Semua jiwa yang telah berkumpul disini terguncang bukan main.
"Andwe, andwe, andwe!" Baekhyun sudah merosot dilantai—tak mampu menyaksikan badan Kyungsoo terus tertarik oleh lead defibrillator—ia memberontak dipelukan Jongin dengan air mata membanjir sampai ke pipi dan lehernya. "Kyungh—Kyungsoo—a—andwe!"
Jeritan histeris Baekhyun tidak dapat diredam siapapun, tidak ada yang sanggup membisikkan kalimat penenang atau elusan lembut dipunggungnya. Karena tanpa terkecuali, semua orang disini juga meraungkan tangis sampai nafas pun sudah tak terasa lagi di rongga paru-paru mereka.
Jongin tidak melakukan apa-apa selain mengeratkan pelukannya pada Baekhyun, ia hanya akan terus memejamkan matanya rapat-rapat dan menulikan telinganya terang-terangan—ia enggan melihat dan mendengar apapun yang akan atau sedang terjadi pada Kyungsoo. Sejujurnya, ia juga tengah berpegangan pada Baekhyun sekarang. Tidak jauh berbeda dengan Chanyeol yang memilih untuk memunggungi kaca dibelakangnya, ia menggemertakkan gigi-giginya, sedikit banyak telah menahan isakan yang terjebak ditenggorokan, sesekali ia meremas kuat-kuat rambut berkeringatnya. Beberapa menit ini, hatinya benar-benar tidak bisa tenang.
Adik bungsu mereka—mungkin sedang diberi dua pilihan sekarang—antara hidup atau mati.
"ANDWEEE! Hah—ANDWEE!"
Barusan masih teriakan tak terbantahkan dari bibir bergetar Baekhyun.
Sedangkan, Kris tidak berhenti memandangi Kyungsoo didalam sana, ia sedang berusaha menguatkan diri untuk berdiri disini meski dengan kaki gemetar—bagaimanapun, tidak ada yang bisa menjamin nyawa Kyungsoo sekarang. Min Joo ada disampingnya, ia juga turut memijit leher Kris, berharap ada beberapa kekuatan yang dapat disalurkan darinya untuk adik iparnya ini. Min Joo juga sedang memeluk Gwen dan membiarkan istrinya itu menangis sesenggukan didada bidangnya, dia tahu bagaimana batin Gwen tercabik-cabik saat menyaksikan keponakannya berada dalam ambang kematian.
Tidak seharusnya Min Joo memikirkan kemungkinan itu, tapi kepalanya juga tidak punya pemikiran baik lain.
Yoo Seok berada di bangku panjang bersama Jin Il dan Yun Mi, keduanya mengapit Yoo Seok dan berjaga-jaga agar pria tua ini tak pingsan. Yoo Seok jelas syok, tidak ada yang dapat disembunyikan selain ekspresi wajahnya yang mengeruh, ia juga meneteskan banyak sekali air mata. Di dua sisi lainnya, Jin Il dan Yun Mi juga sedang berperang dengan kekalutan mereka, salah satu anak majikan yang paling-paling mereka sayangi itu bisa jadi tak akan kembali kemari dan hanya itu kemungkinan yang terus meracuni kepala keduanya.
Sehun membiarkan Eunha menangis didekapannya. Ia biarkan adik perempuannya itu juga menangis kencang, menyaingi tangisan Baekhyun di lantai sana. Tidak ada yang perlu mereka lakukan lagi selain menanti kabar dari orang-orang medis yang tengah berusaha semaksimal mungkin didalam sana.
"O—Oppa,"
"Jangan, jangan tanya padaku apa Kyungsoo bisa selamat atau tidak,"
"Ta—tapi,"
Sehun memotong ucapan Eunha dengan membawa kepala adiknya agar lebih tenggelam didadanya.
Latar kemudian berpindah—kembali menuju ketegangan yang terjadi didalam ICU bersama Siwon, Ji Eun, Jisung, dan beberapa tenaga medis lain.
"Isi lagi duaratus joule!"
