"Si Genta makin hari minta dihajar aja," ucap Keke yang ikut kesal dengan ulah cowok menyebalkan itu. Gadis itu dengan baik membantuku membersihkan permen karet yang menempel dirok seragam.
Bisa kupastikan saat kembali ke kelas, cowok itu akan habis ditanganku. Rasanya tangan ini sudah gatal ingin menjambak rambutnya. Mungkin itu salah satu balas dendam yang tepat untuk kuberikan pada Genta.
Memasuki kelas aku merenggakan otot leherku juga mengepalkan tangan kananku lalu memukulkannya pada telapak tangan kiriku, bersiap untuk memulai sebuah peperangan dahsyat. Namun, saat ku edarkan pandangan ke seluruh kelas, batang hidung cowok itu tak tampak. Tapi tenang, akan kutunggu.
Ini sudah hampir jam pelajaran terakhir, tapi Genta tak kunjung memasuki kelas. Total ada 4 mata pelajaran yang cowok itu tidak ikuti hari ini. Aku tidak tahu dia ada dimana. Tapi aku tahu dia masih ada di sekolah. Tasnya masih ada dikursinya. Apakah cowok itu sengaja melarikan diri karena tahu jika akan mendapat balasan dariku? Pecundang sekali.
Sebuah ide terbesit diotakku saat melihat mobil hitam milik Genta yang terparkir diparkiran. Aku tersenyum licik. Sekarang semesta mendukungku untuk membalaskan dendam ini.
~•~
"Seriusan lo ngelakuin hal gila itu?" tanya Keke yang kaget saat kuceritakan aksi balas dendamku kemarin. Aku mengangguk membuat Keke membuka mulutnya sambil bertepuk tangan. "Gila!"
"Apanya yang gila?"
"Apa yang lo lakuin beneran gila, Kasih. Enggak ada yang berani ngelawan Genta sejauh ini."
"Cowok kayak gitu emang harus dilawan. Kalau dibiarin makin ngelunjak. Seenaknya sendiri."
Keke mengangguk-ngangguk, "setuju gue. Tapi, kalau gue jadi lo, mending gue jauh-jauh dari cowok itu. Genta itu biangnya masalah. Kadang gue heran, kenapa masih banyak cewek yang suka sama cowok itu."
"Balas dendam emang enggak baik sih, tapi aku kesel sama dia. Biar tahu rasa. Lagipula habis ini aku mau minta pindah ke Bu Susi. Mau tanya nih, temen sebangku kamu enggak mau apa tuker duduk sama aku?" tanyaku yang baru saja kepikiran kalau duduk dengan Keke sepertinya pilihan yang tepat.
Gelengan kepala Keke membuatku menghela napas. Mengapa sangat sulit untuk menjauhi cowok menyebalkan itu.
"Kenapa? Dia pacar kamu? Terus enggak mau pisah bangku?"
"Bukan. Dari kelas 10 gue duduk sama Dani. Setiap kali gue tanya kenapa dia milih duduk sama gue ketimbang Genta dia enggak pernah jawab. Kayaknya, sih, karena Genta yang sok. Banyak anak yang enggak mau deket sama dia. Ditambah semenjak pacarnya tiba-tiba hilang, Genta makin nyebelin dan suka seenaknya sendiri. Enggak pernah mau ikut kerkel dan selalu buat masalah sampai bikin ketua kelas pusing."
Aku baru paham jika secara tidak langsung Genta dikucilkan. Masuk akal kalau banyak yang tidak suka akan sifat cowok itu yang sok dan seenaknya sendiri. Tapi kalau dipikir-pikir kasihan juga.
BRAKKK!!
Bangku disebelahku digebrak dengan kerasnya hingga membuatku dan Keke mengangkat tubuh karena kaget. Ternyata pelakunya adalah Genta. Wajah cowok itu merah menandakan sedang marah. Aku bisa menebak alasan dibalik wajahnya yang berapi-api. Tidak mau memperdulikannya, aku bangkit dan mengajak Keke untuk pergi ke lapangan. Namun tanganku dicekal dengan kuatnya.