Hard for Me

Alifia Sastia
Chapter #19

Bagian 18

Sudah 2 minggu aku dan Genta dekat. Meskipun cowok itu masih sama; nyebelin dan susah buat ketawa. Tetapi setidaknya dia lebih mengasyikkan. Jika dulu aku berbicara sendiri. Kini Genta mulai menanggapi beberapa ucapanku. Bahkan, humor Genta juga sedikit keluar. Ada satu candaan yang baru saja keluar dari bibirnya. Garing, sih.

"Kenapa Bumi makin panas?" tanya Genta kala kami sedang duduk-duduk santai di atap sekolah.

"Karena makin banyaknya gas rumah kaca?" tebakku yang mendapat gelengan dari Genta. Sempat berpikir jika aku memang benar-benar bodoh. Namun ternyata, Genta menanyakan itu untuk bukan dijawab dengan benar.

"Yang bener, tuh, karena matahari buka cabang dimana-mana." Otakku masih loading cukup lama setelah Genta mengatakan jawabannya. Cowok itu terus menatapku. Seolah menunggu reaksi dariku. Hingga wajah Genta menjadi kecewa karena aku yang belum paham juga.

Tiga menit kemudian aku menepuk lengan kekar Genta hingga membuat cowok itu terkejut. Tawaku keluar. Akhirnya aku paham juga maksud dari Genta. Benar jika Genta itu sulit untuk dipahami.

Gimana nenurut kalian? Candaan Genta garing atau enggak? Rate dari 1-2 buat candaan pertama Genta dong.

"Apa gue harus buka hati lagi?" Aku menatap Genta dari samping kala tiba-tiba cowok itu menanyakan hal aneh. Detik selanjutnya Genta memiringkan wajahnya dan membuat kami bertatapan. Dia seperti menginginkan jawaban atas pertanyaannya dariku.

"Kalau orang itu bisa buat kamu jadi Genta yang lebih baik. Apa salahnya buat buka hati."

Genta hanya diam dan terus menatapku. Sekitar lebih dari 1 menit kita seperti ini. Hingga rasanya tubuhku menjadi kikuk jika ditatap terus-terusan. Bukannya aku baper atau apa. Cuma tidak nyaman saja akan tatapan Genta. Seperti ada yang aneh.

"Kalau gue buka hati buat lo?"

Deg!!

Sudah kutebak jika jadinya akan seperti ini. Tak salah jika Genta menyalah artikan tujuanku mendekatinya. Karena itu adalah tujuanku. Membuatnya tertipu dengan seolah-olah aku selalu ingin dekat dengannya.

Tapi apa yang Genta rasakan adalah kesalahan. Aku merasa tidak mudah untuk seorang Genta membuka hati. Terlebih lagi kami juga baru dekat. Apa yang Genta rasakan dariku hanya mengingatkannya pada seseorang.

Aku berdiri sambil menggeleng-geleng. Jika jadinya seperti ini aku tidak tahu harus menolaknya seperti apa. Karena dari awal aku tak pernah sedikit pun memiliki rasa pada Genta. Tujuanku mendekatinya selain mencari tahu keberadaan mbak hanyalah menjadi teman untuknya.

"Kamu ngaco, yah?" Genta langsung berdiri dengan sorot mata seriusnya. Jujur, itu sedikit membuatku takut.

"Lo bisa buat gue jadi lebih baik, Kasih. Dua minggu ini gue ngerasa gue jadi Genta yang sebenarnya. Dan itu semua karena lo."

Kepalaku terus menggeleng. Tanda jika aku menolak. "Yang kamu rasain itu salah," ucapku sambil mundur satu langkah.

Lihat selengkapnya