This is Home!

pinklabel
Chapter #24

Chapter Twenty Four

"Ayo, mobilnya sudah siap, Yeobo."

Violet tidak membalas ujaran Kris, pun matanya tidak teralih sama sekali dari bayi ditimangan tangannya. Bayi itu menangis sehingga kulitnya membiru. Bayi itu menangis karena ia sedang menahan rasa sakit. Semua itu membuat Violet dan Kris benar-benar tidak mampu berlama-lama menyaksikan bayi kecil ini menderita.

"Ayolah, Yeobo. Semakin cepat Kyungsoo dioperasi, semakin baik pula untuk kesehatannya, kan?" Kris membantu Violet berdiri sembari memegangi kedua bahu istrinya. Keduanya pun berjalan berdampingan menuju mobil. "Setelah operasi ini selesai, Kyungsoo tidak akan menangis sekencang ini lagi, Violetta."

Menurut Violet, semua kalimat penenang Kris itu tidak mempan melawan pikiran-pikiran buruk dikepalanya.

"Appa! Eomma!"

Jin Il sudah membukakan pintu mobil untuk Tuan dan Nyonyanya, tapi panggilan Chanyeol barusan membuat kedua majikannya tersebut menoleh pada asal suara. Tepat didepan pintu sana, Yun Mi sudah berdiri bersama tiga jagoan Wu yang lain, Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun.

"Kita mau ikut, boleh?" Chanyeol bersuara mewakili adik-adiknya,"Kita mau lihat Kyungsoo dioperasi,"

Melihat itu, Kris menitipkan Violet pada Jin Il agar ia bisa menghampiri mereka bertiga. Setelah Kris mengangguk sekali pada Yun Mi, ia pun berjongkok didepan anak-anaknya. "Sepertinya kalian memang harus ikut. Tapi, janji tidak boleh nakal. Tapi, janji tidak boleh merengek terus. Kalian harus menghibur Eomma," Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun pun bersamaan mengintip melalui celah badan Kris dan menemukan Violet tertunduk lesu bersama lamunan tanpa ujungnya.

"Kenapa Eomma sedih? Kenapa Kyungsoo terus menangis?" tanya Jongin, sangat penasaran. Karena dua minggu lalu, setelah Ayah dan Ibunya pulang bersama adik barunya, mata Ibunya selalu basah dan adik bungsunya itu juga betah menangis seharian. "Apa Kyungsoo sakit? Apa Kyungsoo sakit, makanya Eomma jadi sangat sedih?"

Kris tersenyum getir. Ia membelai satu-satu kepala bocah-bocah kecil didepannya ini, lantas berdiri tegap dengan kekuatan yang tersisa—bagaimana pun, ia tak bisa menjawab pertanyaan Jongin. Karena dia sendiri tidak yakin ia mampu menguasai dirinya.

Hasil pemeriksaan Kyungsoo tepat setelah ia dilahirkan adalah kenyataan yang ditakuti Kris dan Violet akan terjadi dan memang kini itu benar-benar menimpa buah hati bungsunya. Dokter bilang, jantung Kyungsoo berlubang, lubangnya jenis lubang yang tak bisa menutup sendiri sehingga perlu adanya tindakan operasi. Itulah mengapa tubuh Kyungsoo membiru saat ia menangis, karena darah bersih dan darah kotor bercampur. Setidaknya, hanya penjelasan itu yang Kris ingat.

"Hap!" Kris segera meraih badan Baekhyun dan membawanya agar berada di gendongannya. "Baekhyun-ie duduk didepan dengan Appa. Chanyeol dan Jongin duduk bersama Eomma, temani Eomma dan Kyungsoo, ya."

"Hati-hati, Tuan. Semoga Kyungsoo-ya cepat sembuh," Yun Mi membungkuk sebentar, kemudian beralih pada tiga anak laki-laki asuhannya. "Kalian harus menuruti kata-kata Appa, ya. Nanti Imo bawakan baju-baju dan mainan kalian. Arrachi?"

Baekhyun lebih dulu melambaikan tangannya pada Yun Mi dan disusul oleh kakak-kakaknya. Maka, Yun Mi pun segera menutupkan pagar ketika mobil yang dikemudikan suaminya mulai menjauhi rumah. Ketika keempatnya sudah di mobil dan seperti titah Kris, Chanyeol dan Jongin duduk mengapit Violet dan Kyungsoo, suasana dalam perjalanan mereka terasa begitu mencekam. Kyungsoo terus menangis, Violet bahkan kepayahan meredam tangisnya.

