Kami kembali ke penginapan karena kami tidak tahu Ruele dan si pembawa rapier mengadakan pertemuan dimana. Kami duduk di teras sambil memandang anak-anak bermain. Ada yang bermain bola, petak umpet, ksatria-ksatriaan, dan pemburu dan penyihir. Untuk yang terakhir itu sangat mengganggu, tetapi biarlah, anak kecil namanya juga. Kami menunggu tanpa mengobrol satu sama lain. Karena sudah sangat lama kami menunggu Ruele untuk kembali, akhirnya aku memutuskan untuk menanyakan ke penjaga lobi penginapan. Aku berdiri dari tempat dudukku.
"Aku ingin menanyakan sesuatu dulu ke penjaga penginapan," kataku pada Igna.
"Silahkan," kata dia.
Aku berjalan masuk ke lobi penginapan. Aku menanyakan penjaga lobi penginapan yang kurasa beda orang dari yang kemarin. Dia mengenakan baju coklat berbahan kain yang terlihat halus yang diselimuti dengan syal berwarna putih dengan bintik-bintik berwarna hijau tua yang berbentuk seperti pohon. Mata dia berwarna kuning seperti bunga matahari dan bola matanya kecil. Kulitnya berwarna sawo matang. Rambutnya berwarna kuning kemerahan.
"Permisi," salamku kepadanya.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Sambut dia dengan nada yang halus dan ramah , tetapi ada kemarahan yang tertahan pada suara yang halus dan ramah itu.
"Apa kau tahu si pemilik rapier itu? Maksudku yang berambut ungu tua," tanyaku tanpa basa-basi.
"Ah, maksudmu ketua pelindung desa ini? Ya aku tahu ada apa memangnya."
Sudah kuduga dia pelindung atau semacamnya. "Aku ingin tahu dimana dia tinggal atau tempat yang sering dia kunjungi."
Tatapan dia langsung berubah menjadi tatapan yang mengancam. "Ada kepentingan apa?"
"Temanku, kau tahu kan yang memakai pakaian serba hitam dengan topeng gagak itu. Dia diajak untuk bertem dengan si rambut ungu tua itu. Aku hanya ingin tahu tempatnya saja," kataku sambli mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjukku.
"Kuberitahu satu hal, jika ketua sudah memutuskan untuk berbicara dengan seseorang, berarti bisa saja orang yang diajak itu sudah ...," kata dia sambil menggesek ibu jari kanannya ke lehernya seolah-olah sedang memenggal leher.
Aku langsung tertawa kecil. "Tidak mungkin dia mati, dia orang gila yang bisa meratakan satu desa menjadi tanah," aku lanjut tertawa. "Mari kita bertaruh, jika temanku, Ruele berhasil kembali ke sini dengan selamat pada tengah malam maka biarkan aku untuk membeli senjata di desa ini dengan gratis tanpa batasan. Jika dia tidak kembali ke sini pada tengah malam, maka kau bebas untuk melakukan apapun pada kita."
Tiba-tiba seseorang memukul kepala bagian kiriku hingga terpental. Pukulan tersebut seperti terkena besi. "Ah tolong jangan dengarkan dia. Ketika bayi kepala dia terbentur makanya jadi seperti itu," kata Igna sambil berbicara kepada penjaga lobi tersebut.
"Aku tidak peduli tengan taruhan atau semacamnya. Aku akan memberitahu lokasinya. Jika terjadi sesuatu pada kalian, aku tidak peduli. Oh ya," dia menatapku. "Sepertinya kau perlu senjata."
Aku langsung membetulkan baju dan topiku. "Ya."
"Punya uang?"
"Tentu saja."
"Ikuti aku," kata dia sambil melompati meja reservasi lobi tersebut.
"Siapa yang menjaga penginapan ini jika kau pergi?"
Dia mengambil bulu berwarna hijau tua dari saku baju bagian kanan dadanya. "Kau menjadi pengurus di sini hanya untuk sementara," kata dia sambil memberikan bulu yang dia ambil tadi. Dia menarik tangan kiriku dengan tangan kirinya. "Ayo cepat."