Devi memegang dadanya. Perasaan mendadak menjadi buruk. Bayangan dalam mimpinya di mana pria yang memiliki wajah yang mirip dengan Angga, yang tewas di sungai, mendadak muncul dalam benak Devi.
Apa ini?
Kenapa mendadak begini?
Sebenarnya tragedi lama itu, apa?
Ada banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Devi saat ini. Devi sendiri bukan tipikal wanita yang percaya pada firasat. Dari pada menggunakan firasat, selama ini Devi lebih memiliki menggunakan logikanya ketika berhubungan dengan kasus yang menarik perhatiannya. Tapi kali ini berbeda. Perasaan Devi mengatakan pada Devi jika akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi dan hal itu mungkin akan menimpa Angga.
Semua karyawan yang celaka berhubungan dengan Angga dan Sora.
Dua orang itu mungkin akan berada dalam bahaya.
Meski firasatnya mengatakan ada hal yang buruk yang akan terjadi, Devi berusaha menggunakan logikanya. Devi berusaha menempatkan dirinya di posisi musuh yang belum diketahuinya, seperti yang selama ini dilakukannya ketika sedang menyelidiki kasus. Devi teringat ucapan Angga.
“Kakak punya beberapa dugaan mengenai siapa di balik masalah ini, tapi buktinya masih belum kuat, Kakak ipar. Kakak masih belum berani menuduh. Kakak ipar tahu sendiri kan gimana Kakak?”
Devi menggigit bibirnya sembari berpikir. Jika aku jadi orang yang sedang mengincar mereka berdua, antara Sora dan Angga, harusnya aku akan mengincar Angga lebih dulu.
Tanpa pikir panjang Devi langsung masuk ke mobilnya, menyalakan mesin mobilnya dan menginjak pedal gasnya.
Broom, broom!
Devi harusnya kembali ke rumahnya yang berlawanan arah dengan rumah Angga dan Marta. Tapi kali ini Devi merasa harus memeriksa Angga, memastikan bahwa Angga akan baik-baik saja sampai di rumah.
Tit, tit!
Devi yang sedang mengemudi berusaha menghubungi Angga. Devi ingat ada jalanan menurun sebelum jembatan besar dan jika firasat Devi benar, mobil Angga mungkin sudah disentuh oleh seseorang dan remnya mungkin sudah rusak sama seperti seperti mobil Iwan dan Umar.
“Halo, Kak!” Angga menjawab panggilan Devi.
“Kamu sampai di mana, Angga?”
“Mau turun di jembatan, Kakak ipar. Kenapa? Apa masih ada yang harus dibicarakan? Sudah aku-“
Mendadak suara Angga berhenti terdengar. Devi menginjak pedal gas mobilnya dan membuat laju mobilnya semakin kencang. Firasat Devi mengirim sinyal bahaya pada Devi.
“Angga! Jawab aku!” Devi bicara dengan sedikit menaikkan nada bicaranya karena merasa cemas.
“Kakak ipar,” Suara Angga terdengar lemas. “Gimana ini? Remnya enggak berfungsi, Kak!”
Sial! Firasat burukku beneran terjadi! Devi menggigit bibirnya dan mengeratkan pegangan tangannya di setir kemudi mobilnya.
Tenang, Devi! Tetap tenang! Kamu tahu kan apa yang harus dilakukan jika rem blong pada mobil! Tetap tenang dan jangan panik! Kepanikanmu hanya akan membuat Angga semakin panik saja!
Setelah menenangkan dirinya dan membuat mobilnya melaju sangat kencang untuk mengejar mobil Angga, Devi bicara pada Angga yang masih terhubung menggunakan hp. “Angga dengarkan aku! Jangan panik! Pelan-pelan turunkan kecepatan mobilnya dengan perlahan mengganti gigi mobil!”
“Oke, Kakak ipar!”
“Kamu sudah turun di jalanan turun?” tanya Devi.
“Lagi turun, Kak! Kecepatan mobilnya naik bahkan setelah aku menurunkan giginya!”