Malam yang cukup dingin ditingkahi gerimis ini, tetap tak menghalangi acara makan malam bersama milik keluarga Nugraha. Dalam rumah asri dan penuh keakraban. Dan sisa bau wangi masakan yang masih menebar dari arah dapur. Meskipun ubin lantai juga terasa amat dingin. Sepasang putra putri yang telah dewasa turut bergabung, namun masih saja bersikap kekanakan. Bertengkar manja dan saling meledek satu sama lain, senantiasa mewarnai hari-hari keluarga ini. Padahal Antoni sendiri telah berusia 26 tahun. Namun dia masih amat senang menganggu adiknya, Kayla. Kayla tengah menusuk-nusuk daging ayam dengan sendoknya. Terlihat wajah indahnya nan cerah dan penuh senyuman.
“Hmm!!“Terdengar suara deheman dari sisi sebelahnya. Kakaknya yang menurut Kayla amat sableng itu cengar cengir menatapnya.
“Melamun ni yee... “
“Siapa yang melamun?“ elak Kayla,“Mas Anton tuh yang lagi lamunin kak Cintia. Weee... “ ejek Kayla.
“Yee. Lagi falling in love aja gak ngaku. “ ejek Antoni lagi. Lali ia mengucek rambut adiknya sembari tersenyum lucu. Tangan Kayla reflek menepis tangan iseng kakaknya. Ibu mereka yang duduk dikursi seberang meja tersenyum bahagia melihat keduanya. Disebelah ibu, ayah tiba-tiba mendehem...
“Hmm...Kayla sayang. Ada yang mau ayah tanyakan padamu.“ pinta ayah serius.
“Ya, Yah?“tanya Kayla ingin tahu.
“Kamu udah kenal Edwin?” Tanya ayah tiba-tiba, hingga Kayla tertegun sekian lama.
“Ayah salah nanya tuh, hingga Kayla bingung. Harusnyakan ayah nanya gini, Kayla sayang, kamu lagi mikirin Edwin apa enggak?“ Sela Antoni, hingga ayah yang tadinya serius jadi ketawa lebar. Begitupun Ibu. Sementara Kayla telah mencubit lengan kakaknya, yang hanya meringis sedikit.
“Aku udah kenal kok, Yah.“ jawab Kayla, tak ingin keduluan kakaknya. Ayah tersenyum dihadapannya.
“Edwin itu putra tunggal Pak Wibisana, pemilik sekaligus dirut diperusahaan ayah. Dia anak yang baik.“ Ayah menerawang, “Otomatis dia jadi pewaris tunggal usaha ayahnya. Meski dia bukanlah seorang yang tinggi hati.”
“Hmm...muji calon mantu ni yee...“ bisik Antoni kekuping adiknya. Kembali bibirnya meringis, saat sebuah cubitan kembali bersarang dilengannya.
“Ayah kenal Edwin secara nggak sengaja dua bulan lalu. Saat itu ayah baru balik dari hotel, sehabis berdiskusi dengan seorang klien. Ditengah jalan ayah dicegat dua orang pria bersepeda motor yang mengenakan topeng. Mereka memecahkan kaca jendela mobil dengan batu dan menodongkan pisaunya, menyuruh ayah menghentikan mobil. Ayah sendirian saat itu. Dan entah dari mana mereka tahu tentang bungkusan yang ayah bawa. Yang jelas mereka meminta dengan paksa. Sehingga mau tak mau ayah harus menyerahkannya pada mereka. Bila tidak, nyawa ayah bisa terancam karenanya.” Ayah melap mulutnya dengan kain serbet,
“Lalu sebuah mobil jeep yang tengah melintas berhenti mendadak di dekat ayah. Seorang pemuda menahan todongan kedua rampok itu. Meski dikeroyok dua orang, dia mampu mengatasinya, tanpa cedera sedikitpun juga. Hingga kedua perampok itu lari kocar-kacir dengan motornya. Setelah keadaan aman, pemuda itu mendekati ayah dan menyerahkan bungkusan yang hendak direbut tadi. Setelah itu dia ngeloyor pergi, tanpa sempat ayah mengucapkan terima kasih.”
“Esoknya ayah membicarakan hal penodongan kemarin dengan Pak Wibisana dikantor. Tengah asyik bicara, anak muda kemarin masuk, dan memanggil beliau papi. Ternyata dia putra tunggal Pak Wibisana, yang mengepalai perusahaan besar milik pak Wibisana yang lainnya, masih dalam gedung yang sama. Jelas dia kaget, karna ternyata ayah karyawan ayahnya.” Jelas ayah.
“Tunggu, Yah!!” Sela Antoni,”Apa sih isi bungkusan yang hendak dirampok itu?”
“Hanya beberapa dokumen tentang contoh barang dagang produksi perusahaan relasi ayah tersebut. Para perampok itu mengira bungkusan itu berisi uang.”
“Ohh?? Untunglah.” Kayla dan Anton menarik nafas lega. Sedangkan ibu terlihat tenang-tenang saja. Mungkin ayah sudah memberi tahu ceritanya sebelum ini. Mata tua ayah beradu dengan mata ibu, yang saling memberi isyarat diam. Namun ada yang belum diketahui Kayla. Bahwa keluarga mereka dengan keluarga Edwin telah merencanakan sesuatu untuk mereka berdua. Apakah itu?
Malam ini ayah kembali mengungkit masalah tentang Edwin. Kayla hanya diam namun sudah pasti amat mendengarkan. Kisah tentang Edwin amat menarik hatinya. Sudahlah tampan, jagoan pula.
“Ada yang acuh tapi butuh nih, kayaknya.” Sindir Antoni menatap ke arah Kayla sambil senyum-senyum. Nah, mulai lagi, kan? Kakak sableng satu ini amat suka menggoda adiknya.
“Naaahhh…pura-pura marah lagi. Padahal dalam hatinya hmm...pingin benar tau siapa itu Edwin. Ganteng, kan? Tuh, lihat wajah Kayla. Malu malu mauu. Bener kan, kalau kamu naksir dia? Hayo ngaku.?!“
Ayah terkekeh-kekeh. Juga ibu.
“Ngomong-ngomong, ayah setuju nggak, bila burung merak yang angkuh ini kusuruh jinakin ma Edwin?” Lanjut Antoni meledek, lalu tertawa ngakak. Ibu geleng-geleng kepala, melihat ulah putranya.
“Ayah sih lebih dari setuju.” Jawab ayah.
“Kalau Ibu setuju-setuju-setuju.” Balas ibu tak mau kalah.
“Nggak lucu!!!” Pekik Kayla merengut. Semua malah tersenyum lucu melihatnya, hingga Kayla makin gondok. Terutama pada Antoni.
“Ha ha ha ha ha…lucu…ha ha ha...” Seru Anton masih sambil ngakak.