Dua hari keadaan begitu tenang. Devi dan Sora menikmati hari-harinya di pondok, layaknya sedang berkencan dan berbulan madu seperti pasangan yang baru saja menikah. Devi dan Sora memasak bersama untuk makan mereka. Tapi baru sekali Devi mencoba memasak bersama dengan Sora, bukannya memuji, Sora justru meminta Devi untuk tidak ke dapur lagi.
“Sepertinya kamu jangan ke dapur lagi, Dev! Tanganmu sama sekali enggak cocok buat megang pisau dan memasak. Pisau di tanganmu lebih cocok untuk pertahanan diri dari pada untuk memasak.”
“Aku kan mau bantu!” Devi membela dirinya.
“Ya, ya. Aku tahu kamu mau bantu, Dev! Tapi akan lebih membantu lagi jika kamu duduk diam dan menonton saja, Dev!”
Pada akhirnya Devi hanya duduk diam menonton Sora memasak makanan untuk mereka berdua. Tapi sebagai gantinya, Devi melakukan beberapa pekerjaan lain seperti membersihkan pondok dan mencuci piring.
Dua hari di pondok itu, terasa seperti mimpi bagi Devi.
Sayangnya mimpi itu harus berakhir dengan cara yang paling buruk.
Sehabis makan malam, harusnya Devi dan Sora bersantai sejenak di luar pondok untuk menikmati pemandangan malam dan langit penuh bintang. Tapi begitu membuka pintu pondok, Devi merasakan ada gerakan tidak biasa di luar pondok.
Apa tempat ini sudah ketahuan?
Tapi, gimana?
Apa Sora menghubungi orang lain tanpa sepengetahuanku?
Devi berniat untuk membawa pergi Sora lagi, tapi usahanya gagal karena pondok sudah dikepung oleh beberapa orang tak dikenal. Devi tentu saja melawan untuk menyelamatkan Sora. Untuk beberapa menit, terjadi adu pukul antara Devi dan orang-orang tak dikenal itu. Tapi pada akhirnya usahanya Devi berakhir dengan kegagalan karena Devi kalah jumlah dengan penyerangnya. Devi berhasil dilumpuhkan dan dibuat tidak sadarkan diri.
Dalam keadaan tidak sadarkan diri, Devi lagi-lagi bertemu dengan wanita yang membuatnya melihat kematian Ken Sora. Hanya saja kali ini berbeda. Wanita yang Devi temui kali ini tidak bicara dengannya seperti sebelum-sebelumnya.
Wanita itu seolah menjadi bagian dari pemandangan yang Devi lihat saat masih koma sebelumnya.
“Salam, Kanjeng Prabu.”
Eh? Kali ini … aku paham dengan ucapan mereka? Devi melihat wanita itu duduk bersujud di depan pria yang wajahnya mirip dengan Wijaya yang dipanggil dengan Prabu dan memberikan salamnya, dengan wajah kaget. Devi ingat sebelum-sebelumnya Devi tidak memahami ucapan dari orang-orang di sini dan harus meminta wanita itu menerjemahkannya. Tapi sekarang … Devi dapat mengerti percakapan yang harusnya Devi tak mengerti.
Apa karena wanita itu tidak ada di sini?
“Maaf. Ken Sora sudah tewas di halaman istana. Aku bersama dengan semua orang di sini sepakat untuk membakar jasadnya untuk menyucikan jiwanya.”
Devi melihat ke arah wajah Prabu dan melihat mata Prabu yang sedang memperlihatkan mata sedih dan penyesalan.
“Ya, Kanjeng Prabu. Saya mengerti. Apa setelah itu saya bisa membawa abu Ken Sora bersama saya, Kanjeng Prabu?”