Kemarin Ananta membuntutiku hingga dia tahu jika sahabatnya sudah tidak ada. Meski terlihat tegar, tapi dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan. Selepas dari kuburan, kami pergi ke sebuah mini market untuk membeli minuman. Disitu kami tidak banyak bicara. Satu pembicaraan kami; kematian Lathifa. Aku dan Ananta merasa jika Genta ada sangkut pautnya akan kematian mbak. Sebab cowok itu menyembunyikan hal ini dari semua orang.
Seperti janji kemarin, aku pun menunggu Ananta di depan pagar sambil mengawasi mobil Genta. Hari ini, aku kembali seperti Kasih yang sebelumnya. Yang berusaha menjauhi Genta. Dengan terpaksa aku memohon kembali pada Bu Susi untuk memindahkan tempat dudukku. Karena tidak ada yang mau duduk dengan Genta, maka Bu Susi menempatkanku di bangku baru yang berjarak kurang lebih 10 meter dari bangku Genta. Cowok itu juga tidak mendekatiku atau bertanya apapun. Seperti tahu jika aku masih terkejut akan fakta yang ia beri.
Selepas mobil Genta keluar dari area sekolah, Ananta pun segera menjalankan motornya menuju padaku. Agar tidak kehilangan jejak aku pun buru-buru naik sambil memakai helm yang Ananta beri. Sebenarnya tidak ada alasan pasti kami mengikuti Genta. Lagipula kemana perginya Genta jika bukan ke apartement mewahnya. Setidaknya disitu kami bisa bertanya baik-baik padanya dibanding di sekolah.
Ternyata dugaanku salah. Genta membawa kami pada rumah yang pernah aku datangi. Tempat terakhir Mas Bambang bertemu dengan mbak.
Tiba-tiba saja Ananta berlari menuju Genta setelah memarkirkan motornya. Kerah seragam Genta ditarik saat cowok itu baru saja keluar dari mobil. Tanpa tanya terlebih dahulu, Ananta langsung melayangkan pukulan pada wajah Genta. Melihat itu aku segera berlari mendekati mereka dan berusaha menghentikan Ananta.
"Gue enggak nyangka lo bisa lakuin ini, Ta," ucap Ananta setelah akhirnya berhasil kutarik menjauh dari Genta. Aku mengerti mengapa Ananta tidak bisa menahan amarahnya. Apa yang dilakukan Genta memang tidak benar. Tidak seharusnya Genta menyembunyikan kematian Lathifa.
Sejak tadi Genta hanya diam saat dipukuli oleh Ananta. Sekarang dia hanya memegangi sudut bibirnya sambil menatapku dan Ananta. Sorot matanya terlihat ada sebuah kemarahan yang terpendam. Seperti dia ingin mengatakan tapi ragu.
"Mungkin lo emang benci sama gue. Tapi enggak perlu lo sembunyiin kematian Lathifa dari gue. Gue sahabatnya. Gue kenal Lathifa lebih dari lo," ucap Ananta dengan volume yang cukup tinggi. Aku hanya bisa memegangi seragam cowok itu agar tidak kembali menyerang Genta.
"Gue tahu!" Akhirnya Genta buka suara. Terlihat jika amarahnya sudah tidak bisa ditahan. Aku jadi takut jika tiba-tiba Genta yang malah menyerang Ananta. "Gue tahu lo kenal Lathifa lebih dari gue. Dan itu yang buat gue enggak suka."
"Kenapa lo masih ngungkit itu? Gue sama Lathifa cuma sahabatan." Mendengar percakapan mereka membuatku percaya akan cerita Keke jika Lathifa, Genta, dan Ananta terlibat cinta segitiga.
"Masalahnya karena sahabatnya sendiri dia jadi pergi selamanya."
Ucapan Genta membuatku dan Ananta terdiam. Apa maksud dari ucapan cowok itu? Ananta penyebab mbak pergi selamanya? Meski tidak tahu pasti. Tapi aku melepas tanganku dari seragamnya dan melangkah mundur. Ananta menoleh padaku seolah memohon agar aku tidak percaya itu.