"Aku pulang duluan, yah," ucapku pada Sherly. Gadis itu mengangguk dan berpesan agar aku berhati-hati. Sherly adalah tangan kanan pemilik toko. Kami hanya beda 2 tahun. Dia memutuskan untuk bekerja lebih dahulu, katanya 1 atau 2 tahun lagi dia akan mengambil jurusan Tata Boga.
Selama 2 minggu bekerja disini, aku merasa tidak sendirian karena adanya Sherly dan beberapa pelayan yang lain. Meskipun umurku yang dibilang sedikit jauh dari mereka, namun mereka membuatku tetap terasa nyaman. Bahkan, mereka menyuruhku untuk mengerjakan tugas saat pelanggan sudah sepi. Aku jadi merasa memili Kakak selain mbak jika berada di toko.
Keluar dari toko, hpku berdering. Aku mengambil dan mengangkatnya. Dari Mas Bambang. "Halo, Mas? Ada apa? Mas mau ke sini?"
"Enggak, Sih. Ini Ibumu mau bicara." Aku menghentikan langkahku. Apa Ibu akan menyuruhku untuk pulang?
"Assalamualaikum, gimana kabarnya? Kenapa enggak telpon Ibu?"
"Waalaikumsalam, maaf, Bu. Kasih sibuk kerja sama sekolah."
"Harus, yah, kamu cari mbakmu? Ibu khawatir sesuatu terjadi sama kamu."
"Ibu tenang aja. Kasih bisa jaga diri. Ibu jangan terlalu mikirin Kasih. Kasih enggak mau Ibu sakit karena Kasih."
"Tapi janji sering kabari Ibu, yah?"
"Iya, Bu. Kasih bakal sempatin waktu buat kabari Ibu."
Terdengar suara Ibu yang memberikan hpnya pada Mas Bambang dengan ditambah omelan khas ibu-ibu. Aku jadi merasa tidak enak karena sudah melibatkan Mas Bambang.
"Halo."
"Mas diancam Ibu?"
"Bukan diancam. Cuma kalau ada apa-apa sama kamu, Mas disuruh tanggung jawab sama Ibumu."
"Maafin aku, Mas. Karena aku Mas jadi sering dimarahi Ibu."