Pagi menjelang siang pada sebuah SMA favorit, yang dihiasi udara teramat sejuk. Matahari masih mengintip malu-malu dari celah dedaunan rindang, yang tampak dari halaman sekolah tersebut. Dengan para siswa berseragam putih abu-abu, tengah saling bergerombol dibeberapa tempat pada tiap lantai bangunan empat lantai, yang mengelilingi lapangan olahraga milik sekolah. Hari ini lapangan berfungsi sebagai arena adu basket antar pelajar SMA satu kota.
Dalam lapangan luas tersebut, tampak seorang pria remaja berkaos dan bercelana pendek berwarna biru laut, tengah serius mendribble bola dengan pola zig-zag ciri khasnya. Diiringi tiga pria remaja berkaos dan celana putih dibelakangnya, yang berusaha meraih bola miliknya. Namun ia dengan tenangnya melakukan crossover dengan amat lincah, sembari berlari cepat. Postur tubuhnya nan jangkung amat menguntungkannya. Dia menyentuh bola dengan jari-jari tangannya nan panjang. Pria remaja itu bernama Edwin Wibisana, 18 tahun. Kelas III SMA. Bersama rekan-rekan team satu sekolahnya. Ke-empat temannya merupakan teman satu geng Edwin. Mereka dikenal karena berada pada salah satu klub basket ternama di Jakarta. Klub basket tersebut dibina oleh Wibisana, ayah kandung Edwin, untuk menampung bakat putra tunggal kesayangannya.
Team Edwin tengah melawan anak basket SMA tetangga sebelah sekolah mereka, yang pernah juga menjadi bagian dari klub basket besutan Wibisana. Kali ini team sekolah lawan tengah mengejar Edwin dibelakang tubuhnya. Sesekali Edwin mengoper bola pada rekannya, lantas ia berlari cepat mendekati ring. Saat merasa waktunya telah tepat, kembali rekannya mengoper bola padanya. Edwin berlari cepat kembali. Tubuhnya tiba-tiba melesat ke atas, lalu ia melompat dan mendorong bola dan melakukan shoot dengan tenaganya yang kuat. Bolapun memasuki ring, hingga menciptakan sebuah angka untuk SMA tuan rumah. Tepuk tangan segera membahana memenuhi lapangan. Dari segala penjuru sekolah.
“Bravoooo…Edwiiiinnn…???!!!” teriak teman-temannya dari sisi lapangan. Juga dari koridor tiap lantai yang mengelilingi lapangan tersebut. Dipadati oleh teman-teman sekolah Edwin. Dari kelas satu hingga kelas tiga semua hadir. Turut menyemarakkan acara pertandingan satu klub yang tampail amat keren dan memukau.
“Edwin! Edwin! Edwin!” suara teman cowoknya menggema, memberikan semangat pada cowok yang tengah bermain apik di tengah lapangan.
“Edwiiinnn?!…Kereeeennn…oiii…”pekik para gadis yang sedari awal mengikuti gerakan permainan Edwin. Peluh yang menetes dirambut Edwin yang amat lebat dan acak-acakan, makin menambah ketampanan dan keganasannya kala dilapangan. Gerakan Edwin nan lincah membuat histeris para gadis yang berdiri disisi lapangan. Dalam gerombolan cewek-cewek itu termasuk adanya Marina, kekasih Edwin nan jelita.