Ponsel hitam diatas nakas baru saja bergetar. Si pemilik segera meraih benda datar tersebut tanpa berniat membuka mata apalagi bangun dari rebahnya, Chanyeol benar-benar hampir terlelap. Tapi, ketika dengan seksama ia membaca isi pesan barusan—tubuhnya segera menegang dan matanya membola.
Kyungsoo hilang.
Chanyeol menggeleng berulang-kali. Jongin bisa saja sedang membohonginya.
Maka, Chanyeol pun segera menelepon Jongin. Ada beberapa nada tunggu sampai akhirnya Jongin mengangkat panggilannya. "Ya! Kyungsoo benar-benar hilang? Ba—bagaimana bisa?" Terang saja Chanyeol panik. Pikirannya sudah berkecamuk dengan berbagai kemungkinan terburuk yang bisa menimpa adik bungsunya itu. "Kau tidak sedang memancingku untuk pulang, kan, Jongin-a?"
["A—aniyo,"] Jongin malah terbata, ["Kyungsoo di rumah Jaehyun ternyata."]
Entah apa—Jongin akhirnya malah tidak jadi membual. Ia hanya tidak tega saja kalau Chanyeol benar kembali karena Kyungsoo, kemudian belum ada yang bisa menyembuhkan luka di hatinya. Jongin tidak punya alasan logis untuk menahan kakaknya selain karena ia sendiri yang merasa tidak sanggup menghadapi semuanya. Jongin enggan egois.
"Syukurlah," Chanyeol akhirnya bisa membuang nafasnya yang sejak tadi ia tahan. "Bagaimana dia bisa sampai di rumah Jaehyun? Maksudku, kenapa—"
["—kemarin malam, Appa bertengkar denganku. Kurasa Kyungsoo dan Baekhyun melihatnya."]
Chanyeol tidak sadar sudah menjatuhkan ponselnya di ranjang, seketika itu tatapannya kosong dan bibirnya tak terkatup.
["Hy—Hyung?"] panggil Jongin, ["Hyung, wae geurasseo?']
Chanyeol tersadar dan segera menempelkan kembali ponsel itu ditelinganya, "Apa yang dia lakukan padamu?"
Dia disini tentu merujuk pada Ayahnya—yang berkuasa, Wu Yifan.
["Dia—ah, bukan apa-apa."] Jongin berkelit.
"Apa dia menamparmu?"
Kemudian yang Chanyeol dengar hanya isakan Jongin, adiknya lagi-lagi dilukai.
-ooo-
"Whoa, Imo ini selain cantik juga pintar masak ternyata,"
Luna tidak sadar baru saja tersipu, "Apa? Kau sudah pintar merayu, ya, Kyungsoo-ya?" katanya, sambil meletakkan piring berisi scrambled egg, dua sosis besar, dan potongan-potongan kecil daging sapi asap tepat didepan tempat Kyungsoo duduk. "Ini 'kan hanya tinggal menggoreng biasa. Malah sepertinya kau yang lebih mahir,"
"Tentu saja," Kyungsoo membanggakan diri, "Karena masakan Eomma selalu enak, jadi aku tidak mungkin tidak ingin tahu cara membuatnya,"
Luna terdiam seketika itu dan sempat melamun sekian detik sampai akhirnya Jaehyun menyusul dan mengambil tempatnya disebelah Kyungsoo. "Imo, kenapa diam saja?" Tanpa butuh waktu lama, Jaehyun sudah mengunyah makanannya dengan kecapan-kecapan berisik.
"Eomma Kyungsoo biasanya masak apa?"
Kyungsoo tidak jadi melahap sumpitan sosisnya, ia malah terpekur memandang Luna. "Mm, banyak." Ia menyingkat.
"Lalu, Eomma Kyungsoo pintar apa lagi selain memasak?"
Jaehyun menyipit—ia mulai menyadari ketidakberesan disituasi ini, bibinya mau berulah lagi. Jadi, ia pun berdeham, "Imo, kita harus cepat menyelesaikan sarapannya. Kan kita mau pergi ke warnet dan siangnya Kyungsoo harus pulang."
Luna membalas keponakannya dengan satu kedipan, ia tahu Jaehyun ingin menyetop angan-angannya menginterogasi Kyungsoo. "Baiklah. Ayo, makan dulu. Kalian harus segera ke warnet sebelum Appa Kyungsoo menelpon Imo lagi."
"Appa menelpon Imo?"
