Apa yang terjadi?
Dalam keadaan pusing, Devi melihat mobil Angga yang kini sedang ditabrak dari samping oleh mobil lain dengan sengaja.
Bruak! Bruak!!
Mobil Angga terus ditabrak dan didorong ke arah jembatan. Hanya dengan melihat itu, Devi sadar bahwa Angga sekarang dalam keadaan bahaya.
“Angga! Bangun!”
Devi berteriak memanggil Angga, tapi Angga tidak merespon teriakannya sama sekali. Devi yakin benturan kedua tadi, pasti telah memberikan efek pada Angga dan membuat Angga dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Sial!! Devi tidak punya banyak waktu untuk mengumpat dan merasakan kepalanya yang sedang berputar-putar. Devi berusaha keras untuk melepaskan sabuk pengamannya, tapi sabuk pengamannya masih saja macet karena tabrakan.
“Sebagai polisi, enggak ada salahnya menyembunyikan senjata lain. Contohnya di sepatu boot ini, Dev!”
Di saat terdesak, Devi ingat saran yang diterimanya dari Aris-ketua timnya. Devi ingat Devi selalu meletakkan pisau lipat di sepatu bootnya. Buru-buru, Devi menarik kakinya, untuk mengambil pisau lipat di sepatu bootnya.
Sial! Sial!
Devi mengambil pisau lipatnya dan butuh waktu yang cukup lama untuk melepaskan sabun pengamannya.
Bruakk!!
Bersamaan dengan tabrakan ketiga pada mobil Angga, Devi akhirnya berhasil keluar dari dalam mobilnya setelqah menendang pintu mobil kesayangannya. Devi menyimpan pisau lipatnya di sakunya dan mengambil senjata api miliknya dari balik jaketnya.
Dor! Dor!! Devi melepaskan tembakan ke arah mobil yang berusaha membuat mobil Angga jatuh dari jembatan. Sayangnya, tembakan Devi gagal mengenai sasarannya karena kepalanya yang pusing. Mobil yang berusaha membunuh Angga melarikan diri setelah tahu Devi berusaha menyerangnya.
“Angga!”
Begitu mobil yang menyerang Angga pergi, Devi buru-buru menghampiri mobil Angga. Sayangnya separuh badan bagian samping mobil Angga sudah berada di luar jembatan dan sedikit gerakan saja dibuat, hanya akan membuat Angga jatuh ke sungai bersama dengan mobilnya.
“Tunggu! Aku akan meminta bantuan dulu!”
Rasa pusing Devi mendadak hilang setelah melihat keadaan Angga. Devi buru-buru kembali ke mobilnya, mengambil hpnya dan memanggil bantuan. Devi juga menghubungi rekan-rekannya di kepolisian agar ada lebih banyak bantuan yang datang.
“Ka-kakak ipar!”
Devi yang tidak berani menyentuh mobil Angga, hanya bisa mendekat ke mobil Angga dengan sangat hati-hati.
“Bertahanlah, Angga! Jangan banyak bergerak! Sebentar lagi, sebentar lagi, bantuan akan datang! Kamu pasti selamat, Angga! Tolong bertahanlah sebentar lagi, Angga!”
Angga menggelengkan kepalanya. “Se-sepertinya ini waktu kematianku, Kakak ipar.”
Kali ini Devi yang menggelengkan kepalanya dengan air matanya yang jatuh membasahi wajahnya. “Enggak, Angga! Jangan bilang gitu! Bertahanlah, Angga! Kalo bukan demi aku, demi Marta-istrimu!”