Suara lantang Siwon sempat menyentak Ji Eun, tapi ia cukup bisa menguasai diri dengan langsung mengatur generator defibrillator disampingnya dan terburu membalas Siwon dengan sebuah seruan mantap.
"Duaratus joule siap!"
Arus listrik kedua lead datar tersebut hanya mampu mengejutkan jantung Kyungsoo untuk kesekian kali, tapi belum mampu mengembalikan detaknya yang sudah hilang bermenit-menit lalu. Otak mereka bekerja dua kali lipat sejalan dengan fisik mereka yang juga diperas empat kali lipat.
Semua manusia berilmu ini tahu jika dalam semenit grafik di monitor belum juga berubah, maka tamatlah riwayat mereka—jantung Kyungsoo bisa dinyatakan berhenti untuk selamanya.
"Appa!"
Kris berjongkok dan menunggu langkah-langkah kecil Kyungsoo menghampirinya. Setelah tubuh mungil bocah seusia enam tahun itu sampai direntangan pelukannya, Kris segera mengangkat dan memutar-mutarnya sebentar.
"Ya! Nanti Kyungsoo jatuh, Yeobo."
Kris terkikik pada Violet, "Tidak akan, dia pasti aman jika berada digendonganku. Ya, kan?" Kyungsoo membenarkan ujaran Kris dengan satu anggukan bersemangat, ia lantas menggelayut manja di leher kokoh Ayahnya. "Aigoo, ada apa Baekhyun-a?"
"Aku juga mau digendong," Kris tertawa mendapati Baekhyun telah memajukan bibirnya. "Aku masih ringan untuk bisa digendong Appa, kok,"
Tapi, belum sempat Kris membalas Baekhyun, sebuah jitakan sembarang telah mendarat diatas kepala si mata sipit ini—Chanyeol pelakunya. "Ya! Menggelikan. Katanya sudah besar, tapi masih mau digendong. Ayo, naik roller coaster saja denganku! Mana tunjukkan keberanianmu sini?!" Baekhyun akhirnya tidak bisa mengelak dari seretan Chanyeol yang sudah mengajaknya mengantri di wahana kereta melayang itu.
"Daebak! Aku juga mau!" Kyungsoo meronta dari gendongan Kris dan memaksa Kris agar segera menurunkannya. Tapi, Violet buru-buru mencegah Kyungsoo yang ingin berlari menyusul kedua kakaknya dengan sebuah gelengan, "Wae, Eomma? Nanti aku ditinggal."
"Kau masih terlalu kecil, Kyungsoo-ya, belum boleh." Violet patut lega karena ia bisa menemukan alasan lain selain—orang dengan penyakit jantung dilarang naik wahana yang ingin sekali ditumpangi Chanyeol dan Baekhyun barusan. "Main dengan Jongin Hyung saja, ya? Naik komidi putar?"
Jongin mencebik, "Itu kan mainan anak kecil, Eomma." Protesannya barusan dibalas usakan rambut oleh Kris.
"Kalau begitu, sana ikut Chanyeol Hyung dan Baekhyun-a. Mumpung mereka masih mengantri,"
Jongin melirik Kris, agak tidak setuju dengan suruhan Kris. "Appa kan tahu aku takut ketinggian."
Senyuman Violet terulas lembut untuk Jongin, "Makanya, naik komidi putar saja dengan Kyungsoo dan Eomma. Appa biar mengawasi Chanyeol Hyung dan Baekhyun-a. Bagaimana? Setuju?"
Meski ada kesahan kecewa, tapi Kyungsoo akhirnya merengek pada Jongin. "Ayo, Hyung, ikut kita saja."
"Appa!" Baekhyun sudah berteriak diujung sana dengan tangan membentuk corong, "Roller coasternya mau berangkat!"
"Appa!" Chanyeol mengikuti cara adiknya, bedanya ia sambil melompat-lompat. "Ayo! Nanti tidak kebagian tempat!"
Violet segera mendorong punggung Kris, "Sudah sana. Biar Jongin-a dan Kyung-a aku yang urus. Hati-hati!" Ia lantas melambai pada langkah-langkah lebar yang diambil suaminya dan pada Chanyeol dan Baekhyun yang menghadap padanya. "Chanyeol-a, Baekhyun-a, pakai sabuk pengamannya, ya!" Teriakannya barusan disambut anggukan antusias anak-anaknya disana.