"Sini biar aku gantikan, Yeobo." Kris menoleh menuju posisi Violet. "Baek-a biar duduk bersamamu saja,"

"Sssh, Kyung-a, sshh. Tidak apa-apa, Sayang, tidak apa-apa." Violet terlampau sibuk membisikkan kata-kata itu ditelinga Kyungsoo sampai tidak sempat membalas Kris. "Sebentar lagi kita sampai, ya. Bertahanlah."

Chanyeol dan Jongin sama-sama memperhatikan wajah pucat adiknya. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Baru kali ini, perjalanan naik mobil dalam seumur hidup keduanya tidak menyenangkan sama sekali. Mereka bahkan tidak punya waktu untuk sekadar memandangi jalanan melalui kaca jendela mobil seperti yang biasa mereka selalu lakukan—sebelum ada adik barunya ini.

"Kyung-a." Namun, Baekhyun tiba-tiba bergumam dari tempatnya terduduk dipangkuan Kris. Lalu, tangan mungilnya menyentuh pelan kepala Kyungsoo. "Kyung-a. Ul—Uljima,"

"Baek-a, jangan dipegang," Barusan adalah teguran Chanyeol, tapi Kris berkedip padanya untuk membiarkan apa yang dilakukan Baekhyun.

Karena tangisan Kyungsoo sedikit mereda berkat elusan Baekhyun, Violet dan Kris jadi sama-sama menukar pandang.

"Apanya yang sakit, Kyung-a?" Kini Kris mencondongkan badan Baekhyun supaya lebih dekat menjangkau adiknya digendongan Violet dan membiarkan anak nomor tiganya itu berinteraksi sebentar dengan Kyungsoo. "Kyung-a, tenang dulu, ya. Kasihan Eomma."

"Baek-a, awas jatuh." Maksud Jongin adalah badan besar Baekhyun bisa saja malah menimpa adiknya, sehingga Kris pun membenarkan gendongannya agar Baekhyun mundur sedikit.

Tapi, ternyata, Kyungsoo tidak benar-benar menyudahi tangisnya hanya karena Baekhyun mengelus kepalanya. Kyungsoo kembali menangis, sekencang-kencangnya, seolah sedang meneriakkan betapa sakit dadanya saat ini. Lagi-lagi, hal ini membuat Violet tak kuasa menahan tangisnya, sebagai seorang Ibu, hatinya tercabik-cabik sekarang hanya dengan melihat bayi yang baru ia lahirkan harus menahan rasa nyeri luar biasa itu.

"Kyungsoo-ya, sebentar lagi, ya, sebentar lagi. Eomma disini, Eomma memelukmu, Sayang."

-ooo-

"Masakan Halmeoni sudah seperti masakan Eommamu, kan?" Chae Young meminta pendapat Chanyeol sambil mengunyah sepotong daging sapi dimulutnya. "Halmeoni memang jago masak. Tapi, kenapa tidak menurun padaku, ya?"

"Chae Young-a, Chanyeol-a kan sedang makan, jangan diganggu dulu." Nenek Chae Young datang dari dapur dengan meletakkan beberapa mangkuk dihadapan Chanyeol. "Makanlah, Chanyeol-a, yang banyak."

"Mm, gomapta, Halmeoni," Chanyeol lalu menyumpit sayuran yang barusan disodorkan padanya ini. Setelah itu, ia mengecek Chae Young yang duduk disebelahnya dan memindah tatapannya pada wanita beruban yang duduk didepan mereka berdua. "Maafkan aku sudah begitu banyak merepotkan kalian,"

Meja makan sesederhana ini ternyata bisa menyuguhkan memori pahit dan manis sekaligus. Pahit karena Chanyeol mendapati ia sarapan bukan dengan keluarganya lagi dan manis karena Chanyeol benar-benar merindukan masakan rumahan semacam ini setelah sebulan hanya makan-makanan pesan antar. Memang baru genap seminggu ia meninggalkan rumah, tapi perubahan-perubahan yang terjadi selama ini memberi Chanyeol banyak pelajaran hidup.

"Tidak cocok tahu kalau kau bicara norak seperti itu," protes Chae Young. "Pokoknya kalau lapar, kesini saja. Jam berapapun."

"Yah, kalau nanti aku punya uang, aku bisa membeli makananku sendiri, kok." Chanyeol tersenyum pada nenek Chae Young yang tiba-tiba memberikan potongan-potongan daging sapi ke mangkuknya. "Aku akan meminta Jongin mengambilkan gitarku di rumah, setelah itu kita tampil tiap sore saja di taman kota, ya."

Chae Young mencebik pada sikutan Chanyeol barusan, "Kau bilang aku tidak boleh memberitahu mereka kalau mereka tanya dimana kau saat ini. Tapi, malah kau sendiri yang ingin menemui Jongin."

