi pertamamu nanti pasti berhasil dan uri-Kyungsoo akan sehat seterusnya. Karena Kyungsoo bukan Eomma, jantung Kyungsoo tidak akan separah jantung Eomma,"

Air mata Violet terbendung dipelupuk. Senyum getir sengaja dipaksakan. Namun, omongan lantur Ibunya barusan malah terasa seperti sebuah firasat bagi Kyungsoo.

"Pokoknya, Kyungsoo pasti baik-baik saja," Violet menarik tangannya dari tangkupan tangan Kyungsoo, lalu memindahkan jemarinya untuk memindai anak-anak rambut putra bungsunya, menata ulang helai-helai hitam itu perlahan. "Kyungsoo tidak usah takut saat operasi nanti. Kyungsoo harus yakin bisa melalui dua jam dialam bawah sadar itu. Karena Eomma akan menemani Kyungsoo. Eomma akan ada disamping Kyungsoo, Eomma akan selalu berdoa untuk Kyungsoo. Eomma janji, sesaat setelah Kyungsoo keluar dari ruang operasi, Eomma akan memeluk Kyungsoo sampai dua jam lamanya. Ya?"

Kyungsoo tertawa, "Memangnya Eomma tidak pegal memelukku sampai dua jam meski aku masih dalam pengaruh obat bius setelah operasi?"

"Kenapa tidak? Kyungsoo harus tahu kalau Eomma menepati janji ini. Kyungsoo harus tahu bahwa Eomma benar-benar disana bersama Kyungsoo. Biarpun sedang dalam pengaruh obat bius, Kyungsoo pasti bisa merasakan kehadiran Eomma. Jadi, Eomma pastikan kalau tahun depan, Eomma akan menunggu Kyungsoo sampai sadar,"

Sebuah janji yang tersemat diantara keduanya terkungkung dalam satu tautan dua jari kelingking mereka. Ada dua senyum tertukar, senyum tulus tak terbantahkan. Seolah tidak ada pemikiran sama sekali untuk masa depan. Seakan tidak ada bayangan sama sekali mengenai hari esok. Hari ini adalah hari ini. Kyungsoo menikmati setiap detikan waktu yang ia habiskan bersama Ibunya, malaikatnya, mutiaranya.

Kyungsoo terbangun. Matanya terbuka lebar, nafasnya tersengal. Kamarnya gelap. Tidak. Ia benci gelap sekarang. Ia benci gelap setelah mengingat kembali sosok Violet dalam balutan roll film yang ia tonton lewat DVD kala itu. Ia benci gelap saat ini juga. Kyungsoo mencari-cari seseorang, kakaknya—Wu Baekhyun—yang ternyata tidak ada disini.

Mimpi itu lagi. Mimpi tentang Ibunya yang bagai sebuah pedang samurai sedang menghunus jantungnya pelan-pelan.

Ia benci tertidur pulas karena efek obatnya. Ia benci tersadar dalam keterkejutan, tertinggal sendiri bersama sunyi senyap.

"Eo—Eomma,"

Tapi, Kyungsoo tidak ingin beranjak dari ranjangnya demi meraba dinding untuk menemukan saklar lampu. Ia hanya akan menekuk kedua lututnya didepan dada, menyatukan dua lengannya, lantas menyembunyikan kepalanya dibelahan itu. Tanpa aba-aba, air matanya sudah menderas.

Kyungsoo menangis bersama bayang-bayang Ibunya.

"Janji apa, Eomma? Belum juga saat itu tiba, Eomma sudah mengingkarinya,"

Brak.

Baekhyun tiba-tiba sudah mendorong pintu kamar tidak serantan, sehabis berlari dari lantai bawah menuju sini, dan sedang kepayahan mengatur nafasnya. Ia jauh lebih terkejut saat menyadari Kyungsoo tidak lagi terlelap dalam tidurnya dan isakan itu menimbulkan sengguk yang membuat Baekhyun menyalahkan dirinya sendiri.

"Kyung-a, ma—maafkan aku. Aku lupa menyalakan lampunya," Baekhyun terbata, lalu segera mendekap separuh badan Kyungsoo. Ia mengelusi punggung Kyungsoo, ia mengusap bahu Kyungsoo, tapi tangis adiknya tetap menggema. "Lain kali, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian di kamar. Oke?"

Kyungsoo mendongak, dan melarikan diri dari kuncian tangan Baekhyun yang terlalu erat memeluknya. "Hyung, aku tidak ingin tidur sambil bermimpi," Semula, Baekhyun pikir Kyungsoo menangis karena ia ketakutan akan gelap disekitarnya. Tapi, Baekhyun punya kesimpulan lain, Kyungsoo menangis sebab mimpinya adalah mimpi yang mereka semua juga benci. "Hyung, carikan caranya agar aku tak perlu bermimpi tentang Eo—Eomma lagi,"

"Tidak bisa, Kyung-a," Baekhyun berujar, lugas. Embusan nafas panasnya merasuki telinga Kyungsoo. "Itu tergantung dari dirimu sendiri. Kubilang berapa kali bahwa jangan membebankan apapun pada pikiranmu. Efeknya bisa lari ke bunga tidurmu. Efeknya bisa mengganggu istirahatmu."

