Di mana ini? Harusnya aku ada di kamarku dan sedang tidur, tapi kenapa aku ada di sini?
Ketika membuka matanya Devi berdiri di tengah lapangan besar. Di sekelilingnya ada bangunan yang tinggi mirip dengan benteng yang tingginya kurang lebih 10 meter. Devi berdiri di dekat lapangan di mana bagian tengahnya ada kobaran api besar yang menyala.
Apa ini? Kenapa aku di sini? Apa aku sedang mimpi?
Masih dalam keadaan bingung, Devi sekali lagi melihat sekelilingnya. Di bagian belakang kobaran api itu ada bangunan megah kuno yang biasa Devi lihat dalam tempat sejarah. Bangunan megah itu mirip dengan candi-candi. Bedanya bangunan itu masih terlihat belum berumur lama seperti candi-candi yang pernah Devi lihat sewaktu karyawisata saat sekolah dulu.
Devi yang penasaran mencoba untuk beranjak pergi. Tapi sebelum melangkahkan kakinya, tangan Devi ditarik. Devi menoleh ke sebelah kirinya dan menemukan seorang wanita dengan pakaian kuno seperti dalam gambaran sejarah. Sayangnya Devi tidak tahu pakaian itu berasal dari mana karena pelajaran sejarah adalah satu dari beberapa pelajaran yang membuatnya mengantuk di kelas.
“Jangan pergi!”
Devi mendadak merinding ketika berusaha melihat wajah dari wanita yang menahan dirinya untuk beranjak pergi. Ini aneh! Wajahnya, aku enggak bisa lihat wajahnya!
“Lihat ke sana!” Tangan lain dari wanita itu menunjuk ke arah kobaran api yang besar di tengah-tengah lapangan.
“Itu hanya kobaran api. Kenapa aku harus melihatnya?” tanya Devi heran.
“Lihat lagi!”
Devi yang tadinya tak menganggap kobaran api itu sebagai sesuatu yang penting dan menarik, akhirnya terpaksa melihat ke arah kobaran api.
Itu adalah kobaran api yang besar. Ada banyak orang yang melihat ke arah kobaran api itu sembari menundukkan kepalanya dan memasang raut wajah sedih.
Apa ini? Kenapa semua orang merasa sedih melihat ke arah kobaran api itu?
Devi yang merasa janggal, berusaha mendekat sedikit untuk melihat lebih jelas kobaran api. Kobaran api itu menyala di atas tumpukan kayu yang disusun sedimikian rupa hingga beberapa baris. Api masih belum membakar semua tumpukan kayu. Baru dua baris paling atas yang terbakar oleh nyala api.
Wushh!!
Mendadak angin kencang berembus ke arah api dan membuat api sedikit bergerak ke arah yang berlawanan dengan tempat di mana Devi berdiri.
“Prabu! Tolong mundur!”
Meski hanya sekilas, Devi dapat melihat ada banyak orang berdiri di sisi yang berlawanan di mana Devi berada. Dan sama seperti orang-orang lainnya, orang-orang di sisi berlawanan dengan Devi juga memasang raut wajah sedih. Bahkan pria yang kelihatannya seperti orang penting karena gaya berpakaiannya dan panggilannya yang dipanggil dengan ‘Prabu’ meneteskan air mata di wajahnya seolah ada sesuatu yang berharga sedang terbakar di tengah nyala kobaran api yang besar itu.
Wushhh!!
Angin berembus lagi dan kali ini angin itu lebih kencang dari sebelumnya.
“Prabu! Tolong mundur! Apinya mengarah kemari karena embusan angin!”
Apa yang ada di dalam kobaran api itu?
Devi yang merasa semakin penasaran, maju lebih dekat lagi dan anehnya Devi sama sekali tidak merasakan panas dari nyala api yang sedang berkobar-kobar. Devi berjalan semakin dekat hingga embusan angin berembus lagi dan membuat Devi bisa melihat sedikit sesuatu yang ada di tengah kobaran api itu.