"Jongin pengecualian," Chanyeol mengunyah nasinya cepat-cepat demi menyahuti kalimat Chae Young. "Kalau selain dia, aku yakin tidak bisa menang melawan keinginanku untuk kembali ke rumah. Kalau aku lihat Baekhyun atau Kyungsoo, hancur sudah benteng pertahananku."

Chae Young hanya menganggukkan kepala sambil mengedikkan bahunya, lantas mencuri pandang pada neneknya. Ia juga selega Chanyeol karena neneknya ini bukan tipe orang yang suka ikut campur sehingga tidak banyak pertanyaan yang terlontar perkara mengapa Chanyeol kabur dari rumah dan lainnya.

"Kapan kau akan menghubungi Jongin?"

"Kau lusa ke kampus, kan?" Chanyeol menyudahi makanannya dan mendapati anggukan sekilas dari Chae Young. "Jongin juga sudah mulai kuliah besok, kalau tidak salah. Jadi, bilang saja padanya, aku ingin bertemu dengannya di taman kampus jam tiga sore."

"Whoa, aku tiba-tiba jadi pengirim pesanmu, ya." Chae Young mengoceh tepat setelah tegukan air putih terakhirnya. "Apa fungsi ponselmu?"

"Aku takut nanti yang baca pesannya bukan Jongin." Chanyeol beralasan, "Bisa saja dia meletakkan ponselnya sembarangan, lalu yang membaca pesanku malah Baekhyun atau Kyungsoo."

"Baiklah, Tuan Muda Chanyeol." Chae Young menggesturkan bungkukan badan menghadap Chanyeol. "Hamba siap mengantar pesan untuk Tuan Muda Jongin."

Kemudian, tawa Chanyeol saling bersahutan dengan tawa nenek Chae Young. Hari ini, sejauh ini, Chanyeol bisa mengurus dirinya sendiri meski tanpa bantuan finansial Ayahnya. Hari ini, sejauh ini, Chanyeol masih bisa hidup meski tanpa tidur di ranjang besar nan empuk, meski tanpa makanan-makanan mewah nan lezat, ia ternyata masih bisa bernafas sampai jam sembilan pagi ini dan akan terus bernafas berpuluh-puluh tahun kedepan.

-ooo-

"Kyungsoo akan baik-baik saja, Violetta." Yoo Seok pun sudah berkali-kali memeluk putrinya demi meredakan tangis itu. "Kau belum makan. Ayo, makan dulu. Yifan dan anak-anak sudah membelikanmu makanan."

Violet akhirnya memindahkan langkahnya dari pintu ruang operasi setelah sejam penuh menetap disana. Ia mengikuti tuntunan Ayahnya dan kini sudah mencapai taman Rumah Sakit yang tak terlalu ramai. Ketiga anak laki-lakinya bahkan sudah duduk melingkari meja sehingga Kris segera menyiapkan kursi untuk Violet duduki. Violet akhirnya tersenyum pada kakak-kakak Kyungsoo ini, ia sadar telah menciptakan kekhawatiran berlebih bagi Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun. Bahkan di usia mereka yang masih terlalu kecil ini, mereka tidak seharusnya ikut merasakan kesedihan yang Violet rasakan.

"Operasinya masih lama, masih sejam lagi akan selesai. Kau juga tidak boleh membebani pikiranmu, Yeobo." Kris duduk disebelah Violet, menyiapkan makanan untuk istrinya, baru kemudian membantu Violet menggenggam sumpitnya. "Makan dulu. Anak-anak dari tadi menunggumu,"

"Eomma." Baekhyun memanggil dari kursi seberang Violet, "Baekhyun boleh duduk disana?"

Violet mengangguk ketika tangan Baekhyun menunjuk pada pangkuannya. Maka, Kris segera menangkap langkah-langkah kecil Baekhyun dan meletakkannya di paha Violet. Seketika itu, Violet pun memeluk Baekhyun dan menciumi puncak kepalanya.

"Dasar manja," cibir Chanyeol, "Kalau begitu, aku akan duduk dipangkuan Haraboeji."

Yoo Seok mengangkat kedua alisnya, "Wah, Chanyeol-a sepertinya lupa kalau sudah besar, ya? Masa anak seumuran Chanyeol masih mau dipangku?"

"Kenapa tidak dipangkuan Appa?" Kris membuat Chanyeol menyunggingkan cengirannya.

"Appa memamangku Jongin saja," Chanyeol melirik adiknya yang tidak terlalu memedulikan apapun saat ini karena Jongin hanya sedang asik melahap nasi goreng kimchinya. "Sesiangan tadi Jongin 'kan sudah digendong Haraboeji, sekarang gentian aku."

