Kemarin aku cukup lama menangis hingga tertidur dipelukan Ananta. Pagi ini aku terasa lebih membaik. Bahkan aku baru saja kembali dari kuburan untuk menemui Bulik Lastri.
Jika dulu setiap ke makam beliau aku hanya mengucapkan doa. Kali ini aku bercerita tentang mbak. Biar beliau tahu bagaimana hebatnya putri yang tidak bisa ia peluk. Aku juga mengatakan pada Ibu dan Bapak apa yang telah terjadi dan menerima semuanya.
Setelah kembali aku memakan sarapan yang Ananta buat. Tidak menyangka jika Ananta jago masak. Sama seperti diriku.
Ananta menanyakan apa aku akan balik ke kota atau memilih tinggal di sini. Menurutku tinggal dikota adalah pilihan tepat. Meskipun kota adalah tempat menyeramkan. Tapi disanalah duniaku. "Aku mau tinggal dikota. Kalau disini, aku enggak mau ngerepotin Bude Puspa sama Mas Bambang."
"Nanti siang kita balik, yah. Sekarang biar gue rapiin rambut lo."
Kami pun berjalan menuju kamar untuk merapikan rambutku. Karena kemarin aku hanya mengguntingnya sekali. Alhasil rambut jadi tidak sama rata. Ditambah kemarin aku memotong sebagian rambutku menjadi sebahu. Sementara rambut asliku hampir sepinggang. Karena itu aku meminta Ananta untuk memotongnya menjadi 3 jari dibawah telinga.
"Lo masih berharap Genta buat tanggung jawab?" tanya Ananta masih sambil merapikan rambutku.
Tidak pernah sedikit pun aku menginginkan itu. Bahkan aku tidak ingin melihat wajah Genta. Aku membencinya. Sangat.
"Aku enggak pernah minta Genta buat tanggung jawab. Aku juga enggak pernah minta kamu buat tanggung jawab. Kalau pun kamu merasa jika aku ini beban. Tinggalin aku. Aku bisa jaga diri sendiri."
"Gue udah janji buat jagain lo. Bukan karena gue merasa bersalah atau apa. Karena gue sayang sama lo. Gue enggak akan ninggalin lo," ucap Ananta yang menatapku dari cermin. Cowok itu menghentikan aksi memotong rambutku. Wajahnya terlihat jika ingin berbicara serius.
"Sayang yang kamu maksud apa?"
"Jujur aja gue udah suka lo bahkan sebelum lihat lo langsung. Cerita Lathifa tentang lo buat gue selalu penasaran dan minta sama Tuhan buat temuin gue sama lo. Hari pertama kita ketemu. Dikursi taman sekolah. Gue yakin kalau lo Kasih Panduwinata."
"Darimana kamu bisa yakin kalau aku Kasih Panduwinata?"
"Mata. Lathifa bilang jika dia dan kamu punya satu kesamaan."
Benar. Salah satu kesamaanku dengan mbak adalah mata. Kami memiliki mata yang begitu sama dengan Bapak. Karena matalah aku dan mbak selalu meyakinkan diri jika kami memang kembar meski wajah kami berbeda.
"Kamu pernah ngira kalau aku suka Genta?"
Dari cermin aku melihat Genta menggeleng sambil tetap fokus menggunting rambutku. Rasanya aneh jika Ananta tidak pernah mengira bahwa aku menyukai Genta.
"Kelihatan dari wajah kamu kalau kamu enggak suka sama Genta. Aku tahu alasan kamu deketin dia dan itu enggak lebih."