Luna baru saja sadar ia telah keceplosan. "Uh—ah, mm, maksud Imo kalau-kalau Appa Kyungsoo menelpon Imo karena khawatir,"
Jaehyun juga jadi ketar-ketir—kenapa bibinya bisa sangat ceroboh? Semalam, seusai makan malam, Kyungsoo memang langsung ke kamar Jaehyun hingga menyisakan Luna dan Jaehyun berdua saja membereskan piring-piring kotor—sampai akhirnya, Kris menelpon balik berkat foto yang Luna kirim. Jaehyun ada disana untuk menyimak obrolan mereka—lebih tepatnya mengawasi.
Ya, Luna memang berbohong saat ia bilang Kyungsoo menolak ajakan Kris, nyatanya anak itu tidak benar-benar berada disebelahnya. Ia lantas menambahkan, "Imo hanya salah memilih kata,"
Dalih yang sepenuhnya tidak dipercayai Kyungsoo, "Tapi, sejak semalam sampai pagi ini pun tidak ada lagi telepon dari Appa, Jongin Hyung, dan Baekhyun Hyung." Kyungsoo termenung sendiri, mulai merasa sanksi.
Itu artinya mereka sudah tahu dimana posisinya, batin Kyungsoo, rapat-rapat.
Ini aneh.
"Ini tidak aneh sama sekali, Kyungsoo-ya." Jaehyun seakan mampu membaca pikiran Kyungsoo hingga pemuda seumurannya ini pun berusaha semaksimal mungkin untuk mentralisir suasana. Ia lalu menyodorkan jus jeruk untuk Kyungsoo dengan senyum terkembang lebar. "Coba minum ini, Kyungsoo-ya. Merk ini memang baru, tapi kata orang-orang rasanya—"
"—aku sepertinya harus pulang. Mian, Jaehyun-a, lain kali saja kita ke warnet."
Luna dan Jaehyun sama-sama melongo—merasa sangat salah langkah.
-ooo-
Baekhyun terbangun dan sempat terkejut ketika tidak mendapati Kyungsoo diranjang sebelah.
Ya, bagaimanapun, keputusan mendadak Kyungsoo membuat Baekhyun harus menyelipkan rasa khawatir dan merapalkan doa supaya adiknya itu baik-baik saja saat jauh dari jangkauannya. Kyungsoo tidak pernah membantah satupun perintah orang-orang rumah yang selalu melarangnya ini dan itu demi menjaga kesehatannya, tapi lihat sekarang, si bungsu itu malah membalik keadaan. Babak kehidupan yang benar-benar tak pernah disangka Baekhyun akan ada.
"Hah—" Baekhyun mengesah sesaat sebelum akhirnya terduduk dikursi meja belajarnya.
Mata sipitnya menangkap benda tajam itu lagi. Seakan sedang memanggilnya, Baekhyun pun menerima uluran manis silet berkilau yang kini sudah berpindah ditangannya. Ia sempat mengelusnya sebentar, membelai—meraba, ia benar-benar merasakan seberapa tajam silet ini.
"Menarik," gumamnya.
Baekhyun pun gelap mata. Ia menyingsingkan lengan bajunya sampai sebatas siku dan seketika memperlihatkan kulit putih bersih tanpa gores miliknya. Secara tiba-tiba dan tanpa aba-aba, Baekhyun mengarahkan sisi tajam silet itu pada lengannya, memberi sayatan kecil disana. Meski tak terlalu dalam, tapi tetap sebabkan baret—kini, ada bekas kemerahan dilengannya.
Baekhyun bahkan sempat memejam, ia temukan sensasi yang dimaksud orang-orang di internet.
"Whoa."
Ia merasa—ringan.
Bebannya menguap.
-ooo-
Krystal sudah menekan bel rumah Jongin untuk kesekian kali—tapi, pacarnya itu tak juga membukakan pintu. Ia jadi jengah sendiri dan berpaling memunggungi intercom. Lantas, ia teringat Baekhyun hingga tanpa pikir panjang, Krystal segera meneleponnya.
Namun, saat nada dering itu belum tersambung, Kris malah muncul didepannya setelah membuka pagar.
"Krystal-a?"
Krystal sempat tergelagap, "A—ah, halo, Samcheon. Apa Jongin masih tidur?"
"Jongin masih di kamarnya, mungkin sudah bangun." Kris lantas memasang arlojinya sambil melempar senyum pada Krystal. "Masuk saja, ada Baekhyun juga didalam. Maaf, Samcheon harus pergi ke kantor, jadi tidak bisa menemanimu, ya."
"A—Arrasseo, Samcheon."
Kris segera masuk lagi dan menghidupkan mesin mobilnya. Tak lama, ia dan mobilnya sudah keluar dari garasi. Kris juga menyempatkan diri untuk membuka jendela mobil dan sekali lagi menyimpulkan senyum untuk Krystal. "Tidak usah malu-malu, masuk saja. Sekalian suruh Jongin makan, ya, Krystal-a. Akhir-akhir ini dia kurus sekali. Samcheon kira karena kalian berdua ada masalah. Oh ya, titip pagarnya juga, ya."