Kris dan Violet tertawa bersamaan, begitu pula dengan Yoo Seok yang ikut mengejek Chanyeol.

"Ya, tidak boleh iri begitu, Yeol-a." Violet membenarkan, "Haraboeji sudah tua, tidak kuat memangku berat badanmu, Chanyeol-a."

Chanyeol memberengut, "Ya sudah, aku duduk sendiri saja."

"Aigoo, sini sini." Yoo Seok akhirnya menepuk pahanya sendiri, isyarat bahwa Chanyeol boleh mendudukinya. "Hap! Mm, ternyata tidak terlalu berat, kok," Begitu Chanyeol duduk disana, diwajahnya hanya terpatri senyum kemenangan.

"Jongin-a tidak mau duduk disini?" Kris beralih pada Jongin—yang benar-benar hanya fokus mengunyah dan menelan makanannya. "Wah, kau sepertinya memang kelaparan, ya?"

Violet pun menghapus noda di bibir Jongin yang memang duduk disebelahnya, ia juga membenahi cara makan anak nomor duanya yang agak berantakan ini. "Jongin-a, Appa sedang bicara denganmu, loh." Jongin lantas mengerjap setelah suapan terakhirnya selesai. Ia menoleh pada Ibunya dulu, baru pada Kris di sisi kanan Ibunya.

"Appa mau duduk bersamaku?" tanya Jongin, polos.

"Jongin-a tidak mau? Yah, Appa ditolak," Kris menoleh pada Chanyeol dan Baekhyun yang masing-masing sudah duduk tenang di pangkuan Violet dan Yoo Seok, sehingga Jongin akhirnya mengikuti arah pandang Kris. "Padahal Appa sedang ingin mencubit pipimu, loh."

"Shireo. Appa suka mencubit-cubit pipiku." Jongin malah menggeleng kuat-kuat.

Karena akan sangat sulit membujuk Jongin, Kris akhirnya menghampiri tempat anak paling masa bodohnya itu. Ia lantas menggendong Jongin tanpa persetujuan darinya, tapi Jongin pun tidak menolak. Maka, Kris sengaja menggelitiki pinggang balita empat tahun itu dan membuatnya terkikik kegelian.

"Appa~ Ah, geli~"

Yoo Seok dan yang lain memperhatikan interaksi tersebut, tawa memenuhi suasana makan siang hari ini. Ya, setidaknya masih ada secuil kebahagiaan ditengah rasa cemas yang melingkupi ia dan keluarga putrinya. Yoo Seok sendiri juga tidak bisa semudah itu mengalihkan pikirannya dari cucu bungsunya yang sedang dipasangi kateter di ruang operasi sana, ia tidak bisa mengusir bayang-bayang bayi sekecil Kyungsoo harus dibedah sana dan sini agar lubang di jantungnya tak menyusahkan kehidupannya kelak.

Kyungsoo berjuang demi tumbuh di keluarga Wu.

-ooo-

Jongin menyebar serbuk putih itu di meja belajarnya. Lampu ia padamkan, pintu pun ia kunci, Jongin mengisolasi diri di kamarnya. Ini sudah ketiga kalinya, tiga kali Jongin menyukai cara menghirup obat depresan seperti sekarang dapat mengatasi pikiran-pikiran kalut dikepalanya. Ia melambung, ia melayang, dan intinya—ia merasa tak punya beban hidup apapun.

Heroine, Morphine. Obat-obatan depresan yang menguras hampir seluruh uang sakunya.

Jongin kini ketagihan. Ia rela menyetok serbuk-serbuk ini agar dapat ia gunakan sesering mungkin. Jongin sempat bercermin, tampilannya sekarang seperti bukan dirinya yang dulu. Badannya mengurus, matanya berkantung, hidungnya memerah, ling-lung—tapi, Jongin merasa ia bahagia.

Serbuk putih dihadapan Jongin telah siap, maka ia mencondongkan badannya dan mendekatkan hidungnya—dalam sekali hirup, obat-obatan itu sudah membuat Jongin terbuai dalam sensasi dimensi baru yang tak pernah sekalipun ia temui.

Matanya tepejam, pening dikepalanya berangsur hilang, dan seulas senyum itu menjadi pamungkas.

Jongin terkesiap saat dua ketukan di pintu kamarnya hadir, "Jongin-a? Ini Appa, buka pintunya, Appa harus bicara denganmu sebentar." Sehingga Jongin terburu mengendalikan diri dan membereskan kekacauan disini, termasuk menyembunyikan sisa serbuk-serbuk berbahaya ini.

Lihat selengkapnya