Nyatanya membuat seporsi nasi goreng tidaklah susah. Hanya dengan memberikan bumbu instan, nasi goreng siap hanya dalam waktu kurang dari setengah jam. Dengan berkembangnya teknologi, menurutku semua bisa dilakukan tanpa mempersulit diri.
Sejak datang ke kota, baru kali ini aku membuat bekel. Biasanya aku hanya memakan selapis roti tawar dengan selai kacang dan segelas susu hangat. Itu sudah cukup mengganjal perutku sampai bel istirahat berbunyi.
Karena membuat nasi goreng ini, aku yang biasanya datang lebih awal darinya malah sebaliknya. Kini orang yang ingin kuberikan sekotak nasi goreng dengan telur mata sapi sedang berkutat dengan handphone. Aku pun mendekat dan berdiri disebelahnya.
Keberadaanku sepertinya sama sekali tidak ia rasakan. Setelah menimbang-nimbang, kuletakkan bekal itu diatas mejanya. Namun tak kunjung ada reaksi. Bahkan, orang itu terlihat asyik sekali melihati layar handphone hingga dibutakan dengan dunia nyata.
Sebelum api amarah keluar, kuketuk mejanya dengan keras. Apa yang kulakukan berhasil membuat orang itu mengangkat kepala dan memberi tatapan yang seperti mengatakan, "ada apa?"
"Ini nasi goreng buat kamu," ucapku mendorong kotak bekal itu lebih dekat padanya. Lalu aku berjalan memutarinya dan menarik kursi untuk duduk.
Seperti biasa sifat ingin tahu manusia keluar. Genta sedikit mengarahkan tubuhnya padaku. Saat mata kami bertemu, bukannya bertanya seperti yang kupikirkan, dia malah tertawa kecil. Aku pun jadi bingung dengan tawa Genta yang aneh. Apa ada yang salah?
"Kenapa ketawa?"
"Lucu aja," jawabnya yang masih terus-terusan tertawa.
"Apanya yang lucu?"
Dia mengangkat kotak bekel itu sambil bertanya "ternyata ini cara lo biar dapet perhatian dari gue?" Setelah itu dijatuhkannya kotak bekel hingga membuat suara yang cukup keras dan membuat beberapa pasang mata melihati kami.
Kini aku yang tertawa mendengar pertanyaan konyolnya. Sontak saja itu membuat Genta berhenti tertawa. Benar-benar tidak habis pikir Genta bisa-bisanya beranggapan seperti itu.
"Kenapa ketawa?" tanyanya balik.
"Lucu aja."
"Apanya yang lucu?"
"Kamu," jawabku yang kemudian tertawa cukup keras mengingat pertanyaan konyol dari mulut Genta. Aku kira sifat ingin tahunya hanya sebatas, "buat apa lo kasih ini ke gue?" Nyatanya Genta tidak punya sifat ingin tahu, tapi sok tahu. Bahkan bisa dikatakan, sifat sok tahunya itu sudah melebihi batas maksimum.
"Emang, yah, cowok kayak kamu itu tingkat percaya dirinya tinggi. Udah ngelebihin menara eiffel gak tuh?" tanyaku masih tetap tertawa sementara Genta memberikan wajah datar. "Nasi goreng itu cuma tanda terima kasih karena kemarin kamu udah nolongin aku. Cuma itu. Gak lebih."
Genta seperti menahan malu, namun bukan Genta namanya jika tidak melintang dari fakta. Dengan percaya dirinya cowok itu tertawa dan mengatakan, "dengan gue nolong lo, jangan beranggapan kalau gue suka. Sampai lo kasih bekel beginian. Biar apa coba? Biar dapet perhatian dari gue lagi? Jangan mimpi!"
~•~
Sejak perjalanan dari kelas hingga menunggu pesanan bakso kami, Keke tak kunjung diam. Keke adalah tipikal gadis yang sama sepertiku, tidak bisa diam. Hanya saja aku tidak cerewet. Cuma banyak tingkah saja.