Kyungsoo diam. Baekhyun hanya akan tetap mendekap adiknya. Dua anak laki-laki termuda di rumah ini sama-sama sedang mengadu emosi dalam batin mereka.

-ooo-

Malam Natal. Salju semakin lebat. Udara semakin dingin.

Taman belakang tampak sangat meriah dengan kerlap-kerlip lampu tumblr yang dipasang Jin Il mengitari halaman. Pun dengan pohon cemara yang sudah dihias sedemikian rupa oleh Chanyeol, Jongin, Baekhyun, Kyungsoo, Sehun, dan Eunha. Tidak ketinggalan dengan dekorasi kecil-kecilan yang sudah Yun Mi tata rapi. Kris memandangi semuanya, ini tampak begitu syahdu.

Mereka sudah berkumpul, bersiap untuk memanggang daging-daging sapi yang Kris beli tadi pagi. Jin Il dan Yun Mi turut membantu dengan menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, keduanya bolak-balik dapur bisa sampai duapuluh kali untuk membawa semuanya.

"Eomma!" Sehun mengangkat ponselnya tinggi-tinggi, berusaha menunjukkan sepupu-sepupu yang ada disekitarnya agar muat masuk ke layar. "Appa!"

Sehun dan Eunha melambai pada wajah Ayah dan Ibu mereka. Oh Min Joo dan Hwang Gwen tampak elegan dalam balutan pakaian mahal dan senyum bahagia yang tersemat disana. Tapi, anak-anak Kris Wu malah merasa canggung. Sebagian diri mereka merasa iri. Karena, momen yang diciptakan Sehun dan Eunha dengan orangtua mereka, tidak akan tercipta juga bagi keempatnya.

"Curang. Kalau ada kita disana, kita tidak makan-makan enak seperti itu," Eunha bersedekap sambil memberengutkan wajahnya. "Itu sedang dimana?"

Gwen menyahut bersama tawa mengejek, "Ya, jelas saja kita tidak akan makan-makan enak kalau ada kalian," Min Joo turut menyambung tawa itu. "Ini 'kan kesempatan langka Appa dan Eomma menikmati waktu berdua—yah, anggap saja seperti bulan madu kedua. Ini di hotel Ashton, Eunha-ya,"

"Cih, menggelikan," Sehun mendecih sambil melengoskan wajahnya sejenak. Tapi, berbalik lagi dan membelalak setelah mencerna informasi Ibunya. "Apa? Wah, wah, Appa dan Eomma tega sekali tidak mengajak kita ke hotel itu. Sengaja, ya, kesana tanpa kita?"

Pasangan itu hanya menertawakan kekesalan anak-anaknya, lantas berpaling menuju empat wajah kikuk disamping Sehun dan Eunha.

Min Joo lebih dulu menyapa dengan sebuah lambaian dan senyum lebar, "Annyeong, Chanyeol-a, Jongin-a, Baekhyun-a, Kyungsoo-ya, selamat Natal."

Gwen mengikuti jejak suaminya dan menyambung dengan suara riang, "Whoa, kalian semua sudah jadi pria-pria tampan, rupanya. Violet pasti bangga kalau bisa melihat kalian saat ini,"

Namun, kalimat itu malah mengingatkan mereka dengan refleksi Hwang Violetta yang sudah bersarang dibenak keempatnya setahun ini.

Chanyeol segera mencairkan suasana dengan senyum lima jarinya dan memberi bungkukan sekilas, "Annyeong, Samcheon dan Imo. Selamat Natal. Oh, bagaimana kabar kalian? Kita sudah lama tidak bertemu," Akhirnya, Chanyeol mewakili adik-adiknya untuk menjadi pembicara mereka.

"Kami baik-baik saja, Chanyeol-a," Gwen menopang dagunya, lalu raut wajahnya seketika berubah ketika ia menangkap sosok Kris dibelakang sana. "Kalian juga baik-baik saja, 'kan?"

Mereka serempak mengangguk.

"Tolong marahi saja Sehun dan Eunha kalau mereka nakal," Min Joo segera mengambil alih karena istrinya sudah mulai gelisah. "Sampaikan salam kami untuk Ayah kalian, ya."

Min Joo tidak ingin Gwen merasa marah lagi. Karena setiap melihat Kris, Gwen otomatis mengingat kesalahan fatal adik iparnya itu. Belum lagi, ini menyangkut adik kandungnya, Hwang Violetta, yang amat ia sayangi. Tentu wajar jika mereka menjaga jarak sampai sekarang, meski imbasnya harus mengenai keponakan-keponakannya. Padahal Kris hanya tidak sengaja memunculkan diri. Ia kebetulan sedang mengecek temperatur api supaya daging-daging sapi ini bisa matang sempurna.

"Kalau begitu, nikmati malam Natal kalian. Appa dan Eomma akan menutup teleponnya, ya?"

Ketika Sehun menyetujui saran Min Joo, ia segera memutus sambungan dan memasukkan ponselnya dalam saku. Perbincangan singkat, hampir kaku, sepenuhnya hambar. Sehun sendiri enggan mempercayai apa yang dilihatnya, tapi orangtuanya memang terkesan membangun pagar besi untuk keluarga Wu.

