Malam hari, di rumah Devi.
Karena interogasinya yang berjalan cukup sulit, interogasi itu memakan waktu yang cukup lama. Ditambah lagi Devi harus menyiapkan beberapa berkas dan Aris sebagai ketua tim harus memberikan laporan pada komisaris. Dan buruknya, pers mengetahui berita penangkapan Rian yang melibatkan beberapa warga sipil dan menyebarkannya dengan cepat.
Untuk menjaga nama baik kepolisian, komisaris bahkan harus pulang terlambat karena mendadak mengadakan konferensi pers mengenai kejadian penangkapan Rian yang melibatkan sandera.
“Aku pulang.”
Ketika sampai di rumah, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Biasanya jam segini, Kakek Devi sudah tidur di dalam kamarnya. Tapi malam ini tidak. Begitu masuk ke dalam rumah, Devi menemukan kakeknya sedang duduk menunggu di ruang keluarga.
Ah sial! Aku pasti dimarahi lagi!
Hanya dengan melihat tatapan kakeknya, Devi tahu bahwa kakeknya sengaja menunggunya untuk bicara. Dan isi memorandum pembicaraan itu pasti apa yang terjadi hari ini dan perjodohannya yang siang tadi dibahas.
“Malam sekali, Dev.” Kakek Devi bicara dengan suara datar tapi kedua matanya menatap tajam ke arah Devi.
Hanya dengan tatapan tajam itu, Devi yang tadinya ingin langsung ke kamarnya karena sudah merasa sangat lelah dengan hari ini, mengurungkan niatnya dan duduk di depan Kakeknya tanpa disuruh.
“Maaf, Kakek. Hari ini ada banyak masalah terjadi di kantor.” Devi menjelaskan dengan sangat singkat. Devi menduga Kakeknya mungkin sudah tahu mengenai masalah penyanderaan itu dan Devi sendiri yang menghadapi penjahat yang sedang membawa sandera. Devi menduga Kakeknya mungkin akan sangat marah padanya karena kurang berhati-hati.
“Masalah apa? Apa kamu enggak akan bilang sama Kakek masalah penyanderaan itu?” tanya Kakek Devi.
“I-itu … “ Devi menyembunyikan bibirnya dan menundukkan kepalanya karena merasa bersalah. Ini adalah kebiasaan Devi ketika merasa bersalah. “Aku kurang hati-hati, Kek. Tapi Kakek enggak perlu cemas, aku sama sekali enggak luka kok, Kek. Lihat!”
Demi meyakinkan Kakeknya, Devi menunjukkan kedua lengannya yang sama sekali tidak ada bekas luka di sana.
Tuk, tuk!
Kakek Devi mengetukkan tongkatnya dua kali. “Bukan itu yang Kakek tanyakan? Hanya dengan melihat kamu di siaran TV dan berita, Kakek tahu kamu sama sekali enggak terluka. Kakek tahu kamu memegang janjimu sama Kakek.”
Eh? Kedua mata Devi mendadak membulat besar karena tidak percaya dengan ucapan Kakeknya. “Kalo bukan karena masalah itu, lalu masalah apa, Kek?”
Jangan bilang Kakek mau bahas masalah perjodohan itu? Devi menduga. Ini sudah malam, Kek! Dan aku sangat lelah sekali! Tolong jangan bahas masalah itu sekarang!
Kakek Devi yang tadinya memandang tajam ke arah Devi, kini mengubah tatapannya menjadi tatapan hangat diikuti dengan bibirnya yang tersenyum lebar, bahkan sangat lebar seolah ada emas di hadapannya.
Apa ini kenapa mendadak- Melihat tatapan Kakeknya berubah begitu cepat, Devi semakin merasa takut dengan apa yang akan keluar dari mulut Kakeknya setelah ini.
“Kamu kok enggak cerita kalo kamu tadi ketemu Sora?” ujar Kakek Devi dengan semangat berapi-api di wajahnya. Kakek Devi bahkan mengeluarkan hpnya dan menunjukkan artikel yang tersebar secara online mengenai pria tampan yang membantu polisi wanita dalam meringkus penjahat. “Lihat ini, Dev! Kalian mesra sekali!”
Apa ini? Kenapa bisa ada artikel kayak gini?? Devi melongo melihat artikel yang ditunjukkan Kakeknya dengan wajah sumringah.
“Lihat kan? Kamu cocok sekali sama Sora! Sudah Kakek bilang, Sora itu pria paling tepat buat kamu, Dev! Dan benar kan?? Sora bahkan sudah ngelindungin kamu sebelum kalian ketemu secara resmi.”