Jakarta, Juni 2008
Nugraha tengah bingung saat resleting tasnya mendadak mampet. Sedangkan dia harus menghadiri meeting bulanan selekasnya. Karena teruburu-buru menaiki lift, dia jadi menabrak seseorang, hingga isi tasnya terburai. Pria muda itu meminta maaf dan memunguti tas Nugraha. Pria berpakaian jas necis itu ternyata Edwin.
“Maaf, Pak Edwin. Aku gak sengaja.“ Nugraha memohon maaf. Edwin tetap membantu memunguti benda milik Nugraha yang tercecer, meskipun dilarang.
“Jangan dibantu, Pak. Biar aku saja.“ pinta Nugraha merasa serba salah.
“Kenapa aku gak boleh bantu? Dan jangan panggil ‘pak’ lagi padaku. Aku pasti seumuran anakmu.“
“Tapi...? “
Dan hal itulah yang semestinya terjadi. Mata Edwin tertegun, kala menatap sebuah foto terjatuh dari dalam tas Nugraha. Tercecer cukup jauh dari posisi jatuhnya tas. Wajah dalam foto amat mirip dengan wajah kekasihnya yang telah tiada sepuluh tahun silam, Marina. Namun ini penampakan foto terbaru tahun ini. Juga bukan gaya rambut ikal jadul milik Marina. Gadis yang tengah tersenyum manis menatapnya amatlah jelita. Dengan rambut panjangnya nan berkilau dan amat memukau. Seolah tengah tersenyum menyapanya.
Nugraha belum menyadari keterdiaman Edwin. Lalu dia segera bangkit berdiri, menuju Edwin yang masih berjongkok membelakanginya. Tangan Edwin tengah memegangi sesuatu. Mata Nugraha terkejut, kala menyadari apa yang membuat Edwin terpukau.
“Itu foto Kayla, Pak Edwin. Putriku satu-satunya. “ ujar Nugraha.
Edwin segera berdiri.