"Sayang sekali, Haraboeji tidak disana," Jongin menggumam seraya mendudukkan dirinya direrumputan. "Kenapa, ya, Haraboeji tidak menghubungi kita sama sekali?"

"Masa, sih? Dua minggu lalu Haraboeji di rumah kami, kok, Oppa," Eunha hanya tidak menyadari tatapan mematikan yang Sehun lontarkan. Tapi, ia meringis ketika Sehun menyikut rusuknya keras-keras. "Kenapa, sih, Op—oh." Eunha lupa, ia baru saja keceplosan. Eunha baru ingat, bahwa kakeknya bilang untuk tidak menceritakan kunjungan tempo harinya itu pada cucu-cucu dari keluarga Wu.

"Aniya, tidak apa-apa," Chanyeol merangkul Jongin dan memberi Eunha sebuah kedipan. "Ya, Haraboeji pasti akan menghubungi kita sebentar lagi, Jongin-a," Ia hanya sekadar menaruh harapan tak pasti.

Kris tahu obrolan anak-anaknya dengan orangtua Sehun dan Eunha telah berakhir. Ia juga tahu atmosfer disana berubah tak nyaman. Jadi, ia putuskan untuk mendekat, lantas berdiri diantara Baekhyun dan Kyungsoo yang ikut mematung.

"Kkajja. Kita panggang dagingnya, lalu makan bersama-sama. Appa sudah lapar," Kemudian, Kris menyisipkan kekehan disana. "Kalian tidak lapar memangnya?"

"Yap! Ayo, Samcheon, mana daging-daging yang harus dipanggang?" Sehun bertepuk tangan dua kali, sedikit-banyak menginstruksikan mereka semua agar berpindah tempat. "Aigoo, Samcheon beli dagingnya banyak sekali,"

Kris menghampiri Sehun yang takjub dengan deretan daging-daging sapi diatas meja. Ia menepuk bahu Sehun sekali, entah mengapa merasa lega bahwa ada yang mendukung usahanya untuk memeriahkan suasana.

"Karena ada keponakan-keponakan Samcheon yang sangat berharga ini, jadi Samcheon beli banyak daging sama sekali bukan apa-apa," Kris mengamati anggukan Sehun dan membiarkannya untuk mengeksplor daging-daging itu agar naik ke atas panggangan. "Oh, Eunha-ya, kau suka bagian daging apa?"

Eunha ternyata sudah berdiri disamping Kris dan sama seperti Sehun, ia terpesona dengan daging-daging didepan matanya.

"Omo—siapa yang akan menghabiskan daging ini, Samcheon?" Eunha baru menoleh pada Kris dan senyumnya hadir kembali. "Kalau aku, potongan daging apapun pasti suka,"

"Chanyeol dan Jongin itu makannya banyak, jadi mereka pasti menghabiskan semuanya kalau kalian tidak segera ambil bagian. Kalau Baekhyun itu suka pilih-pilih makanan, tapi sepertinya, kalau urusan daging, dia tidak akan menolak. Kalau Kyungsoo—"

"—Appa," Kyungsoo menyusul bersama Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun. Bedanya, Kyungsoo memposisikan dirinya diantara Kris dan Eunha, sementara kakak-kakaknya memilih untuk membantu Sehun memanggang daging. "Appa tidak kedinginan? Eunha juga, kenapa kau tidak pakai mantel?"

Kris dan Eunha bersamaan menggeleng hingga Kyungsoo terpaksa mengulum senyumnya.

"Ya! Eunha! Ambilkan piring," teriak Sehun yang sudah bergumul dengan kepulan asap. "Ini sudah jadi,"

Eunha menuruti pinta Sehun, meski masih bertanya-tanya, "Kenapa cepat sekali matangnya? Bahkan belum sepuluh menit, loh,"

"Memangnya mau dipanggang berjam-jam?" Sehun menerima sodoran Eunha sambil memaki dengan maksud bercanda. "Hyung, yang ini juga sudah matang, 'kan?"

Chanyeol menganggukkan kepalanya sekilas sehingga dengan itu Sehun pun memindahakn daging-daging kecokelatan didepannya ke piring. Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun sama-sama sedang sibuk membalik posisi daging diatas pemanggang hingga beberapa menit, tak perlu waktu lama bagi mereka menyelesaikannya dan menyerahkan itu semua pada Yun Mi.

Di meja panjang berlapis kain putih itu, Kris, Kyungsoo, dan Eunha sudah menata alat makan sampai akhirnya Bibi Han dan Paman Han menyajikan makan malam mereka disana. Kris pun segera memanggil anak-anaknya yang tersisa dan Sehun, sekaligus meminta Jin Il dan Yun Mi ikut bergabung dengan mereka.

Kesemuanya telah duduk disana.

"Whoa, whoa!" Baekhyun—seperti biasa, tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya. "Ternyata aku bisa memanggang daging dengan tingkat kematangan sebagus ini. Ya, 'kan, Hyung?"

Lihat selengkapnya