Hard for Me

Alifia Sastia
Chapter #15

Bagian 14

Meskipun terakhir kali bertemu dengan Ananta kami dalam masalah yang bisa dibilang tidak baik, bukan berarti aku akan menolak tawarannya. Terlebih lagi aku suka sekali yang gratis. Selain itu, jarak ke sekolah juga masih jauh. Jadi menerima tumpangan Ananta bisa menghemat waktu dan tenaga.

Setelah mengembalikan helm dan mengucapkan terima kasih. Aku melangkah menuju seorang cowok yang baru saja keluar dari mobil hitam yang harganya bisa buat kaum misqueen melongo.

Namun lagi-lagi langkahku berhenti karena tarikan Ananta. Ternyata tatapan tajam terakhir kali yang kuberikan sebagai peringatan sama sekali tidak berhasil. Apakah tatapanku tidak terlihat tajam?

"Lepas, Ananta," ucapku pelan. Tidak ada gunanya juga bersikap kasar pada Ananta. Aku jadi tidak tega sendiri melihat wajahnya terakhir kali. Sepertinya waktu itu aku sudah menyinggungnya tentang dia yang tak kunjung menemukan mbak.

Perlahan Ananta menjauhkan tangannya dari pergelangan tanganku. Kali ini tidak ada lagi tatapan tajam yang sangat tidak cocok untuknya. Ananta itu tipe cowok dengan mata ajaib yang bisa buat orang sekitar merasa ingin selalu didekatnya.

"Soal waktu itu, gue minta maaf. Jujur gue enggak ada maksud buat bentak lo. Waktu itu gue bingung harus bujuk lo dengan cara apa. Gue juga takut kalau lo benar-benar deketin Genta. Gue harap lo bisa ngerti kenapa gue jadi kayak gini," ucap Ananta dengan wajah menyesalnya.

Melihat Ananta pertama kalinya berekspresi seperti itu membuatku terhanyut. Sangat jelas jika dia memang tidak pernah berbohong akan ucapannya. Aku jadi merasa bersalah sudah salah mengartikan sikapnya.

"Maaf juga kalau mungkin aku buat kamu merasa bersalah akan hilangnya mbak. Aku cuma kesal aja karena kamu yang suka ngelarang."

Ananta tersenyum begitu manis. Mungkin setelah ini aku harus pergi ke dokter untuk mengecek diabetes. Sebab senyum Ananta melebihi manisnya gula.

"Gue enggak bakal ngelarang lo lagi. Karena gue yakin lo bisa jaga diri. Tapi kalau lo butuh bantuan, ingat gue yah," ucap Ananta kemudian berjalan meninggalkanku.

Terasa aneh saat Ananta mengatakan jika dia tidak akan lagi melarangku. Bukannya senang karena tidak ada lagi yang mengacaukan misiku. Tapi aku malah merasa kehilangan.

~•~

Berkali-kali Genta menatapku lalu sedetik kemudian menatap bekel yang tak kunjung dia sentuh. Melihat reaksinya seperti itu aku jadi mengerti apa yang cowok itu inginkan.

"Enggak ada tujuan lain. Cuma pingin kasih aja," ucapku yang makin mendorong bekal itu mendekat pada Genta.

Seperti dugaanku. Ditolak. Genta hanya tertawa sinis menatap kotak bekel. Kemudian cowok itu melangkah pergi.

Aku mencoba bersabar dengan menghela napas. Ini bukan pertama atau kedua kalinya. Sudah satu minggu aku melakukan ini. Tapi tak kunjung pun Genta menerima. Bahkan menyentuhnya saja tidak.

Demi menemukan petunjuk, aku tak akan menyerah. Meski terlihat jika aku ngebet untuk dekat dengan Genta. Itu tak masalah. Lagipula Genta juga tidak jelek juga untuk didekati. Malahan aku merasa jika ini akan seru. Semua siswi Tunsa yang begitu mengidolakan Genta akan cemburu pada gadis yang mencoba dekat hanya untuk mendapatkan petunjuk.

Lihat selengkapnya