"MBAKKK!!!"
Mataku langsung terbuka menatap langit-langit kamar. Napasku terengah-engah. Baru saja aku bermimpi mbak berjalan pergi meninggalkanku. Saat aku kejar, tiba-tiba saja mbak hilang entah kemana.
Dalam mimpi aku terus berlari dengan napas terengah-engah hingga akhirnya menemukan mbak berdiri ditengah jalan sambil melambaikan tangan padaku. Sebuah bus berjalan dengan pelan menuju ke arah mbak. Saat aku berucap, 'mbak awas!!', mbak hanya tersenyum dan berucap 'dadah Kasih'. Aku pun berteriak saat jarak bus itu cukup dekat dengan mbak. Setelah itu aku terbangun dengan kondisi seperti ini. Penuh dengan keringat disekitar kening dan napas yang terengah-engah.
"Kasih, kamu gapapa?" Kini wajah mbak tepat berada di depanku. Lantas aku bangkit dari tidurku.
Sedikit tidak percaya jika sekarang mbak ada di sampingku. Saat kuedarkan pandangan ke sekitar, aku baru menyadari jika ini di kamar kos. Aku menepuk-nepuk pipiku berkali-kali untuk memastikan apa aku masih berada dalam mimpi. Tapi apa yang kulakukan malah membuat mbak menertawaiku.
Tangan mbak terulur kepadaku. Meski ragu, aku pun memegangnya saat dia tersenyum padaku. Saat menyentuh tangannya, aku merasa jika ini memang bukan mimpi.
Mbak mengajakku berjalan menuju pintu kamar. Saat pintu itu dibuka, bukannya mendapati pintu kamar sebrang. Melainkan sebuah kegelapan yang begitu menakutkan. Aku melepaskan pegangan kami dan melangkah mundur. Namun mbak tersenyum dan berucap, "lebih baik kamu ikut mbak daripada hidup di sini."
Aku menggeleng. Semua ini terasa aneh. Terasa tidak nyata. Namun saat aku mencoba untuk menutup mata lalu membukanya kembali, ternyata aku masih berada ditempat ini. Tepat mengarah pada kegelapan yang menakutkan.
Kakiku kembali mundur selangkah. Sementara mbak, dia masuk dalam kegelapan itu. Langkahnya menuju pada seorang laki-laki tinggi yang membelakangiku. Disebelah laki-laki itu ada seorang perempuan muda menatapku sambil tersenyum. Aku tidak kenal siapa 2 orang itu. Namun melihat mereka membuatku makin ketakutan.
"Kasih ayo ke sini. Kita bisa peluk bapak," ucap mbak setelah berdiri di samping laki-laki itu. Detik kemudian mbak memeluk laki-laki itu dari belakang. Apa yang mbak lakukan membuat laki-laki itu membalikkan badannya. Saat itu juga aku melangkahkan kaki maju. Senyum terbit diwajahku saat melihat wajahnya yang begitu bersinar. Namun saat langkah kakiku mulai mendekat pada perbatasan kegelapan, aku terpental hingga terjatuh. Berkali-kali kucoba, namun hasilnya tetap sama. Saat itu juga aku menangis dan tetap berusaha menembus perbatasan itu. Hingga sebuah suara entah dari mana memanggil namaku.
"Kasih! Kasih! Kasih!"
Suaranya terdengar dari semua arah membuatku berputar mencari darimanakah asalnya. Namun akhirnya aku terjatuh sambil menatap mbak, laki-laki itu, dan seorang perempuan. Mereka tersenyum padaku sambil melambaikan tangan. Suara mbak yang terdengar terakhir kali adalah "balik ke pelukan Ibu Kasih." Setelah itu mereka hilang dan pintu pun tertutup. Aku menjulurkan tangan berusaha untuk menggapai mereka walau mustahil. Tangisku pecah begitu derasnya dan hanya bisa menyebut, "mbak. Bapak." berulang kali.
"Kasih, lo kenapa?"
Suara itu terdengar lagi. Saat aku membuka mata, wajah Genta muncul. Segera aku menegakkan tubuhku. Nyatanya itu semua hanyalah mimpi. Kini aku berada di dalam kelas yang sepi.
Aku berdiri dan izin ke kamar mandi pada guru pengajar. Karena mimpi tadi, moodku untuk belajar hilang. Kepalaku pun pusing memikirkan apa maksud dari mimpi itu.
Setelah menemukan tempat sepi tangisku runtuh juga. Mimpi tadi membuatku rindu akan kehadiran mereka. Rasanya ingin memeluk mereka sekarang juga. Tapi aku hanya bisa memeluk diriku sendiri.
Setengah jam berlalu tapi tangisku belum juga reda. Hingga aku merasa seseorang duduk disebelahku. Saat melihat siapa orang itu, aku pun menyandarkan kepalaku pada pundaknya. Dia hanya berkata, "nangis sepuas lo. Gue nggak akan pergi."
Tangan itu mengarah pada wajahku dan menghapus air mata yang jatuh. Detik kemudian, dia mengelus puncak kepalaku. Begitu lembut dan menenangkan.
"Katanya pundak memang tempat buat bersandar yang paling nyaman. Sementara tangan adalah penenangnya. Lalu kehadiran seseorang adalah obatnya."
Ucapan Genta membuatku nostalgia. Apa yang dia ucapkan dan lakukan sama persis dengan apa yang mbak lakukan jika aku menangis. "Kamu buat kalimat itu sendiri?"
"Enggak. Seseorang lakuin ini ke gue dan ini benar ampuh."
Sepertinya mbak dengan Genta sangatlah dekat. Aku tidak tahu apa hubungan mereka. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Tapi melihat Genta yang begitu menyayangi dan bahkan ingin mempertahankan mbak membuatku yakin jika Genta mencintai mbak. Jika seperti itu, maka Genta tidak akan sedikit pun menyakiti mbak. Aku yakin Genta akan membawaku pada pelukan mbak.
~•~
Sejak bekerja hingga pulang, moodku benar-benar buruk. Untuk senyum pun aku harus memaksanya. Melangkah menuju rumah saja terasa berat. Andaikan aku punya pintu kemana saja milik Doraemon. Pasti sekarang aku sudah terlentang di kasurku yang empuk.
Tin! Tinn!! Tinnn!!! Tinnnnn!!!!!
Makin dibiarkan klakson itu makin kencang saja suaranya. Terpaksa aku menghentikan langkah dan menoleh pada mobil yang sudah membuat moodku makin kacau. Ternyata pelakunya adalah Genta.