Datang-datang Genta membanting tasnya dengan keras. Lalu menarik mejanya, memberikan jarak sekitar 20cm dari mejaku. Kemudian cowok itu duduk dikursi sambil menatapku dalam hitungan detik. Tatapan yang seperti menandakan jika bendera permusuhan telah berkibar diantara kami.
Kemarin, dia marah besar dan menyuruhku untuk membersihkan seragamnya. Namun aku menolak dan mengatakan kebenaran jika cowok itu yang salah. Memang faktanya Gentalah yang menabrakku dahulu hingga membuat semangkuk soto itu jatuh. Aku tidak tahu bagaimana bisa kemarin keberanian datang kepadaku hingga menolak perintahnya. Mungkin karena aku yang sudah kesal dengan sikap menyebalkannya itu.
Dengan berkibarnya bendera permusuhan diantara kami, ingin rasanya aku meminta wali kelas agar tempat dudukku dipindah. Tapi sepertinya nihil. Siapa coba yang mau duduk dengan Genta.
Aku menghela napasku. Semoga saja aku bisa bertahan duduk dengan cowok menyebalkan bernama Genta.
~•~
"Lo beneran enggak pingin pindah tempat duduk? Kok gue takut Genta bakal terus-terusan gangguin lo," ucap Keke yang sejak tadi menyuruhku berbicara pada wali kelas. Aku menghela napas dan mencuci mukaku berkali-kali. Lalu membalikkan badanku menghadap Keke yang sejak tadi berdiri dibelakangku.
"Emangnya bisa?" tanyaku lesu.
"Coba tanya Bu Susi. Kali aja bisa."
"Oke."
Tepat seperti dugaanku. Ditolak. Aku tidak tahu kenapa semesta seperti mentakdirkan jika aku harus berhubungan dengan makhluk bernama Genta. Bahkan Bu Susi saja sampai memohon kepadaku dengan suara lembutnya. "Maaf, yah, nak. Kamu tetap duduk sama Genta, yah. Ibu enggak tahu harus pindahin kamu sama siapa. Soalnya semua anak pasti nolak. Ibu yakin kamu bisa akrab sama dia. Genta enggak seburuk itu kok. Ibu mohon."
Aku mengacak rambutku kesal. Kenapa aku harus satu kelas dan satu bangku dengan cowok menyebalkan itu? Apa tidak ada cowok lain yang lebih baik dan tampan? Seperti Ananta contohnya.
Keke mengelus pundakku. Dia benar-benar teman yang perhatian. "Sabar, Kasih. Gue yakin lo pasti bisa lawan cowok ngeselin itu. Fighting!" ucapnya dengan mengepalkan tangan kanan kepadaku. Aku mengikutinya dan berucap fighting tanpa suara.
Setelah itu Keke berjalan untuk memesankan minuman dan aku mencari meja yang kosong. Hanya ada satu meja yang kosong dan sayangnya aku harus melewati meja cowok menyebalkan itu. Meja yang tidak boleh diduduki siapa pun. Dia kira dia pemilik kantin apa?
Tidak memperdulikan cowok itu, aku berjalan dengan percaya dirinya. Berusaha melewatinya hingga sampai dimeja kosong tepat disebelahnya. Namun hal tak terduga menimpaku.
"Lo gapapa?" Aku membuka mataku saat merasakan tubuhku tidak terjatuh ke lantai. Yang kudapati sekarang adalah wajah tampan milik Ananta. Karena jantung yang berdegup tidak karuan, aku langsung berusaha berdiri. Tidak mau berada dalam situasi akward bersama cowok tampan bak pangeran dinegeri dongeng.
"Iya aku gapapa."
"Syukurlah. Hati-hati, disini ada orang yang gak punya kerjaan. Bisanya cuma buat masalah," ucap Ananta sambil tersenyum namun aku bisa lihat cowok itu melirik Genta. Aku pun mengikuti pandangannya dan ternyata Genta juga melirik pada Ananta. Memang aku bukan dukun atau orang sakti. Tapi aku bisa membaca situasi. Kesimpulannya, kedua cowok itu saling membenci.