"Deldora, anakku yang kuat dan tampan. Kau lihat itu," tunjuk seorang perempuan ke sebuah patung orang dengan mahkota di tangan kirinya dan tongkat di tangan kirinya. "Itu adalah takdirmu ketika sudah besar."
"Apa yang kau lakukan, sayang? Bermain dengan Deldora?" Tanya seorang laki-laki dengan suara yang berat. Aku melihat arah laki-laki yang berjalan ke arahku.
"Selamat siang, Kelaus. Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Tanya perempuan ini.
Sambil menggendongku dari tangan perempuan ini. "Ya, raja yang sekarang ini sangat bijak dan tegas. Tidak heran masalah di kerajaan ini sangat sedikit jadi membuat pekerjaan kami sangat sedikit dan ringan," kata dia sambil mengayunkan badanku yang berada di rangkulannya.
"Apa kau ingin makan sesuatu, sayang?"
"Aku mau yang seperti biasa. Kau tahu kan?"
"Tentu saja," balas perempuan ini sambil memberikan kecupan hangat di jidat laki-laki ini dan aku.
Dia melihat ke arahku dengan tatapan yang lemah lembut. "Sepertinya kau lebih senang digendong oleh ibumu."
Tak lama kemudian, kembalilah perempuan tadi yang mungkin merupakan ibuku. Dia membawa tiga piring yang dibawakan menggunakan sebuah meja beroda yang biasa untuk menyajikan makanan. Dia menaruh piring yang berisi makan tersebut di meja kami. Aku ingin melihat apa yang laki-laki yang mungkin ini adalah ayahku makan. Makanan tersebut terdapat ikan dengan saus berwarna merah gelap dan daun bawang serta jagung. Perempuan yang mungkin ibuku menggendongku kembali dan menyuapiku dengan makanan bayi.
"Sepertinya kau tidak tahan jika terpisah dari anak kita," kata laki-laki ini.
"Tentu saja. Aku sangat menyayangi anak kita."
"Haha."
Perempuan tersebut menaruh sendoknya dengan sangat kencang sehingga terdengar suara plentang. DIa langsung menatapku dengan tatapan benci dan tajam layaknya seorang ibu yang menatap anak haramnya. Aku bisa merasakan rasa jijik pada ekspresinya. Tangan kirinya meremas mukaku sehingga membuatku tidang bisa bernapas.
"Matilah demi Kelaus."
Aku langsung bangun dari tidurku dengan rasa terkejut. Napasku tidak beraturan. Tanganku mencekik leher Ruele yang tertidur dengan muka yang menghadap ke arahku. Aku mencekik dia sangat kuat. Aku bisa merasakan urat-urat tanganku seperti ingin keluar. Aku bisa melihat mata dia terbuka melalui lensa topengnya.
"HEY, DELDORA!" Teriak Igna sambil melepaskan cekikanku.
Aku langsung tersadar dan melepaskan tanganku. Aku merangkak mundur seperti orang yang dikejar oleh binatang buas. Aku melihat Igna yang terlihat kebingungan dan Ruele yang masih dalam posisi tertidurnya yang padahal sudah bangun. Aku langsung berdiri dan berlari ke balik pohon. Aku langsung muntah. Aku menenangkan diriku. Aku berjongkok dan mengatur napasku. Aku mendengar langkah kaki di belakangku.
"Deldora?" Tanya Igna sambil memegang pundak kananku.
Aku langsung berdiri mengabaikan Igna. Aku mengambil busur silangku dan mengarahkan ke arah Ruele. Aku mendengar Igna seperti berlari ke arahku. Aku dengan cepat berlari ke belakang Ruele yang masih dalam posisi tidur, mengangkat badannya, mencekik lehernya dengan lengan kiriku, dan mengarahkan busur silangku ke arah kepalanya.
"DELDORA, APA YANG KAU LAKUKAN!?" Tanya dia sambil mengarahkan tangan kanannya yang sudah siap-siap ingin menembakan api.
"Hey Ruele, kau bilang kau tidak punya kekuatan kan? Terus apa ini? Mana bayimu?" Tanyaku dengan nada mengancam sambil menekankan busur silangku.
"Kumakan," kata dia dengan nada monoton.
"Han, jangan bercanda. Dimana Fae? Apa kau memakannya? Atau menuduhnya supaya kau tidak ditangkap?"