Begitu membuka matanya Devi menemukan dirinya berada di sebuah rumah kayu dan duduk di bagian berandanya.
“Ini adalah kali terakhir kita bertemu, Devi.”
Mendengar suara itu dan merasa tidak asing, Devi langsung menolehkan kepalanya untuk melihat pemilik suara itu. Dan betapa terkejutnya Devi ketika menolehkan kepalanya dan melihat sosok wanita yang selama ini muncul dalam mimpinya. Kali ini … Devi akhirnya bisa melihat wajah dari wanita yang dikenal dengan nama Sekar Dewi saat mimpi terakhirnya terlihat.
“Wa-wajahmu, kenapa wajahmu mirip denganku?”
Wanita bernama Sekar Dewi itu tersenyum pada Devi. “Tentunya aku muncul dalam mimpimu bukan kebetulan semata, Devi.”
Devi menatap wajah Sekar Dewi dengan seksama. Ketika melihat Sekar Dewi, Devi merasa seolah sekarang sedang bercermin karena wajahnya dan wajah Sekar Dewi yang sangat mirip. “Ka-kalo bukan karena kebetulan, lalu apa?”
“Mungkin takdir.” Sekar Dewi menjawab dengan senyum kecilnya.
“Takdir?”
Belum menjawab pertanyaan Devi, mendadak Sekar Dewi menggenggam tangan Devi seperti sebelum-sebelumnya dan membawa Devi melihat sesuatu seperti sebelumnya.
“Akan aku perlihatkan sesuatu untuk terakhir kalinya.”
Hanya seperti kedipan mata, pemandangan mendadak berganti.
Kali ini Devi berada di dalam bangunan megah seperti istana yang pernah Devi lihat dalam mimpinya. Bedanya kali ini Devi bukan berada di aula melainkan dalam kamar seseorang.
“Lihat ke sana.”
Sekar Dewi menunjuk ke arah ranjang kuno lengkap dengan tirai penutup di bagian luarnya. Devi melihat ke arah yang ditunjuk oleh Sekar Dewi dan menemukan seorang pria sedang berbaing di ranjangnya. Pria itu adalah pria yang wajahnya mirip dengan Wijaya, yang tidak lain adalah raja dari kerajaan ini.
“Kenapa kamu bawa aku kemari? Apa yang ingin kamu perlihatkan?” tanya Devi heran.
Sekar Dewi menarik tangan Devi lagi. Sekar Dewi membawa Devi mendekat ke arah ranjang di mana pria yang wajahnya mirip dengan Wijaya sedang terbaring dengan wajah pucatnya.
“Apa yang mau-“
Sekar Dewi menarik tangan Devi dan membuat tangan Devi menyentuh kening pria yang merupakan raja dari kerajaan ini.
“Ini!” Begitu tangan Devi menyentuh kening pria yang merupakan raja dari kerajaan ini, Devi dapat dengan jelas melihat apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu: Ken Sora. Devi dapat dengan jelas merasakan perasaan menyesal dari pria itu yang kini terlihat lemah di atas ranjangnya.
“Maaf, Ken Sora. Maaf untuk segalanya. Penyesalan ini pasti tidak berarti. Tapi jika masih ada kesempatan lagi, jika ada kehidupan lain setelah ini, kuharap kita bisa bertemu lagi dan menjadi sahabat lagi. Jika itu benar-benar terjadi, kuharap aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti yang aku lakukan waktu itu.”
Tes, tes!
Mendadak air mata Devi jatuh ketika mendengar kalimat penyesalan terakhir dari pria yang dipanggil prabu di kerajaan ini sebelum mengembuskan napas terakhirnya.
Tes, tes!
Devi melihat pria yang dipanggil Prabu sekaligus pemilik kerajaan ini meneteskan air matanya sebelum meregang nyawanya.
Dia menyesal.
Dia menyesali kematian Ken Sora di saat terakhirnya.
Pemandangan berganti lagi.
Belum selesai Devi membiarkan air matanya jatuh membasahi wajahnya karena mendengar kalimat penyesalan dari raja kerajaan ini sekaligus sahabat Ken Sora, Devi dibawa lagi oleh Sekar Dewi. Kali ini pemandangan yang dilihat Devi berbeda dengan sebelumnya.
Di depan Devi sekarang yang terlihat adalah pemandangan perang hebat. Devi tidak tahu perang ini kenapa terjadi, kenapa diperlihatkan padanya dan siapa saja yang sedang berperang. Devi tidak tahu. Hanya saja … dari ratusan orang yang terlihat Devi, mata Devi menangkap satu wajah tak asing. Pria yang wajahnya mirip dengan Abimanyu terlihat dalam perang itu.
Bak adegan dalam film yang dipercepat, apa yang Devi lihat pun terasa seperti dipercepat. Perang mendadak berakhir dan pria yang wajahnya mirip dengan Abimanyu, yang juga sebelumnya dikenal dengan Rakryan Patih Nambi kini tergeletak di tanah dengan bersimbah darah.
Dia kalah.