"Tentu, Samcheon. Hati-hati di jalan." Ketika Krystal selesai melambaikan tangan, mobil Kris pun sudah melaju dan menjauhi tempatnya berdiri kikuk ini. "Oke. Sekarang, kita temui Jongin."
Krystal sudah menutup pagar sesuai pesan Kris. Lalu, ia segera melangkah memasuki rumah ini—besar, luas, mewah, megah. Saat pertama kemari dulu, ia bahkan tidak sempat mengagumi interior dan perabot disini, ternyata semuanya benar-benar bagai berlapis emas.
"Krystal Nuna?" Krystal sempat terkejut dengan sapaan Baekhyun di anak tangga ketujuh itu.
"Selamat pagi, Baek-a. Maaf, Nuna tiba-tiba muncul disini,"
"Mau cari Jongin Hyung?" Begitu Krystal mengangguk, Baekhyun menunjuk lantai dua dengan ekspresi tak terbaca, lantas melanjutkan, "Kalau Nuna belum sarapan, sarapan disini saja. Makan punya Jongin Hyung. Soalnya Jongin Hyung benar-benar sedikit makannya sekarang."
Krystal pun memperhaikan Baekhyun telah mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas—ya, dia malah mengikuti Baekhyun sampai dapur dan bukannya menemui Jongin di kamarnya.
"Kyungsoo mana?"
Baekhyun mengesah, "Uh, Kyungsoo sedang menginap di rumah temannya, Nuna."
"Tumben sekali."
Komentar Krystal tidak akan dibalas Baekhyun, tentu saja. Jadi, Baekhyun hanya akan fokus memotong daun bawang—kali ini dengan hati-hati tanpa niatan untuk membiarkan benda tajam itu menggores lukanya. "Nuna bisa langsung saja ke kamar Jongin Hyung. Setelah naik tangga, belok ke kiri, ya. Nah, pintu pertama yang Nuna temui itu pintu kamar Jongin Hyung, kalau yang paling ujung itu kamar—" Jeda, Baekhyun gunakan untuk menarik nafas. "—Chanyeol Hyung."
Krystal jadi tak enak hati telah menyinggung titik sensitif Baekhyun, "Apa tidak apa-apa aku ke kamar Jongin?"
"Kenapa?" Baekhyun berhenti memotong daun bawangnya, "Nuna kan pacar Jongin Hyung,"
Krystal malah tertawa, "Kalau aku pacarnya, jadi bebas mau melakukan apa saja, begitu?"
"Mm, kurasa begitu," Baekhyun akhirnya beralih pada rebusan air di kompor. "Nuna mau ramyun?" Ia bertanya sambil membuka kemasan mi, menyebar bungkus bumbunya, dan terburu menuang mi itu dalam panci.
"Aniya, Baek-a, Nuna sudah sarapan, kok. Sini, biar Nuna buatkan saja, ya." Saat Krystal akan merebut tempat Baekhyun, adik Jongin itu malah mempertahankan tempatnya, bersikeras bahwa ia mampu melakukannya sendiri. "Biasanya siapa yang memasakkan ramyun untukmu? Kenapa ini berantakan sekali?"
Baekhyun jadi terkekeh, "Uh, kalau tidak Bibi Han—ya, Kyungsoo."
"Dasar tidak mandiri," Akhirnya, Krystal berhasil memegang kendali atas mi ramyun dipanci tersebut dan menggeser posisi Baekhyun. "Sini, biar Nuna ajari."
"Yah, padahal hanya masakan instan begini, aku pasti bisa, Nuna."
Tapi, Krystal malah mendelik pada argumen tertolak Baekhyun barusan. "Harusnya, kau tunggu airnya sampai mendidih, baru masukkan mienya. Karena ini sudah terlanjur, yah—mau bagaimana lagi. Tapi, lain kali, tunggu airnya sampai mendidih, baru masukkan mienya. Arra?"
Baekhyun mengangguk, merasa sangat paham. "Mm, yang penting kan mienya matang, Nuna."
"Astaga, Baek-ie." Krystal akhirnya memandang Baekhyun, lekat-lekat. "Makanya, jangan belajar akademik terus."
"Sampai sini aku bisa melanjutkannya, Nuna. Sudah sana, Nuna ke kamar Jongin Hyung saja."
Karena Baekhyun terus berusaha mendorong punggungnya, Krystal jadi terpaksa memindah langkah.
"Kalau begitu, selamat makan, Baek-ie."
Ada senyum tersemat di wajah Baekhyun tepat setelah Krystal menghilang di lantai dua.
-ooo-