Memilih untuk berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki tidak terlalu buruk. Selain bisa membuat sehat, aku juga bisa menghemat uang. Aku juga sudah terbiasa berjalan kaki saat dikampung halaman.
Jangan tanya bagaimana aku bisa mendaftar disekolah baru. Sulit untuk menjelaskannya. Tapi ini termasuk rencana yang sudah kubicarakan dengan Mas Bambang. Tentunya kalian bisa menebak jika Mas Bambang turut serta dalam hal ini. 5 hari setelah aku sampai di kota, Mas Bambang menyusulku untuk mengecek apa aku baik-baik saja dan dia yang menjadi waliku saat mendaftar sekolah.
"Satu minggu lagi kamu bakal sekolah di sini. Kamu bisa sesuain jam kerja sama jam sekolah?" tanyanya dan aku mengangguk.
"Bisa, Mas. Aku udah bilang ke tangan kanannya kalau aku pelajar. Dia bilang kalau aku bisa sesuain jadwalku."
"Bagus kalau gitu. Ini ada titipan dari Ibumu. Aku terpaksa bilang."
Mataku melotot karena terkejut akan ucapan Mas Bambang. Jika Ibu tahu, apa Ibu akan menyusulku? "Mas, kan, udah janji enggak bakal bilang ke Ibu."
"Mas Bambang kasihan, Sih. Ibumu terus nanyain kamu ke aku. Tiap kali aku samperin di rumah, Ibumu selalu ngelamun. Mangkannya aku bilang ke mana kamu pergi."
"Tapi kalau Ibu nyusul aku?"
"Aku udah yakinin Ibumu kalau kamu bakal baik-baik aja. Aku juga bilang kalau setidaknya 2 minggu sekali aku usahain buat nyamperin kamu. Gapapa, yah?"
"Iya, Mas. Jagain Ibu. Nanti kalau Kasih ada waktu pasti telpon," jawabku lesu. Mendengar jika Ibu suka melamun membuatku takut jika Ibu sakit. Jadi sedikit merasa bersalah telah pergi tanpa izin. Aku takut jika Ibu terlalu banyak memikirkanku hingga lupa jaga diri.
Tiba-tiba saja sebuah kaleng minuman mendarat dikepalaku. Cukup sakit hingga membuatku mengeluarkan suara aduh. Dengan memegangi kepala, aku mencari siapa pelaku kurang ajar ini. Saat kulihat ada sebuah mobil yang jendelanya baru saja tertutup. Aku menduga dia adalah pelakunya. Namun sayang, mobil hitam itu sudah berjalan mendahuluiku dan hilang dipertigaan.
Disepanjang jalan aku terus-terusan mengomel karena aksi pengemudi kurang ajar yang tidak peduli dengan alam. Tidak bisakah dia menyimpan sampah kaleng minumannya dan membuang saat menemukan tempat sampah. Walau tidak sampai membuat kepalaku benjol, namun aku tidak suka dengan kelakuannya itu. Aku berjanji akan mengomelinya jika aku tahu dan bertemu kembali dengan sang pelaku.
"Perkenalkan nama saya Kasih, saya harap kita bisa menjadi teman yang baik." Setelah mengucapkan itu untuk berkenalan, guru yang kuyakini adalah wali kelas menyuruhku untuk duduk dimeja kosong yang berada dibelakang. Aku menurutinya dan duduk dimeja kosong itu, sendiri.
"Itu yang biasanya duduk dibelakang, siapa namanya? Ibu lupa."
"Genta, Bu," jawab murid sekelas serempak.
"Kemana dia?"
"Paling juga lagi di atap, Bu. Nanti habis istirahat baru masuk kelas," jawab seseorang murid.
"Selalu saja begitu. Kasih, nanti kalau kamu tidak nyaman dengan teman sebangkumu, bilang ke Ibu, yah," katanya dan aku mengangguk. Sepertinya teman sebangkuku adalah murid nakal yang suka bolos pelajaran dan tidak takut dengan konsekuensinya. Bisa dibilang juga jika masa bodoh dengan aturan yang ada. Aku harap sih kami menjadi teman sebangku yang akur walau rasanya impossible.
~•~
Kesal karena seorang cowok melarangku duduk dibangku kantin yang tersisa, aku pun membawa makanan ke kelas. Ini hari pertama yang tidak buruk juga. Seorang gadis yang duduk didepan bangkuku sudah mau mengajakku ke kantin dan makan bersama seperti saat ini. Aku rasa kami memiliki kesamaan.
"Emangnya kenapa, sih, sama cowok tadi? Masa makan di kantin enggak boleh? Emang dia siapa?" tanyaku yang masih kesal lalu memasukkan siomay ke dalam mulut.
"Satu sekolah juga udah biasa sama apa yang dilakuin, tuh, cowok. Denger, nih. Ada 2 hal yang sangat cowok itu larang. Satu, dia enggak mau bangku yang tadi diduduki sama orang lain. Tapi kalau enggak ada dia, fine aja, sih. Pokoknya jangan sampai ketahuan."
"Trus yang kedua?"
"Ini yang bahaya. Lo dalam ba-ha-ya," ucap Keke dengan penakan dikata terakhir. Tentu saja aku mengerutkan keningku saat gadis itu berucap begitu. Mengapa aku sedang dalam bahaya? "Yang kedua, dia ngelarang keras cewek duduk dibangku sebelahnya."
"Dia teman sebangku aku?" Keke mengangguk membuatku sedikit terkejut.
"Enggak pernah ada yang tahu alasan pastinya kenapa enggak boleh ada yang duduk dibangku sebelahnya, terutama cewek. Kebanyakan anak nyimpulin kalau cowok itu anti cewek."
"Anti cewek?"
"Sebenarnya dulu Genta punya pacar. Bahkan cowok yang awalnya suka buat ulah itu sampai punya julukan budak cinta. Tiap istirahat mereka habisin waktu berduaan dikantin. Dimeja tadi. Tapi, sejak tahun baru pacarnya udah enggak pernah muncul. Enggak tahu kemana perginya. Tapi banyak yang kasih spekulasi kalau hamil." Aku membulatkan mataku, namun baru ingat jika itu hanya spekulasi. Intinya itu masih belum benar.
"Tapi ada yang bilang kalau pacarnya udah enggak ada."
"Kamu percaya yang mana?"