Sekarang, tersisa dirinya dan dua anaknya yang lain.
"Jongin-a, kenapa wajahmu tertekuk terus begitu? Kita 'kan sedang liburan," Violet menyentuh leher Jongin, "Kau mau es krim atau gula kapas?"
Jongin mendongak dan menemukan wajah Ibunya sangat bercahaya tertimpa terik matahari sore. Setelah mengedarkan pandang sebentar pada deretan kios penjaja makanan dan minuman disekitarnya, Jongin akhirnya mengangguk—takut-takut—tapi, menggeleng lagi begitu menatap mata bulat Kyungsoo sedang merajuk padanya.
"Boleh? Kyungsoo bagaimana?"
Violet mengulas senyum tulus, "Kyungsoo bisa makan yoghurt saja, itu cukup manis, tapi tidak terlalu manis."
"Apa benar tidak apa-apa?"
Kyungsoo meyakinkan Jongin dengan kedipan matanya, "Tidak masalah, Hyung. Jongin Hyung kan ingin makan itu, jangan memikirkan aku. Makan yoghurt juga enak, kok. Setelah itu, naik komidi putar, ya!" Ia malah sudah mendului langkah Ibu dan kakaknya untuk menuju kios penjual es krim dan gula kapas didekat wahana bianglala.
Violet dan Jongin akhirnya menyusul Kyungsoo, mendatangi bocah kecil yang sudah memesankan dua cone es krim untuk Ibu dan kakaknya.
"Hana-Dul-Set!"
Harapan terakhir—terakhir kalinya lead ini menempel di dada telanjang Kyungsoo.
Bip—Bip—Bip.
Nafas mereka sempat tertahan dan kini sudah benar-benar lolos bebas.
Bunyi degup jantung Kyungsoo seketika memenuhi ruangan, Siwon pun segera meluruskan tatapan menuju layar monitor dengan grafik naik dan turun, sudah berubah.
"Pasien kembali!"
Jisung memekik dengan intonasi penuh tekanan, menandakan bahwa usahanya tidak sia-sia, Siwon jadi terburu menyerahkan lead pada Ji Eun yang hanya bisa merasakan bahunya melesu, tatapan nanarnya berakhir, debaran jantung bak genderangnya juga berakhir—ia bisa merasakan nyawanya sendiri kembali pada raganya disini.
Siwon sendiri sudah lemas, ia memerosotkan diri di lantai dan duduk sambil menjulurkan kaki dibawah ranjang Kyungsoo. Tatapan nyalangnya terarah pada Kyungsoo, ia benar-benar siap memenggal kepalanya jika Kyungsoo gagal diselamatkan.
Tidak ada yang tidak merasa lega sekarang.
Sayangnya, tubuh mengurus Kyungsoo masih bergeming bersama sepasang matanya yang mencekung dan bibir pola hatinya yang mengering.
Kembali pada suasana mencekam diluar ICU, keluarga Wu tetap tidak bisa menghentikan tangis sekalipun mereka tahu bahwa Kyungsoo berhasil selamat. Kris segera berbalik dan memeluk Baekhyun dan mengusap punggung Jongin—karena keduanya masih menyatukan tubuh—jadi, Kris hanya tinggal memeluk mereka.
"Sudah tidak ap—apa—apa," Meski terbata, Kris bisa menyelesaikan kalimatnya. "Sudah—sudah, Kyungsoo sudah tidak apa-apa,"
"Kyungsoo—a—apa dia—"
"Ya, dia selamat, Jongin-a." Kris membenamkan wajah Jongin dan wajah Baekhyun bersamaan menuju dadanya. "Kau bisa tenang sekarang, Baekhyun-a."
Chanyeol sudah tidak merasakan cekikan dilehernya—ia bisa pastikan Tuhan telah mendengar doanya barusan. Sekarang langkahnya lebih tertata dan nafasnya pun lebih teratur, jadi ia bisa menghampiri Ayah dan adik-adiknya yang saling meringkuk dilantai.
