Sudah 1 minggu sejak test pack itu menunjukkan 2 garis biru. Setiap harinya Kasih hanya tidur dibalik selimut. Sesekali setiap Ananta pulang sekolah, terdengar suara tangisan. Ananta tahu jika ini sangatlah berat untuk Kasih. Hasil test pack itu saja sudah berat untuk Kasih terima. Ditambah kenyataan jika Genta tidak mau bertanggung jawab membuat beban Kasih bertambah.
Meskipun Ananta sudah memukuli Genta hingga wajah cowok itu mengeluarkan darah. Tetapi tak kunjung Genta akhirnya datang untuk mengatakan jika dia akan bertanggung jawab. Ananta sudah capek untuk memaksa Genta agar bertanggung jawab. Karena pada akhirnya, dialah yang harus bertanggung jawab.
Selama 3 minggu ini Kasih tinggal di rumah Lathifa. Dia masih tidak tahu bagaimana bisa mbaknya memiliki rumah dalam waktu sekejap. Alasannya untuk memilih tinggal di rumah itu selain karena dia tidak perlu membayar uang sewa setiap bulannya yaitu karena sebenarnya hari dimana dia mengantar Genta pulang adalah hari terakhirnya di kota. Kasih tidak tahu harus kemana jika tidak ada rumah ini.
Memasuki kamar, Ananta tak melihat sebuah gurun selimut di atas kasur. Mencari ke seluruh rumah pun tak kunjung menemukan gadis itu. Khawatir jika Kasih bisa melakukan apapun untuk melukai diri. Ananta pun segera bergegas keluar mencari Kasih dengan motornya.
Sepanjang jalan, tak satu pun terlihat tanda keberadaan Kasih. Hingga ia ingat satu tempat yang kemungkinan besar Kasih datangi. Makam Lathifa. Dan benar saja. Ananta melihat seorang gadis dengan rambut panjang yang terlihat berantakan sedang memeluk nisan milik Kakaknya. Suara tangis terdengar kala langkah Ananta maju untuk mendekat.
"Mbak. Apa hidup benar-benar sesulit ini?"
Langkah Ananta terhenti mendengar ucapan Kasih. Mendengar Kasih berucap seperti itu membuat Ananta takut jika gadis itu menyerah akan hidupnya.
"Kalau bisa, Kasih ingin balik waktu kita masih berempat sama Bapak, sama Ibu. Kalau takdir akan tetap berjalan persis seperti ini. Kasih lebih milih buat ikut Bapak pergi waktu itu. Biar kita enggak perlu menerima takdir seperti ini."
Terdengar jika Kasih benar-benar putus asa. Ananta tidak ingin Kasih beranggapan jika hidupnya berakhir. Karena itu Ananta mendekat dan memegang pundak Kasih. Gadis itu menoleh. Menatap Ananta cukup lama hingga bersuara, "antar aku pulang ke kampung."
~•~
Sampai di rumah yang sudah hampir 3 bulan ia tinggal membuatnya rindu. Segera Kasih berlari masuk sambil berteriak mencari Ibunya. Sudah berlari ke seluruh rumah sambil berteriak meneriaki Ibunya dengan keras. Tapi tak kunjung Kasih mendapati sang Ibu atau bahkan mendapat jawaban dari teriakannya. Rasa takut pun akhirnya menyerang Kasih. Dia berusaha untuk menghilangkan kemungkinan buruk yang terlintas dipikirannya.
"Dimana Ibu kamu?" tanya Ananta yang baru saja masuk ke dalam rumah Kasih.
"Kamu tunggu sini aja. Jangan ikuti aku!"
Setelah berucap seperti itu Kasih berlari menuju sebuah rumah. Saat sampai di depannya Kasih bertatap muka dengan Bambang. Kesedihan Kasih akan kepergian sang Kakak tidak bisa ia simpan sendiri. Dia mengeluarkan tangisnya di depan Bambang tanpa bisa berucap apapun.
Melihat Kasih yang menangis di depan rumahnya. Bambang pun melangkah mendekat dan memeluk adiknya itu. Pasti berat untuk sang adik menerima kabar duka. Terlebih lagi dia belum sempat untuk meminta maaf atau sekedar berpelukan untuk yang terakhir kali.