"Kita—ah, Kyungsoo memilih kita," lirih Chanyeol, hampir samar. Ia bergabung dengan pelukan itu dan bisa merasakan keutuhan perlahan-lahan hadir. "Sebentar lagi, sebentar lagi, dia akan menemukan kita disini,"
Menurut Chanyeol—Kyungsoo hanya sedang tersesat.
Min Joo reflek memegangi bahu Gwen yang hampir terjatuh, ia segera mengambil alih tatapan istrinya agar terfokus pada dirinya sekarang. Sehun dan Eunha juga menghambur ke pelukan Ayah dan Ibunya, ada banyak tangis bersahutan disana.
"Terima kasih, Nyonya Wu, telah mengembalikan Uri-Kyungsoo," Yun Mi memandang ke langit-langit koridor sambil menyatukan jemarinya—merasa takjub dengan keajaiban yang baru saja didapatnya. "Sekarang, Tuan Hwang tidak perlu gusar lagi,"
Yoo Seok tidak bisa memilih antara harus mengangguk atau menggeleng, jadi ia menyunggingkan senyum getir—tetap saja, hatinya belum bisa aman selama Kyungsoo belum sadar sepenuhnya.
"Ne, setidaknya ada hal yang perlu kita syukuri," Jin Il menambahkan seraya menggenggam tangan keriput Yoo Seok, lantas kembali melanjutkan dengan suara setengah parau. "Kyungsoo berhasil bertahan, Kyungsoo sudah berjuang dengan sangat baik,"
Ya. Kyungsoo memang hanya sedang berjalan-jalan, entah dia sampai di persimpangan mana, yang jelas ia tetap harus memberikan pilihan.
-ooo-
"Aku tidak bisa ikut,"
"Lagi?"
"Kau tahu sendiri," Jongin mengangkat alisnya, "apa yang menahanku."
"Ibumu atau adikmu?"
Jongin mengernyitkan keningnya, lalu menghempaskan diri di sofa empuk milik Minho. "Yah, adikku." Ia memandang teman sebangkunya ini lurus-lurus, "Lain kali aku pasti ikut. Jadi, have fun!"
Minho hanya memaklumi—untuk kesekian kali—absennya Jongin di acara karaoke tiap minggu mereka. Ia mengangguk sekilas sambil menepuk bahu Jongin sekali, baru setelah itu pergi dari ruangan ini. Setelah cukup lama berkutat dengan pikirannya, Jongin akhirnya meninggalkan ruang tengah Minho dan menyusulnya didepan rumah sana.
Ada Chanyeol—kakaknya itu telah menjemputnya.
Chanyeol menurunkan kaca mobilnya dengan nafasnya yang terengah-engah cepat, "Jongin-a, kita harus ke Rumah Sakit sekarang."
Jongin memutar bola matanya, malas. Tapi, dia tetap duduk disamping Chanyeol dengan sebuah erangan kesal. Chanyeol menyempatkan diri berpamitan sekadarnya pada Minho dan juga membubuhkan senyum kilat sebagai bentuk ramah-tamah. Setelah Minho mengantar kepergian mereka, Chanyeol pun sudah tancap gas menuju Rumah Sakit yang semula dimaksud, yang kebetulan letaknya tak jauh dari rumah Minho.
"Hyung, kau barusan pulang kuliah?" tanya Jongin, sedikit banyak terlihat acuh seraya memasang headphone di telinganya. "Oh, atau jangan-jangan kau tidak masuk kelas demi si penyakitan itu,"
"Ya! Jongin-a!" Chanyeol memang sudah terlalu lama membiarkan adiknya yang ini terus merendahkan Kyungsoo, tapi sungguh kali ini omongannya sudah keterlaluan. "Kau ini kenapa, sih?!"
Jongin mendengus, "Yah, salahnya kan selalu menyusahkan kita."
"Kau mau kemana memangnya?" Chanyeol melirik Jongin, sedikit melepas konsentrasinya pada jalanan. "Masih juga pakai seragam, mau keluyuran kemana dengan seragam itu, hah?!"